Klikhijau.com – Di tengah geliat masyarakat urban yang mulai menjadikan tanaman sebagai bagian dari gaya hidup, ada satu kisah menarik dari sudut Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan. Seorang pemuda bernama Arifudding, atau yang akrab disapa Podding, memilih jalan hidup yang berbeda, hidup dari dan untuk tanaman.
Berasal dari Desa Mattirobulu, kecintaan Podding terhadap tanaman tidak datang tiba-tiba. Ia menelusuri ingatannya kembali ke masa kecil—saat rasa kagum pada bunga dan daun-daun liar tumbuh bersama dirinya. Semangat itu semakin kuat ketika ia bergabung dalam komunitas pecinta alam. Menjelajahi hutan, mendaki gunung, dan menyaksikan langsung keanekaragaman hayati tropis menjadi titik balik yang menyadarkannya: menanam bukan sekadar hobi, tapi cara mendekatkan diri pada alam.
Berbekal ketekunan dan rasa ingin tahu, pada tahun 2019, Podding mulai menanam tanaman di kebun kecil sekitar pekarangan rumah. Setahun kemudian, ia memantapkan langkahnya dengan mendirikan Pinrang Plants, usaha kecil yang secara khusus mengembangkan tanaman tropis, terutama jenis Aroid seperti Anthurium—tanaman berdaun lebar yang memiliki nilai estetika tinggi dan karakter eksotis.
“Di Sulsel, setahu saya hanya ada dua orang yang benar-benar fokus ke anthurium—saya dan satu teman di Bantaeng. Soalnya tanaman ini pasarnya cukup spesifik. Kalau ibu-ibu biasanya lebih suka tanaman berbunga. Anthurium itu lebih banyak disukai laki-laki karena tampilannya yang maskulin,” ujar Podding sambil tertawa kecil.
Ia menyadari betul bahwa menjual tanaman seperti anthurium bukan perkara mudah, apalagi di daerah seperti Pinrang yang belum memiliki pasar yang besar untuk tanaman hias tropis. Namun justru tantangan itulah yang membuatnya bertahan. Baginya, pasar akan datang ketika produk memiliki nilai dan karakter kuat. Dan itu ia buktikan dari pelanggan luar daerah hingga peminat dari luar negeri yang mulai melirik koleksinya.
Bisnis tanaman hias
Menurutnya, pasar tanaman tropis justru lebih berkembang di luar Sulawesi, bahkan hingga mancanegara.
“Tanaman-tanaman endemik Indonesia itu banyak yang dicari, terutama hasil silangan yang unik. Kolektor luar negeri seperti dari Eropa atau Amerika Latin sangat menghargai tanaman-tanaman langka dan asli,” katanya.
Ia pun mencontohkan Pasar Chatuchak di Bangkok, Thailand, sebagai gambaran ideal pasar tanaman hias. “Di sana, satu kawasan khusus diisi pedagang tanaman. Mereka menjual tanaman dari fase kecil, bahkan baru satu daun. Pembeli lalu membesarkan dan menjual kembali saat daunnya sudah tumbuh 4-5 helai. Begitulah ritme pasar tanaman tropis.”
Namun bisnis tanaman tidak semudah yang dibayangkan. Ia mengingatkan bahwa merawat tanaman butuh kesabaran, ketelatenan, dan pengetahuan yang terus diperbarui. “Tanaman ini sensitif. Tidak hanya butuh air dan cahaya, tapi juga perhatian. Ada teknik khusus, misalnya kalau mau memperbanyak anthurium bisa lewat potong bonggol atau penyilangan. Kita juga harus sabar menunggu hasilnya.”
Kini Podding fokus mengembangkan Pinrang Plants sebagai tempat produksi sekaligus ruang edukasi bagi masyarakat yang tertarik pada tanaman tropis. Ia juga menerima pemesanan tanaman untuk hiasan taman, kafe, hingga rumah pribadi. Dengan perlahan, ia membangun ekosistem kecil yang memadukan estetika, ekologi, dan ekonomi.
“Menanam itu bukan cuma soal bisnis. Ada harapan dan kedekatan batin di dalamnya. Saya selalu percaya, ketika kita merawat tanaman dengan hati, alam juga akan membalas dengan kebaikan,” tutupnya sambil menyajikan segelas sarabba hangat di halaman rumah yang dipenuhi anthurium, monstera, dan berbagai dedaunan hijau lainnya.