Proyek PAHALA, Dorong Pemulihan DAS Kritis Cisadane dan Cegah Banjir 

oleh -31 kali dilihat
Proyek PAHALA, Dorong Pemulihan DAS Kritis Cisadane dan Cegah Banjir 
Lokakarya pengelolaan DAS Terpadu - Foto: Ist

Klikhijau.com – Beberapa sungai di kabupaten Bogor seperti Sungai Ciliwung, Sungai Cikeas, Sungai Cileungsi dan Sungai Bekasi meluap pada awal Maret lalu dan menyebabkan banjir. Kondisi tersebut melumpuhkan sejumlah daerah di Jabodetabek karena ketinggian air mencapai hingga delapan meter.

Hal ini merupakan peringatan akan pentingnya pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) yang lebih menyeluruh.

Data menunjukkan bahwa sungai-sungai tersebut, termasuk Sungai Cisadane yang berhulu di Pegunungan Jawa Barat, berada dalam kondisi kritis akibat ekosistem hutan yang terganggu di sekitar DAS.

Sungai Cisadane yang memiliki panjang sekitar 126 kilometer juga mengalir di daerah pemukiman padat di Jabodetabek. Sungai Cisadane pun tidak terlepas dari ancaman alih fungsi lahan dan degradasi ekosistem.

Dalam lima tahun terakhir, luas hutan di Jawa Barat telah menyusut dari 3,206 juta hektar menjadi 2,711 juta hektar dan meningkatkan risiko bencana hidrometeorologi.

Sebagai langkah mitigasi risiko, Proyek PAHALA (Pangrango-Halimun-Salak) dalam 2 tahun terakhir telah menggagas pendekatan berbasis lanskap untuk merestorasi DAS Cisadane secara berkelanjutan. Inisiatif ini merupakan kolaborasi bersama SNV dan Rekonvasi Bhumi dengan Pemerintah Kabupaten Bogor.

Programnya mendukung pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) secara terpadu dan berkelanjutan, melalui penguatan kelembagaan forum multipihak DAS, peningkatan sosial ekonomi masyarakat dengan penerapan pertanian regeneratif dan agroforestri, serta penguatan kapasitas organisasi kemasyarakatan untuk pengembangan akses pasar dan input.

KLIK INI:  Spill Peringatan HPSN 2024, Waktu, Tema, Lokasi, dan Jenis Kegiatan

Pertanian Berkelanjutan

Gunawan Eko Movianto, M.M, Kepala Sub Direktorat Pertanian dan Pangan, Ditjen Bina Pembangunan Daerah, Kementerian Dalam Negeri, menyebutkan bahwa lebih dari 100 DAS di Indonesia itu masuk kategori kritis.

Adanya praktik deforestasi, alih fungsi lahan serta praktek pertanian yang kurang ramah lingkungan menjadi salah satu penyebab meningkatkan risiko banjir di musim hujan serta kekeringan di musim kemarau. Selain itu, pencemaran air akibat limbah domestik dan industri juga menjadi perhatian utama yang harus ditangani bersama.

“Inisiatif program seperti PAHALA di DAS Cisadane Hulu menunjukkan bahwa kolaborasi antara pemerintah pusat, daerah, komunitas, dan sektor swasta menjadi kunci dalam menjaga keberlanjutan ekosistem. Oleh karenanya, saya mengajak seluruh pemangku kepentingan termasuk pemerintah, sektor swasta, lembaga pembangunan, komunitas lokal dan masyarakat, untuk membangun kemitraan yang lebih erat guna memperluas dan memperkuat inisiatif ini. Upaya bersama sangat diperlukan agar konservasi hutan, perbaikan tata kelola air, serta praktik pertanian yang lebih berkelanjutan dapat dilakukan secara menyeluruh,” ujarnya dalam Lokakarya yang bertemakan Menuju Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Terintegrasi di kawasan sub-DAS Cisadane Hulu yang diselenggarakan di Hotel Lorin Syariah, Kabupaten Bogor (13/03).

Regenerasi Ekosistem

Sebagai wilayah hulu bagi DAS Cisadane dan Ciliwung, Kabupaten Bogor memiliki peran strategis dalam menjaga keseimbangan ekosistem. Dengan curah hujan tinggi serta tekanan alih fungsi lahan yang terus meningkat, diperlukan kebijakan yang lebih efektif dan sinergis antara pemerintah daerah dan nasional untuk memastikan keberlanjutan pengelolaan sumber daya alam.

Asisten Perekonomian dan Pembangunan Kabupaten Bogor, Ir. Suryanto Putra M.Si, mengatakan melalui Proyek PAHALA, kerja sama antara Kabupaten Bogor dengan SNV telah terjalin dengan sangat baik.

KLIK INI:  Komite Pengelolaan Perikanan Rajungan Jawa Tengah Terbentuk

”Acara ini menjadi momen penting dalam memperkuat komitmen berbagai pihak untuk menjaga keseimbangan ekosistem serta memastikan keberlanjutan lingkungan hidup bagi generasi mendatang,” ucapnya dalam pada kesempatan yang sama.

Suryanto juga menambahkan, bahwa Implementasi Proyek PAHALA diharapkan dapat membantu memperkuat upaya konservasi, dengan pendekatan yang mengintegrasikan kegiatan usaha di kawasan hulu dengan keberlanjutan ekosistem. “Penting bagi kita untuk dapat memadukan aktivitas ekonomi dengan kelestarian lingkungan, sehingga keduanya tidak saling merusak tetapi justru saling memberikan kontribusi yang positif,” lanjutnya.

Pelibatan kelompok petani dalam mengelola DAS Cisadane Hulu

Guna memastikan keberhasilan skema Pembayaran Jasa Lingkungan Hidup (PJLH), Rekonvasi Bhumi sebagai salah satu pelaksana Proyek PAHALA mendorong keterlibatan aktor multi-pihak. Upaya ini mendorong terbentuknya Forum Koordinasi Pengelolaan sub-DAS Cisadane Hulu (FKPCH) yang melibatkan pemerintah kabupaten, sektor swasta, LSM, dan masyarakat. Selain itu, proyek ini juga memperkenalkan praktik agroforestri regeneratif, meningkatkan kapasitas petani, dan mendukung pengembangan bisnis berbasis komunitas Kelompok Usaha Masyarakat.

“Membangun pemahaman masyarakat bukan hal yang mudah, terutama terkait pentingnya menjaga ekosistem secara berkelanjutan. Namun, kini kesadaran mereka mulai tumbuh, termasuk dalam memahami konsep pembayaran jasa lingkungan, meskipun masih dalam tahap awal. Indikator perbaikan lingkungan juga mulai terlihat, termasuk inisiatif warga dalam menjaga kebersihan sungai. Harapannya, program ini bisa mencegah bencana ekologis dan memperkuat konservasi air,” ujar perwakilan Rekonvasi Bhumi Bidang Kelembagaan, Rudy Hartono.

Salah satu perwakilan Kelompok Usaha Masyarakat dalam proyek PAHALA, Asep Maliki menuturkan bahwa kondisi DAS Cisadane Hulu sebelumnya kurang terawat karena banyaknya lahan terdegradasi dan rendahnya kepedulian masyarakat terhadap pengelolaan lingkungan. Namun, setelah Proyek PAHALA hadir, mulai terjadi perubahan nyata di lapangan.

KLIK INI:  Suntory Garuda Jalin Kemitraan dengan KLHK untuk Edukasi Pelestarian Air

“Dulu, aktivitas penebangan pohon di hulu DAS Cisadane cukup sering terjadi untuk membuka lahan. Kini, masyarakat mulai diberi alternatif mata pencaharian yang lebih berkelanjutan, sehingga tekanan terhadap hutan berkurang. Penghijauan juga mulai dilakukan, pohon-pohon yang hilang mulai ditanam kembali, dan kondisi lingkungan pun semakin membaik,” ungkap Asep.

Dampak terbesar yang dirasakan adalah peningkatan kualitas air bersih. Dengan pengelolaan hulu DAS Cisadane yang lebih baik, sungai-sungai menjadi lebih terjaga, dan masyarakat semakin sadar akan pentingnya keseimbangan ekosistem. “Banjir dan longsor sempat menjadi ancaman. Sekarang, dengan adanya edukasi dan keterlibatan warga dalam menjaga lingkungan, kita bisa ikut mencegah bencana,” tambahnya.

Sebagai mitra pembangunan yang mendukung Pemerintah Kabupaten Bogor, SNV berperan dalam menginisiasi proyek PAHALA. Bagi SNV, ketahanan air bukan hanya isu ekologi dan ekonomi, tetapi juga tata kelola dan kesetaraan.

“Dalam dua tahun, proyek ini telah menghimpun 600 petani dan 55 petani unggulan, mendistribusikan lebih dari 7.000 bibit, serta membangun 4 hektar area percontohan atau demplot pertanian regeneratif. Ke depan, melalui pendekatan forum multipihak, agroforestri, dan penguatan komunitas, kami berharap PAHALA dapat direplikasi di DAS lain di Indonesia,” ungkap Country Director SNV, Rizki Pandu Permana.

KLIK INI:  Kopi, Juna dan Pengetahuan Sederhana Soal Kopi di Sulsel Expo

Manfaat komoditas unggulan DAS Cisadane Hulu bagi petani

Proyek PAHALA di DAS Cisadane Hulu yang menerapkan praktik agroforestri dan pertanian regeneratif telah menghasilkan empat komoditas unggulan, yaitu kopi, minyak atsiri, olahan pala, dan kompos organik. Keempat komoditas ini ditampilkan pada lokakarya yang bertemakan Menuju Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Terintegrasi di kawasan sub-DAS Cisadane Hulu.

Asep, salah satu petani yang terlibat dalam program ini mengakui adanya manfaat yang dapat dirasakan warga setempat dari proyek ini. SNV melalui proyek PAHALA telah memberikan pendampingan dalam pengolahan minyak atsiri pala bagi kelompok petani. “Saat ini, kelompok tani saya beranggotakan 13 orang dan sudah mulai berkembang pengelolaan produknya juga. Kami ada rencana untuk meningkatkan skala usaha menjadi koperasi agar lebih banyak masyarakat bisa terlibat,” ujarnya dengan semangat. Lebih lanjut Asep menjelaskan dari awal proyek hingga bulan Februari 2025, kelompok tani telah menghasilkan sekitar 133 kg minyak atsiri pala yang dapat menjadi pemasukan bagi anggotanya.

Enam kelompok tani telah mengikuti program peningkatan kapasitas dalam proyek PAHALA dalam mengelola bisnis. Dari usaha ini, mereka telah meraih keuntungan sebesar Rp 100 juta dan menciptakan lebih dari 40 lapangan kerja baru. Keempat komoditas tersebut kini siap untuk dipasarkan ke pasar yang lebih luas.

Proyek PAHALA menargetkan peningkatan pendapatan petani sebesar 10% hingga tahun 2030, peningkatan kapasitas lebih dari 1.000 petani, serta restorasi 500 hektar lahan melalui penerapan pertanian regeneratif dan agroforestri. Sementara dari sisi lingkungan, proyek ini diharapkan dapat meningkatkan infiltrasi air hingga 136 juta liter per tahun, meningkatkan penyerapan karbon sebesar 770 ton CO2, serta memperkuat forum multipihak sebagai mekanisme akuntabel dalam konservasi air dan lahan.

“Hal ini membuktikan bahwa kontribusi terhadap konservasi lingkungan juga dapat membuka peluang ekonomi bagi petani dan komunitas lokal. Kolaborasi, berbagi peran, dan tanggung jawab bersama mendorong pengelolaan DAS yang terintegrasi. Dengan demikian, solusi berbasis alam dapat diterapkan untuk tidak hanya melindungi lingkungan dan mengurangi risiko bencana ekologis, tetapi juga memberikan manfaat ekonomi dan sosial bagi masyarakat sekitar,” tutup Rizki.

KLIK INI:  Mencemaskan, Ada Pulau Sampah di Daratan Muara Sungai Cisadane

[1] Data Statistik BPS. Luas Penutupan Lahan Indonesia di Dalam dan di Luar Kawasan Hutan Tahun 2014-2023