Penghentian Reklamasi Teluk Benoa Bali Terhalang Perpres

oleh -948 kali dilihat
Penghentian Reklamasi Teluk Benoa Bali Terhalang Perpres
Reklamasi Teluk Benoa - Bali/backpackerjakarta.com

Klikhijau.com – Pemerintah Indonesia menetapkan Teluk Benoa di Provinsi Bali sebagai Kawasan Konservasi Maritim (KMK) lewat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 46/2019. Namun, regulasi tersebut masih lemah dalam upaya penghentian proyek reklamasi.

Susan Herawati, Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) mengatakan, seharusnya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) lebih peka terhadap situasi yang terjadi di Tanjung Benoa.

Bagi Susan, Kepmen yang ditetapkan KKP masih lemah kedudukannya dibandingkan Perpres No. 51/2014 tentang Perubahan Atas Perpres No. 45/2011 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan (Sarbagita).

“Perpres ini dinilai menjadi biang kerok dijalankannya proyek reklamasi di Teluk Benoa, yang telah mendapatkan penolakan keras dari masyarakat Bali selama lima tahun terakhir ini,” kata Susan di Jakarta, Selasa, 15 Oktober 2019.

KLIK INI:  Pelaku Industri Kayu di Sulsel Menjerit di Masa Pandemi, Minta Bantuan Modal ke Pemerintah

Seperti dilansir dari Mongabay, Perpres itu menjadi landasan penting dalam pelaksanaan reklamasi. Susan menjelaskan, Perpres tersebut dinilai masih akan melanggengkan proyek reklamasi karena masih menyamakan upaya revitalisasi dengan reklamasi. Padahal artinya berlainan.

“Pasal 101A disebutkan bahwa upaya revitalisasi dapat dilakukan, termasuk dengan melakukan reklamasi paling luas 700 hektare di seluruh kawasan Teluk Benoa,” ucapnya.

Dia berpendapat upaya penghentian reklamasi Teluk Benoa bisa terjadi jika Perpres No. 51/2014 tersebut dicabut. Tanpa pencabutan Perpres tersebut segala regulasi yang ditetapkan oleh Kementerian atau Lembaga yang berwenang lain tidak akan cukup kuat secara legal-konstitusional.

Presidenlah yang mempunyai otoritas secara konstitusional untuk menyelesaikan polemik tersebut. Susan bertutur tidak ada alasan yang bisa menghalangi Presiden untuk mencabut Perpres No. 51/2014 yang pernah ditandatangani oleh Presiden sebelumnya, Susilo Bambang Yudhoyono tersebut.

Kaidah ilmu hukum yang disebut sebagai in dubio pro natura yang memiliki arti, Presiden atau Penyelenggara Negara wajib mendahulukan keberlangsungan lingkungan hidup dan masyarakat jika memiliki keraguan untuk memutuskan sesuatu.

Selain mencabut, Presiden juga berwenang untuk melindungi keberlanjutan lingkungan hidup dan masyarakat di Tanjung Benoa.

KLIK INI:  Musisi Tony Rastafara Ajak Warga Bali Ramaikan Pesta UMKM “Apa Kabar Kita”
Hak masyarakat pesisir

Terdapat empat jaminan hak masyarakat pesisir yang diatur dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 3/PUU-VIII/2010. Meliputi hak untuk melintas dan mengakses laut; hak untuk mendapatkan perairan yang bersih dan sehat; hak untuk mendapatkan manfaat manfaat dari sumber daya pesisir dan laut; dan hak untuk mempraktikkan adat istiadat.

Dalam putusan MK tersebut, disebutkan wilayah laut Indonesia memiliki luas 5,8 juta kilometer, dengan lebih dari 17.500 pulau yang dikelilingi garis sepanjang 95.00 kilometer. Garis pantai terpanjang kedua di dunia setelah Kanada. Diperkirakan masyarakat pesisir mencapai 16,42 juta jiwa dan mendiami 8.090 desa.

Bagi masyarakat Hindu Bali, Teluk Benoa merupakan kawasan suci. Ini ditetapkan dalam Keputusan Pesamuhan Sabha Pandita Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Pusat No.03/Sabha Pandita Parisada/IV/2016 tanggal 9 April 2016 tentang Kawasan Suci Teluk Benoa.

Menurut Brahmantya Satyamurti Poerwadi Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut KKP menjelaskan, di Bali tak sekadar sebagai tempat ritual keagamaan, tapi juga sumber daya pangan.

“Wilayah pesisir dan laut telah menjadi tempat hidup dan kehidupan dari jutaan masyarakat Indonesia,” kata Brahmantya. Dia menambahkan, mengingat Teluk Benoa sudah menjadi KKM, reklamasi harusnya dihentikan.

KLIK INI:  Bali Terancam Mengalami Intrusi pada 2025, Bagaimana di Kota Anda?