Perihal Kiriman Sampah dari AS, BAN dan Nexus3 Desak Pemerintah Bertindak Tegas

oleh -168 kali dilihat
Perihal Kiriman Sampah dari AS, BAN dan Nexus3 Desak Pemerintah Bertindak Tegas
Ilustrasi sampah kiriman dalam kontainer - Foto/ecorosa

Klikhijau.com – Kiriman sampah plastik ilegal dari Amerika Serikat (AS) kembali dipersoalkan. Sebagai informasi, pada 16 Maret 2021 lalu, ada tiga peti kemas limbah plastik LDPE yang dikirim dari California ke Pelabuhan Belawan, Medan.

Pengiriman ini termasuk kategori ilegal karena Indonesia sebagai pihak Basel tidak dapat menerima limbah yang dikontrol Basel dari AS (bukan negara pihak Basel). Hal ini sesuai dengan aturan larangan perdagangan Pihak non-pihak yang terdapat dalam Konvensi (Pasal 4.5).

Merespons hal ini, Basel Action Network (BAN) dan Nexus3 Foundation mendesak pemerintah Indonesia untuk menyita pengiriman ilegal ini.

BAN dan Nexus3 Foundation mengirim surat kepada Basel Convention Competent authority (CA)/Basel Conven2on Focal point (FP), Rosa Vivien Ratnawati yang juga Direktur Jenderal PSLB3 KLHK.

Bagi kedua organisasi ini, Indonesia telah meratifikasi Basel Amendments, telah mengeluarkan peraturan baru tentang perdagangan plastik dan limbah non-B3 lainnya untuk keperluan industri. Selain itu, SKB 3 Menteri dan Kapolri telah menetapkan kontaminan 2%.

“Kami kembali memohon perhatian dari Basel Convention Competent authority (CA)/ Basel Convention Focal point (FP), dalam hal ini DirJen PSLB3, Ibu Rosa Vivien Ratnawati untuk membaca lagi peringatan (alert) yang disampaikan oleh Basel Action Network (BAN), tentang masuknya sampah plastik dari Amerika Serikat yang kemungkinan besar adalah ilegal untuk diimpor ke Indonesia,” tulis rilis BAN, 22 Maret 2021.

KLIK INI:  Mempromosikan Adaptasi Berbasis Ekosistem Melalui Restorasi Wilayah Pesisir Terpadu

Menurut BAN, pengiriman ilegal ini mengacu kepada amandemen sampah plastik baru yang diadopsi pada COP14 sebagaimana dicantumkan dalam Decision 14/12. Keputusan ini merevisi tiga lampiran dan mengelompokkan sam pah plastik menjadi tiga kategori.

Pertama, ada sampah plastik yang dianggap tidak berbahaya (B3011, Lampiran IX) dan di luar kendali Konvensi. Kedua, ada sampah plastik yang dianggap berbahaya (A3210, Lampiran VIII). Terakhir, ada sampah plastik baru untuk pertimbangan khusus (Y48 Lampiran II).

Y48 dan A3210 termasuk dalam ruang lingkup prosedur kendali Konvensi Basel. Dan, tentu saja, Pasal 4 ayat 5 Konvensi tidak mengizinkan perdagangan limbah yang dikendalikan Basel antara Para Pihak dan non-Pihak.

Amerika Serikat adalah non-Pi- hak sehingga negara Pihak Basel tidak diizinkan untuk menerima impor dari Amerika Serikat dari daftar Y48 atau A3210 mana pun.

Peringatan BAN menegaskan bahwa ada kemungkinan besar bahwa limbah yang ditun jukkan dalam ketiga contoh di tiga negara adalah limbah Y48 baik karena gagal:

  1. Memenuhi standar kontaminasi yang ditegaskan dalam keputusan baru (“hampir secara eksklusif terdiri dari”), atau
  2. Memenuhi syarat pengiriman polimer tunggal yang tidak dicampur dan disortir (dengan pengecualian tunggal sebagai campuran polimer PE, PET dan PP), atau
  3. Bebas dari polimer terhalogenasi seperti PVC, atau
  4. Ditujukan ke fasilitas yang berwawasan lingkungan, atau
  5. Dikelola di bawah penunjukan Lampiran IV R3
KLIK INI:  Limbah Menumpuk, Pemerintah Cina Tutup Base Camp Gunung Everest

Menurut BAN, penentuan di atas tidak dapat dilakukan dengan inspeksi visual saja. Pertama, inspektur   perlu membaca Bill of Ladings dan menentukan apakah kiriman tersebut benar-benar berisi apa yang tertulis di dalamnya.

“Jika dokumen pengiriman menyatakan, misalnya, bahwa kiriman tersebut mengandung PVC, kami dapat memperkirakan bahwa kiriman tersebut memang mengandung PVC. Dan oleh karena itu merupakan pengiriman ilegal dari negara yang bukan Pihak Basel, atau telah disalahartikan. Bagaimanapun, pengiriman itu ilegal (jika mengandung PVC) atau tidak tepat (jika salah dikarakterisasi),” tegas BAN dalam rilisnya.

Sehubungan dengan penentuan apakah pengiriman dalam bentuk tercampur atau terkontaminasi sampai tingkat yang signifikan, atau di atas ambang batas kontaminasi nasional yang ditetapkan (misalnya 2% untuk Indonesia, 5% untuk Malaysia), BAN dan Nexus3 mendesak agar Dirjen PSLB3 harus me nemukan deklarasi terlampir atau hasil pengujian yang menyertai pengiriman, atau harus mensyaratkan pernyataan itu sebagai bagian dari tumpukan dibuka.

Beberapa pengujian dilakukan untuk menentukan persentase bahan non-target (bukan polimer yang akan didaur ulang oleh fasilitas daur ulang).

Pengujian kemungkinan perlu menyertakan identifikasi polimer apa saja yang ditemukan untuk menentukan apakah campuran ditemukan, apakah terdapat bahan non-plastik seperti kain atau kertas atau tanah alami.

“Jika kiriman diberi label sebagai LDPE (sejenis PE), dan polimer seperti polistiren atau PVC ditemukan di dalam tumpukan juga maka akan dengan cepat ditentukan sebagai Y48 dan jika datang dari AS maka ini ilegal,” terang dua organisasi ini.

Demikian juga, jika ditemukan persentase (misalnya lebih besar dari 2% dalam kasus Indonesia) kertas, dan kayu dan tanah dan lainnya, maka pengiriman itu akan gagal memenuhi kriteria tidak terkontaminasi.

“Sekali lagi, inspeksi visual saja kemungkinan tidak akan meyakinkan. Membuka tum pukan dan pengujian kemungkinan akan diperlukan,” jelas BAN dan Nexus3.

KLIK INI:  Kurban Asik Minim Sampah Plastik, Apa Bisa?