Perdagangan Satwa Liar Jadi Tantangan Global, Butuh Perhatian Serius

oleh -393 kali dilihat
Perdagangan Satwa Liar Jadi Tantangan Global, Butuh Perhatian Serius
Ilustrasi beberapa satwa liar/foto-ist
Irhyl R Makkatutu

Klikhijau.com – Bertepatan dengan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke 74. Pertemuan para pihak yang ke 18, Conference of the Parties to the Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES CoP18). Pertemuan itu adalah konferensi global yang mengatur perdagangan tumbuhan dan satwa liar. Pertemuan tersebut resmi dibuka di Jenewa – Swiss, 17 Agustus 2019 lalu.

Pada hari pertama CoP18 CITES, Indonesia menjadi tuan rumah side event. Indonesia mengusung tema “Indonesia’s Conservation Initiatives: Curbing Illegal Wildlife Trade and Strengthening Legal Market System”. Side event ini bertujuan menyampaikan upaya yang telah dilakukan Indonesia dalam konservasi tumbuhan dan satwa liar (TSL) melalui, penguatan kebijakan dan sistem perdagangan legal yang berkelanjutan sesuai dengan konvensi CITES.

“Side event ini merupakan kelanjutan dari upaya Indonesia untuk mempromosikan konservasi Indonesia, setelah pemerintah Indonesia (Cq. KLHK) melakukan hal yang sama pada Trondheim Conference on Biodiversity“, ujar Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati Ditjen KSDA KLHK, Indra Eksploitasia.

KLIK INI:  Gakkum LHK  dan BBKSDA Sulsel Amankan 43 Ekor Satwa Dilindungi

Side event diikuti lebih dari 150 orang yang memadati ruang F di Palexpo, Geneva tersebut. Acara ini diselenggarakan secara kolaborasi antara KLHK sebagai Management Authority CITES dengan Kementerian Koordinator Perekonomian, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Kementerian Luar Negeri (Kemlu), LIPI, WCS Indonesia Program, Forum Gajah Indonesia, Rangkong Indonesia, Centre for Orangutan Protection Indonesia, FFI Indonesia Program, Himpunan Asosiasi Pengusaha Flora Fauna Indonesia (HAPFFI).

Kolaborasi adalah kunci

Duta Besar Hasan Kleib, Perwakilan Tetap Republik Indonesia untuk Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization – WTO) UN, WTO dan Organisasi Internasional lainnya di Jenewa. Dalam pidato pembukaannya menyampaikan bahwa perdagangan ilegal satwa liar merupakan tantangan global yang membutuhkan perhatian yang sangat serius.

Hal ini dikarenakan perdagangan ilegal menimbulkan ancaman serius terhadap penurunan spesies. Bukan hanya itu, juga  kerusakan ekosistem serta pemiskinan masyarakat lokal, sehingga tidak hanya menjadi isu konservasi namun juga multidimensi yang sangat kompleks.

“Kolaborasi adalah kunci untuk memperkuat dan mempercepat tindakan menghadapi tantangan perdagangan ilegal satwa liar yang terus berkembang” ungkapnya.

KLIK INI:  Pengawasan Perdagangan Ilegal Satwa Dilindungi Diperkuat

Berbagai tanggapan dan diskusi dalam side event hari ini tersebut menjadi sarana mendapat masukan dan perspektif dari para pihak. Guna meningkatkan efektivitas kebijakan dan eksplorasi kebijakan dalam menghadapi perdagangan satwa liar ilegal.

Indonesia siap bekerja sama bersama dengan Member Parties, Sekretariat CITES, Lembaga PBB, Organisasi Internasional, pihak swasta dan masyarakat sipil untuk mempercepat upaya bersama dalam pemberantasan perdagangan ilegal satwa.

Tampil sebagai pembicara dalam acara itu adalah pihak Pemerintah Indonesia (KLHK dan KKP), Pemerintah Malaysia, Pemerintah Republik Rakyat Tiongkok (RRT) dan ASEAN Centre Biodiversity (ACB). Pemaparan dan diskusi dipandu oleh Nining Ngudi Purnamaningtyas, Kepala Sub Direktorat Penerapan Konvensi Internasional, Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati, Ditjen KSDAE KLHK.

Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati Laut KKP, Andi Rusandi, menekankan bahwa upaya konservasi hiu dan pari yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia jauh lebih ketat daripada pengaturan CITES. Khususnya Apendix II dengan memberikan perlindungan penuh untuk hiu paus dan pari manta.

Kerjasama melalui edukasi dan kampanye

Indonesia juga tetap berupaya menguatkan keterlibatan masyarakat serta menyelesaikan setidaknya 15 kasus pelanggaran peraturan perlindungan Hiu dan Pari di Indonesia yang ditangani sejak tahun 2015 sudah dilakukan penanganan 15 kasus pelanggaran peraturan perlindungan Hiu dan Pari di Indonesia.

KLIK INI:  Sungguh Memikat Namun Berbahaya, Berikut 5 Jenis Satwa Beracun di Indonesia

Selanjutnya Ardi Risman, Kasubdit Pencegahan dan Pengamanan Hutan wilayah Sumatera, dari Direktorat Jenderal Penegakan Hukum KLHK, menyampaikan bahwa Pemerintah Indonesia juga telah berhasil menangani 247 kasus dan 170 diantaranya dari kasus tersebut telah berhasil diproses lebih lanjut menjadi P21.

Terkait kejahatan satwa liar, Dalam kurun waktu 3 tahun terakhir, Indonesia juga telah berhasil mengungkap perdagangan illegal lebih dari 99 jenis satwa secara online. Upaya ini berkat kolaborasi dan dukungan dari berbagai mitra pemerintah termasuk LSM.

Lebih lanjut Clarissa D. Arida dari ASEAN Center for Biodiversity ACB menyampaikan apresiasi terhadap upaya pemerintah Indonesia. Ia siap untuk terus memberikan dukungan terhadap upaya-upaya konservasi di wilayah Asia Tenggara termasuk Indonesia. Salah satu program yang sedang dilaksanakan adalah mendukung program konservasi ASEAN Heritage Park. Mr. Oswald Bracken dari Forest Department Sarawak, Malaysia mengatakan bahwa kolaborasi kedua negara sangat erat.

KLIK INI:  Populasi Meningkat, Konservasi Satwa Liar Prioritas di Indonesia Libatkan Masyarakat

Malaysia, sebagai negara tetangga yang berbagi wilayah di pulau Kalimantan, memiliki pandangan yang sama akan perlunya upaya konservasi TSL. Tantangan terberat dalam isu penegakan hukum lintas negara adalah perbedaan status perlindungan spesies itu sendiri.

Sementara itu, Perwakilan dari China, Yuan Liangchen dari China National Forestry and Grassland Administration. Dalam pesannya juga menyebutkan bahwa Indonesia dan China telah memiliki kerjasama terkait isu-isu kehutanan dan juga pelaksanaan CITES. Saat ini, China ingin memperkuat upaya kerjasama antara lain melalui edukasi dan kampanye. Langkah itu menyasar  berbagai negara termasuk Indonesia dalam mengatasi perdagangan ilegal satwa liar.

Dalam penutupnya, Kepala Sub Direktorat Penerapan Konvensi Internasional KLHK, Nining Ngudi Purnamaningtyas, menegaskan kembali pernyataan Hasan Kleib.  Pernyataan itu, yakni upaya konservasi dan pemberantasan perdagangan ilegal satwa liar tidak dapat dilakukan sendiri. Upaya kolaborasi dengan semua pihak menjadi hal yang penting dalam isu yang multidimensi dan kompleks.(*)

KLIK INI:  2019, BBKSDA Sulsel Selamatkan Puluhan Satwa Liar Dilindungi, Sebagian Besar Serahan Masyarakat