- Pantai yang Bersalin Nama - 13/04/2024
- Gadis Iklim - 07/04/2024
- Anak Kecil dalam Hujan - 30/03/2024
Klikhijau.com – Belum lama ini, ada satu program yang dilakukan di Bali, yakni Coral Reef Garden (CRG) atau restorasi terumbu karang .
Banyak harapan yang mengiringi program itu. Salah satunya adalah bisa mendongkrak pemulihan ekonomi masyarakat pesisir.
Restorasi terumbu karang di Bali dilakukan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Republik Indonesia
Program itu berkonsep padat karya—yang berusaha memberdayakan masyarakat pesisir di Pulau Bali. Terutama yang terdampak pandemi Covid-19.
Restorasi itu dilakukan dengan menempatkan transplantasi karang berdasarkan sea scaping yang sudah disusun sesuai dengan habitat dan tema masing-asing.
Metode transplantasi yang digunakan adalah hexadome, spider, dan beberapa metode lainnya yang dipadukan dengan patung. Penggunaan metode tersebut diharapkan dapat meningkatkan keindahan kebun karang.
“Nantinya coral reef atau kebun karang ini bukan saja akan menjadi atraksi wisata bawah laut. Tetapi dapat sebagai sarana edukasi, penelitian, ataupun kegiatan riset lainnya,” papar Menteri KP, Edhy Prabowo seperti dikutip dari laman kkp.go.id.
Tidak tanggung-tanggung program itu akan membuat kebun karang seluas 50 hektare yang terdapat di 5 lokasi, yakni Nusa Dua, Sanur, Serangan, Buleleng, dan Pandawa.
Untuk memuluskan jalannya, program itu rencananya membutuhkan tenaga kerja sebanyak 11.000 orang dengan biaya biaya sebesar Rp11,2 miliar menggunakan APBN KKP yang berasal dari dana pemulihan ekonomi nasional (PEN).
Manfaat bagi ekologi dan ekonomi
Restorasi yang dilakukan oleh Kementerian KP memang sudah seharusnya. Mengingat terumbu karang memiliki banyak manfaat. Baik secara ekologi maupun ekonomi. Ia bisa bermanfaat sebagai habitat dan sumber makanan bagi berbagai jenis makhluk hidup di laut.
Banyak jenis makhluk hidup di laut yang tinggal, mencari makan, berlindung, dan berkembang biak dalam ‘rahim’ terumbu karang, seperti crustacea, siput dan kerang-kerangan, bulu babi, anemon laut, teripang, bintang laut dan leli laut, ikan–ikan kecil, ular laut, penyu laut, ganggang dan juga alga.
Selain itu, juga menjadi rumah bagi ikan kerapu, ikan baronang, ikan ekor kuning, dan lainnya. Sederhananya terumbu karang merupakan sumber keanekaragaman hayati yang tinggi.
Ia bisa juga bermanfaat sebagai pelindung bagi ekosistem yang ada di sekitarnya, misalnya pada ekosistem fungsi hutan bakau, dan juga melindungi pantai dan daerah pesisir dari ombak besar.
Tidak hanya jadi rumah bagi biota laut, tapi juga bisa menjadi destinasi wisata bahari karena memiliki keindahan bentuk dan warna yang menakjubkan. Dapat pula dimanfaatkan untuk penelitian dan pemanfaatan biota perairan lainnya yang terkandung di dalamnya.
Ancaman terumbu karang
Indonesia merupakan negara yang mempunyai potensi terumbu karang terbesar di dunia. Luas terumbu karang di Indonesia diperkirakan mencapai sekitar 60.000 km. Hal tersebut membuat Indonesia menjadi negara pengekspor terumbukarang pertama di dunia.
Di samping itu, Indonesia juga menjadi negara dengan tingkat kerusakan terumbuh karang yang tinggi. Banyak faktor yang menyebabkannya, di antaranya adanya pencemaran yang berasal dari Daerah Aliran Sungai (DAS).
Hal lain yang merusak adalah masih adanya penangkapan ikan berlebih dan merusak. Penangkapan itu menggunakan bahan peledak dan racun yang dapat menghancurkan terumbu karang.
Apakah ancamannya hanya terbatas di situ saja. Rupanya tidak, faktor lainnya adalah massifnya pembangunan di wilayah pesisir secara global. Hal ini merampas hak hidup terumbu karang.
Dan fakto yang sulit terhindarkan adalah perubahan iklim. Sebuah penelitian yang dipresentasikan pada 2020 Ocean Sciences Meeting, memprediksi bahwa habitatnya kemungkinan akan punah pada 2100.
Penyebab utamanya adalah perairan yang semakin menghangat dan pengasaman laut–keduanya merupakan hasil perubahan iklim yang disebabkan manusia.
Para penelitimengatakan, dalam dua dekade mendatang, kita bisa kehilangan 70-90 persen terumbu karang di dunia, sebuah statistik yang sangat mengkhawatirkan.
Bahkan para peneliti memperkirakan pada tahun 2045 sebagian besar terumbu karang di dunia sulit direstorasi seperti yang dilakukan di Bali.