- Perihal Buncis dan Pengalaman Pertama Memanennya - 28/03/2024
- Bongo’, Meski Dibenci Tetap Memberi Banyak Manfaat - 26/03/2024
- Mikroplastik di Dada Ibu - 10/03/2024
Klikhijau.com – Konflik harimau dengan masyarakat memang kadang terjadi. Misalnya yang terjadi di Desa Kapa Seusak dan Desa Jambo Dalem, Kecamatan Trumon Timur, Kabupaten Aceh Selatan.
Kejadiannya pada akhir bulan Maret 2020 lalu. Seekor harimau sumatera berjenis kelamin betina dilaporkan berkonflik dengan masyarakat.
Akibat konflik tersebut, harimau betina itu dievakuasi oleh oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh, WCS-IP, dan FKL.
Harimau betina tersebut kemudian diberi diberi nama Ida. Nama Ida diambil dari dari nama dusun di mana ia diselamatkan pada proses evakuasi.
Proses evakuasi sendiri berlangsung pada tanggal 15 Juni 2020 di Dusun Ie Dalim, Desa Jambo Dalem, Kecamatan Trumon Timur, Kabupaten Aceh Selatan.
“Proses evakuasi ini dilakukan oleh BKSDA Aceh, WCS-IP, dan FKL berdasarkan hasil analisis tim teknis lapangan serta dokter hewan melalui foto dan video camera trap juga informasi tambahan dari masyarakat yang memperkirakan jika kondisi harimau tersebut mengalami gangguan kesehatan,” ujar Kepala BKSDA Aceh, Agus Arianto, Sabtu, 20 Jun 2020.
Translokasi lancar
Setelah proses evakuasi, selanjutnya dilakukan observasi untuk pelepasliaran Ida ke habitatnya. Menurut Agus selama masa observasi Ida menunjukkan kondisi yang sangat baik.
Hal ini diperkuat dengan hasil pemeriksaan sampel darah pertama dan kedua di laboratorium. Hasil screening kesehatan tersebut menjadi dasar rekomendasi Tim untu melakukan pelepasliaran harimau sumatera Ida kembali ke habitatnya di Taman Nasional Gunung Leuser.
Taman Nasional Gunung Leuser dipilih sebagai lokasi pelepasliaran setelah dipastikan sesuai, pasca diadakannya kajian dan survey kelayakan daya dukung habitat yang meliputi kajian populasi, ketersediaan pakan, dan ancaman habitat oleh BKSDA Aceh bersama-sama dengan mitra.
“Kegiatan translokasi harimau sumatera ini kemudian dilakukan oleh tim yang terdiri dari BKSDA Aceh, BBTNGL, WCS-IP, FKL, PKSL-FKH Unsyiah, kepolisian, serta didukung oleh Pemerintah Kabupaten Aceh Selatan dan masyarakat,” imbuhnya.
Kegiatan translokasi berjalan lancar dan sesuai dengan tahapan kegiatan yang telah direncanakan, yaitu menempuh perjalanan darat dan dilanjutkan dengan perjalanan menyusuri Sungai Alas sampai ke titik pelepasliaran.
“Selama proses penyelamatan harimau sumatera Ida sampai dengan translokasi, tim tetap mengedepankan protokol keselamatan dan kesehatan Covid-19 mengingat kegiatan ini dilakukan dalam masa pandemik Covid-19,” lanjut Agus.
Dan pada hari Sabtu, 20 Juni 2020, Ida resmi kembali ke habitatnya. BKSDA Aceh menghimbau kepada seluruh lapisan masyarakat untuk turut serta menjaga kelestarian habitatnya guna menghindari terjadinya konflik antara manusia dan harimau.
Putri Singguluang Juga Dievakuasi
Putri Singguluang adalah nama seekor anak harimau sumatera. Usianya masih muda, diperkirakan sekitar 1 tahun.
Putri masuk kandang jebak yang dipasang Balai Konservasi Sumber Daya Alam [BKSDA] Sumatera Barat di ladang warga.
Lokasi kejadiannya di Nagari Gantuang Ciri, Kecamatan Kubung, Kabupaten Solok, Sumatera Barat, Sabtu, 13 Juni 2020.
Putri cukup ‘bebal’, ia abai saja ketika diusir, maka untuk menghindari konflik dengan masyarakat BKSDA terpaksa mengambil tindakan, yakni memasakang jebakan.
Apalagi Putri dilaporkan sering terlihat warga. Putri Singguluang merupakan nama yang diberikan kepada anak harimau sumatera tersebut. Ini merujuk lokasi asalnya, Bukit Singguluang.
Putri kini sedang diobservasi di Pusat Rehabilitasi Harimau Sumatera Dharmasraya [PR-HSD] di Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat [Sumbar].
Putri diduga terpisah dari induknya ketika berburu mangsa. Sebelumnya, tiga ekor harimau [diperkirakan induk dan dua anak] terlihat berulang kali masuk ladang warga, sejak 7 Mei 2020.
Dilansir dari Mongabay, kemunculan harimau merupakan hal umum dan biasa terjadi di wilayah berdekatan hutan. Dari survei Tim Sintas dan BKSDA khususnya Sumatera Barat pada 2018-2019, masih banyak ditemukan individu harimau dan satwa lain.
“Hasil survei menunjukkan, populasinya cukup banyak, sehingga kecenderungan konflik memang tinggi bahkan sudah terjadi berkali. BKSDA Sumbar sudah familiar dan berpengalaman menanganinya,” ujar Hariyo T. Wibisono, praktisi konservasi harimau dari Yayasan Sintas Indonesia.