Pentingnya Penyelarasan Konservasi dengan Kepercayaan Masyarakat dalam Penanganan Buaya Muara di Sulsel

oleh -9 kali dilihat
Evakuasi buaya muara-foto/Ist

Klikhijau.com – Buaya muara (Crocodylus porosus) yang muncul saat terjadi banjir di Kota Makassar membuat gempar. Seketika menjadi viral di media sosial (medsos).

Bukan kemunculannya yang membuatnya viral, tapi aroma “mistik” yang mengiringinya. Beberapa warga Kelurahan Tamangapa menyatakan dirinya sebagai kerabat buaya tersebut. Salah seorang warga meyakini bahwa kakeknya yang berusia 100 tahun merupakan saudara kembar buaya.

Buaya muara tersebut muncul di permukiman warga saat banjir melanda wilayah Kampung Kajang, Lorong 1, Kelurahan Tamangapa, Kecamatan Manggala, Makassar, pada Rabu (12/2/2025) pukul 23.00 WITA.

Untuk menghindari hal yang tidak terkendali, buaya tersebut dievakuasi oleh tim Damkar bersama warga Kelurahan Tamangapa pada Kamis (13/2) pukul 12.37 WITA dan selanjutnya diserahkan kepada Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sulawesi Selatan serta dilakukan perawatan sementara.

KLIK INI:  Bank Dunia Dukung Program Pengurangan Emisi di Kalimantan Timur

Masyarakat Bugis-Makassar memiliki kepercayaan tradisional bahwa buaya adalah saudara manusia. Kepercayaan ini berasal dari mitos lama yang menyebutkan bahwa setiap manusia memiliki saudara kembar dari alam air, salah satunya adalah buaya.

Beberapa masyarakat Bugis-Makassar percaya bahwa buaya kembar lahir dari air ketuban yang pecah saat ibu melahirkan. Dalam kitab Lagaligo, terdapat kisah dewa dan dewi yang turun ke bumi dengan duduk di atas punggung buaya.

Sehubungan dengan kepercayaan tradisional tersebut, warga yang mengaku sebagai kerabat buaya meminta buaya dipelihara di rumah atau dilepaskan. BBKSDA Sulawesi Selatan bersama aparat keamanan dan pemerintah terkait telah memberikan penjelasan status buaya sebagai satwa dilindungi yang perlu dijaga dan dilestarikan selaras dengan kearifan lokal masyarakat. Selanjutnya menjelaskan bahwa buaya merupakan satwa buas dan dapat mengancam keselamatan manusia apabila dipelihara di rumah.

KLIK INI:  BBKSDA Sulsel Peringati Hari Hutan dan Air dengan Kampanye Konservasi dan Tanam Pohon Bersama

Merespons hal tersebut, BBKSDA Sulawesi Selatan bersama Lurah Tamangapa, Camat Manggala, Polsek Parangloe, Polres Gowa dan Koramil Parangloe menawarkan beberapa solusi sebagai jalan tengah, sebagai berikut :

  1. BBKSDA Sulawesi Selatan akan melakukan pelepasliaran ke habitat yang sesuai.
  2. Buaya muara tetap berada dalam penanganan BBKSDA Sulawesi Selatan, namun warga yang mengaku sebagai kerabat buaya dapat mengunjungi di lokasi perawatan.
  3. Warga yang mengaku sebagai kerabat buaya disarankan mengurus izin sesuai ketentuan dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 18 Tahun 2024 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar dalam Bentuk Penangkaran, Pemeliharaan untuk Kesenangan, Perdagangan, dan Peragaan.
KLIK INI:  Hari Bakti Rimbawan Ke-36, Tanam Pohon Bersama di Taman Buru Ko'mara

Dalam penanganan interaksi negatif manusia dengan satwa liar BBKSDA Sulawesi Selatan berpedoman pada :

  1. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.53/MENHUT-II/2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.48/MENHUT-II/2008 tentang Pedoman Penanggulangan Konflik antara Manusia dan Satwa Liar.
  2. Peraturan Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Nomor P.9/KSDAE/SET/KSA.2/11/2018 tentang Petunjuk Pelaksanaan Unit Penyelamatan Satwa Liar (Wildlife Rescue Unit).
KLIK INI:  BBKSDA Sulsel Jalin MoU dengan Klikhijau untuk Penguatan Literasi Konservasi

Beberapa kegiatan yang telah dilakukan BBKSDA Sulawesi Selatan dalam penanganan interaksi negatif  manusia dengan satwa liar, antara lain:

  1. Penyuluhan dan sosialisasi intensif guna memberikan pemahaman dan pengetahuan masyarakat akan pentingnya pelestarian hutan dan satwa serta keberadaan dan status satwa di habitatnya.
  2. Pemasangan papan informasi di lokasi berupa himbauan terhadap keberadaan satwa dan kewaspadaan bagi yang berada di sekitar habitat.
  3. Memonitor habitat dan populasi buaya.
  4. Mendorong adanya perizinan pemanfaatan buaya muara.
  5. Melakukan pengembalian satwa liar ke habitatnya.
  6. Meningkatkan kapasitas Tim WRU dalam rangka penanganan konflik satwa liar seperti handling dan restrain satwa liar.

BBKSDA Sulawesi Selatan terus meningkatkan edukasi kepada masyarakat tentang penanganan interaksi negatif antara manusia dengan satwa liar serta memperkuat koordinasi dengan instansi terkait guna memastikan keselamatan manusia dan satwa liar.

Upaya pemasangan papan himbauan, sosialisasi, serta pemantauan di lokasi-lokasi rawan konflik juga terus ditingkatkan. Konservasi dengan kepercayaan tradisional harus mendukung keselarasan manusia dengan alam.

KLIK INI:  Forum PKDM Minta Hentikan Perambahan Hutan di Tepi Danau Matano