Pohon Kenangan Ibu

oleh -1,306 kali dilihat
Pohon Kenangan Ibu
Ilustrasi pohon/foto-lovepik
Irhyl R Makkatutu
Pohon Kenangan Ibu

sebatang pohon penuh kunang-kunang
tumbuh di mata dan kepala ibu
akarnya menancap kokoh di hatinya
daunnya hijau cemas di mataku
berkali-kali ingin kupangkas
tapi aku tak tega lihat air mata ibu meruah lara

pohon itu menghadang gempuran terik matahari
yang ingin mencuri sejuknya rumah
daunnya hijau teduh

“kisahku tertanam bersama pohon itu,” bisik ibu di antara lelapnya.
aku temukan rindu mekar di matanya
pada malam gigil
kunang-kunang menari
dan mata ibu berbinar cinta

aku sedang menunggu hari baik pangkasi pohon itu
atas restu ibu
yang pelihara kenangannya kepada ayah

KLIK INI:  Sebagai Hujan di Tubuhmu

 

Kencani Rindu

sepasang kunang-kunang sedang bercinta di kepalanya
antarkan temui basahnya ingatan
di mana hujan ingin tiadakannya
ia benci derasnya hujan yang riuh
membawa petaka pada sunyinya yang binar

kabut turun selimuti matanya
merampas cintanya yang baru beranjak
hujan geledah seisi hatinya yang senak
kopi hitam tanpa gula diseruput dengan pejam mata

pahit itu hidup
berubah gunung kehilangan pepohonan
sungai kehilangan jernihnya
napas dipenuhi polusi

dan kunang-kunang serupa lampu hias
kehilangan cahayanya
di tepi ranjang
bukitan rindu cemari sadarnya
di malam gigil cekam

kabut menari di jendela
ketuki pintu rumah
ia kehilangan keberanian
di sebilah badik warisan

di pucuk daun cengkeh rindu melayang
membawa foto hitam putih ukuran pelukan
ia merasa kembali muda

namun, gunung telah kehilangan pepohonan
seperti dirinya kehilangan kekasih.

KLIK INI:  Menjamu Sampah
Pamali Air Mata

aku telah lupa cara menangis bagaimana
apakah dengan isak
atau membenturkan kepala di kepalamu
atau bibir kita saling mengecup
membagi napas

di mataku ada gelombang beku
aku berubah kayu hanyut terbawa banjir
laut berubah lagu sunyi penantian
aku hilang pada bumiku sendiri

di sebuah taman yang tak kuingin
kamu datang dalam kebengisan
aku sampirkan mimpiku di matamu
kuceritakan kisahku di mata musim

kau belai rambut kusutku
entah kapan terakhir aku keramas
gelombang menari di ubunku
dan segala gulma memutik di kepala

jika saja ada waktu, aku ingin jadi akar pohon di kebunmu
menangis di dadamu
lupakan segala pamali perihal air mata
——sungguh aku berubah pohon kehilangan akarnya kini—-

KLIK INI:  Menantu yang Diingini Ibu