Penerbangan Lebih Ramah Lingkungan Jika Ketinggian Pesawat Diubah

oleh -546 kali dilihat
Penerbangan Lebih Ramah Lingkungan Jika Ketinggian Pesawat Diubah
Ilustrasi pesawat/foto-Airmagz
Irhyl R Makkatutu
Latest posts by Irhyl R Makkatutu (see all)

Klikhijau.com – Masih ingat kisah sepasang kekasih Lorenz Keyßer dan Giulia Fontana. Keduanya menolak naik pesawat jika bepergian.

Keduanya menganggap pesawat adalah penyumpang polusi udara yang besar. Maka, demi cintanya kepada lingkungan, sepasang kekasih itu pun enggan naik pesawat.

Gerakan yang dilakukan sepasang kekasih itu, juga dilakukan oleh aktivis iklim Greta Thunberg. Ia berlayar dengan kapal bertenaga surya dari Swedia melintasi Samudra Atlantik selama 15 hari. Saat itu Thunberg akan memenuhi undangan KTT perubahan iklim di Kantor PBB, New York, AS. Transportasi tersebut ia pilih lantaran tidak menimbulkan polusi udara.

Gerakan seperti itu dikenal dengan flight shaming. Sebuah gerakan yang lahir di Swedia itu merupakan gerakan menolak naik pesawat untuk mengurangi polusi udara yang disebabkan oleh pesawat.

KLIK INI:  Kurangi Polusi Udara, Industri Penerbangan akan Bayar 'Pajak Polusi'?

Bagi penganut flight shaming, industri penerbangan dianggap musuh bagi lingkungan. Namun, sepertinya anggapan itu akan berubah arah.

Kini ada sebuah studi yang menunjukkan ada langkah sederhana yang bisa dilakukan untuk mengurangi emisi karbon dari pesawat, yakni mengubah ketinggian pesawat saat terbang. Langkah sederhana itu diyakini dapat mengubah dampak pesawat kepada lingkungan secara drastis.

Studi itu dilakukan oleh pada para ilmuwan di Imperial College London. Mereka menyimpulkan bahwa kerusakan iklim yang disebabkan oleh satu konsekuensi dari penerbangan dapat dikurangi sebanyak 59% dengan mengubah ketinggian terbang beberapa ribu kaki.

Jika temuan itu benar, tentu akan menjadi kabar bagus bagi dunia penerbangan. Menurut NASA, pesawat membentuk contrails, yakni sejenis awan es yang dibentuk oleh pesawat ketika uap air mengembun di sekitar partikel debu kecil, yang memberi uap energi yang cukup untuk membeku.

Berhenti produksi contrails

Ada sebuah studi lain pada bulan November 2019, studi tersebut dilakukan oleh ilmuwan MIT, mereka menyimpulkan bahwa contrails menyumbang 14% dari kerusakan kualitas iklim dan udara per unit bahan bakar penerbangan terpakai. Contrails juga dapat menghalangi panas keluar dari bumi.

Marc Stettler yang terlibat dalam studi tersebut mengungkapkan bahwa sifat contrails tidak bertahan lama, maksimum sekitar 18 jam,

KLIK INI:  Melacak Kendaraan yang “Tak Berdosa” sebagai Penyebab Polusi Udara

“Jika kita berhenti memproduksi contrails, efeknya akan hilang pada hari berikutnya,” katanya.

Bagi Marc, berhenti memproduksi contrails adalah cara agar industri penerbangan dapat dengan cepat mengatasi dampaknya terhadap perubahan iklim.

Menerbangkan pesawat terbang lebih tinggi atau lebih rendah dapat membantu menghilangkan contrails. Karena mereka hanya terbentuk di area atmosfer yang lebih tipis, dengan kelembaban tinggi.

“Apa yang kami tunjukkan adalah bahwa Anda dapat melakukan sedikit modifikasi pada ketinggian penerbangan, dan menghindari penerbangan itu untuk membentuk contrails,” kata Marc seperti yang dikutip dari Nationalgeographic.

Perjalanan udara saat ini berkontribusi antara 2-3% dari seluruh emisi CO2 global dan ini akan tetap menjadi masalah bahkan jika pesawat terbang di ketinggian yang berbeda.

Untuk memastikan temuan itu berjalan, Marc mengatakan timnya sedang berdiskusi dengan otoritas penerbangan tentang bagaimana penelitian mereka dapat bekerja secara praktis.

Jika benar temuan tersebut bisa diaplikasikan dan terbukti bisa mengurangi polusi udara, apakah gerakan menolak naik pesawat bisa berhenti?

KLIK INI:  Komisi IV DPR Dukung Pelestarian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Berkelanjutan