- Air Hilang dalam Hujan - 09/12/2023
- Kisah Pengalaman Pertama Bertamu ke Hutan - 05/12/2023
- Perjalanan Menuju Hutan - 03/12/2023
Pohon Kenangan Ibu
sebatang pohon penuh kunang-kunang
tumbuh di mata dan kepala ibu
akarnya menancap kokoh di hatinya
daunnya hijau cemas di mataku
berkali-kali ingin kupangkas
tapi aku tak tega lihat air mata ibu meruah lara
pohon itu menghadang gempuran terik matahari
yang ingin mencuri sejuknya rumah
daunnya hijau teduh
“kisahku tertanam bersama pohon itu,” bisik ibu di antara lelapnya.
aku temukan rindu mekar di matanya
pada malam gigil
kunang-kunang menari
dan mata ibu berbinar cinta
aku sedang menunggu hari baik pangkasi pohon itu
atas restu ibu
yang pelihara kenangannya kepada ayah
Kencani Rindu
sepasang kunang-kunang sedang bercinta di kepalanya
antarkan temui basahnya ingatan
di mana hujan ingin tiadakannya
ia benci derasnya hujan yang riuh
membawa petaka pada sunyinya yang binar
kabut turun selimuti matanya
merampas cintanya yang baru beranjak
hujan geledah seisi hatinya yang senak
kopi hitam tanpa gula diseruput dengan pejam mata
pahit itu hidup
berubah gunung kehilangan pepohonan
sungai kehilangan jernihnya
napas dipenuhi polusi
dan kunang-kunang serupa lampu hias
kehilangan cahayanya
di tepi ranjang
bukitan rindu cemari sadarnya
di malam gigil cekam
kabut menari di jendela
ketuki pintu rumah
ia kehilangan keberanian
di sebilah badik warisan
di pucuk daun cengkeh rindu melayang
membawa foto hitam putih ukuran pelukan
ia merasa kembali muda
namun, gunung telah kehilangan pepohonan
seperti dirinya kehilangan kekasih.
Pamali Air Mata
aku telah lupa cara menangis bagaimana
apakah dengan isak
atau membenturkan kepala di kepalamu
atau bibir kita saling mengecup
membagi napas
di mataku ada gelombang beku
aku berubah kayu hanyut terbawa banjir
laut berubah lagu sunyi penantian
aku hilang pada bumiku sendiri
di sebuah taman yang tak kuingin
kamu datang dalam kebengisan
aku sampirkan mimpiku di matamu
kuceritakan kisahku di mata musim
kau belai rambut kusutku
entah kapan terakhir aku keramas
gelombang menari di ubunku
dan segala gulma memutik di kepala
jika saja ada waktu, aku ingin jadi akar pohon di kebunmu
menangis di dadamu
lupakan segala pamali perihal air mata
——sungguh aku berubah pohon kehilangan akarnya kini—-