Klikhijau.com – Hari Keanekaragaman Hayati (World Wildlife Day) pertama kali dipelopori oleh Thailand. Hari Keanekaragaman Hayati tersebut dirayakan untuk meningkatkan kepedulian terhadap keberadaan seluruh flora dan fauna yang ada.
Terkait dengan peringatan Hari Kehati, Badan PBB untuk Pembangunan (UNDP) melalui proyek Biodiversity Finance Initiative (Biofin) menggelar Bio Econ Expo di Main Atrium Mal Gandaria City pada 2-3 Maret 2019. Acara tersebut terbagi menjadi tiga sesi utama, yaitu Bio Talks, Hackathon, dan Demo Day.
Bio Econ Expo baru pertama kali diselenggarakan oleh UNDP melalui dukungan Inisiatif Pembiayaan Kehati atau Biodiversity Financing. Expo ini dilatarbelakangi oleh kondisi Indonesia yang kaya akan keanekaragaman hayati baik di daratan dan lautan.
Penelitian mengenai keanekaragaman hayati telah banyak dilakukan terutama berhubungan dengan produk kesehatan, kencantikan, pangan, pakaian dan lainnya.
Agar masuk ke kalangan milenial, Bio Econ Expo mengumpulkan berbagai usaha rintisan. Sepuluh usaha rintisan terpilih juga difasilitasi melalui lunch on networking meeting with investor pada Minggu siang.
Targetnya ingin melakukan penestrasi ke kalangan milennial agar sektor ini di-pick up oleh mereka. Selain itu target lainnya adalah adanya transaksi antara investor dan para usaha rintisan agar usaha mereka bisa besar.
Dalam sesi Bio Talks, sejumlah pembicara dihadirkan, seperti Presiden Bukalapak M Fajrin Rasyid, CEO Mycotech Adi Reza, Kepala Marketing Crowde Afifa Urfani dan Guru Besar Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB), Profesor Ani Mardiastuti.
Ada pula sesi temu wicara yang menampilkan pelaku industri yang mengedepankan inisitatif maupun produk ramah lingkungan, seperti Merdi Sihombing dari Fashion Week 2018, Hannah Nur Auliana dari Waste Change, dan finalis Asia’s Next Top Model, Valerie dan Veronika.
Respons dari pengunjung sangat positif, banyak yang melihat, berdiskusi dan bersemangat. Melakukan transaksi produk secara langsung pada Bio Expo kali ini.
Sementara dalam Hackathon, 25 orang peserta dari berbagai latar belakang profesi dan ilmu pengetahuan berkompetisi untuk memperkenalkan dan mencari solusi atas isu dan tantangan-tantangan pelestarian dan pemanfaatan keanekaragaman hayati ke masyarakat.
Dalam sepekan terakhir, mereka dipasangkan dengan partner UNDP, Innovesia sebagai mentor untuk mereka dapat memaksimalkan capaian ide dan kreativitas. Presentasi dilakukan oleh masing-masing peserta dan penilaian dilakukan oleh dewan juri.
Mekanisme penilaian didasarkan pada empat poin utama, orisinalitas ide, relevansinya ke isu biodiversitas, feasibilitas, dan visi pengembangannya ke depan.
Salah satu peserta kompetisi berhadiah total Rp 30 juta adalah tim dari Desa Peduli Gambut dan Badan Restorasi Gambut Sumsel. DD Shineba, perwakilan tim itu, menerangkan lahan gambut yang biasa menjadi lokasi kebakaran hutan dan lahan sebenarnya bisa dikelola dengan lebih ramah lingkungan.
Lahan yang selama ini didominasi tanaman sawit sebenarnya bisa menghasilkan produk yang lebih variatif. Terdapat produk makanan dan kerajinan yang dikelola anak-anak muda dan kalangan ibu-ibu setempat.
Dari produk makanan, masyarakat desa gambut memproduksi produk makanan sehat, seperti selai kelapa nanas, beras putih, beras merah, dan keripik kelapa. Shineba menyatakan seluruh bahan baku dan proses pembuatan tidak menggunakan kimia. Pupuk, pestisida, dan lain-lain dibuat sendiri dengan cara alami.
Proses produksi secara higienis, termasuk tanpa pengawet. Semua bahan baku utama produk dan semua bumbu-bumbu dari gambut. Sementara, produk kerajinan dibuat mayoritas dari purun dan rotan.
Shineba menjelaskan purun adalah tanaman semacam rumput yang tumbuh di lahan gambut. Bahan baku kemudian dianyam menjadi kerajinan tas dan topi.
Baru setahun pendampingan berjalan, banyak produk sudah dihasilkan masyarakat desa gambut.
Harga produk makanan berkisar dari Rp 15 ribu hingga Rp 45 ribu, sedangkan produk kerajinan berkisar Rp 15 ribu hingga Rp 300 ribu tergantung bahannya.