Pemuda Ini Menanam Sorgum demi Mengembangkan Pangan Alternatif

oleh -2,196 kali dilihat
Kenali 3 Sumber Karbohidrat Selain Beras yang Mulai Ditinggalkan
Sorgem - Foto: Ist
Anis Kurniawan

Klikhijau.com – Sorgum (Sorghum spp), satu tanaman pangan alternatif yang dulu banyak dibudidayakan sebagai pengganti beras atau jagung. Entah sejak kapan, sorgum mulai langka bahkan hanya tinggal kenangan.

Sorgum atau dalam bahasa Jawa disebut gondem justru tumbuh liar tak terawat. Hal itulah yang menginspirasi seorang petani muda di Brebes Jawa Tengah untuk menamamnya kembali.

Namanya Abadi Sukandar, petani muda asal desa Tegal Gandu Brebes yang menanam tanaman langka ini sejak Februari lalu. Tak tanggung-tanggung, Abadi Sukandar menanam gondem di atas lahan seluas 3000 meter persegi.

“Saat ini gondem semakin jarang orang yang konsumsi. Padahal orang tua saya dahulu suka menanamnya. Rasanya enak mas,” cerita Sukandar pada Klikhijau, 4 Juni 2020.

Varietas sorgum yang dikembangkan Abadi adalah bioguma, samurai, numbu dan super satu. Untuk varietas bioguma, dikembangkan Abadi di lahan seluas 2000 meter persegi. Sedangkan varietas lainnya ditanam di atas lahan seluas 1000 meter persegi.

KLIK INI:  Samsudin, Pendongeng Keliling yang Mengedukasi Pelestarian Satwa Langka

Lalu bagaimana prospek ekonominya saat ini? Sukandar mengaku menanam gondem untuk konsumsi sendiri. Selebihnya juga berencana dijual. “Kalaupun ada yang beli paling sedikit saja,” katanya.

Seperti diketahui, harga pasaran gondem saat ini ada di kisaran antara Rp10 ribu sampai Rp12 ribu per kilogram.

Sorgum yang sudah dipanen dapat diolah dengan beragam panganan. “Biasanya diolah jadi gondem kelapa, bongkos poci dan jalabiyah. Kalau dibuat tepung sepertinya belum ada,” kata Sukandar.

Abadi mengakui, usahanya untuk mengembangkan tanaman ini memang tidak mudah. Saat memulai tanam pertama kali, tidak semua benih yang ditanamnya tumbuh. “Banyak yang gagal tumbuh,” ujarnya. Karena itu, terpaksa dia mengganti benih yang gagal tumbuh dengan benih baru yang terlebih dulu disemai. “Istilahnya disulam,” kata Abadi.

Hanya saja, karena umur benih tidak seragam, maka usia panen pun menjadi tidak seragam. Kendala berikutnya ketika sudah tumbuh, adalah serangan hama burung emprit yang memakan tanaman sorgum ketika sudah berbuah.

KLIK INI:  Kisah Tini, Perempuan Tuna Netra Penjaga Owa Jawa di Hutan Lekong

Jika berhasil, Sukandar mengaku akan memulai mengembangkan sorgum dalam skala luas. “Rencana pengembangan tanaman sorgum saya akan tanam 1 sampai 2 hektare, untuk musim tanam berikutnya pada bulan Agustus,” tegasnya.

Abadi Sukandar menanam sorgum
Abadi Sukandar memegang Sorgum – Foto/Ist
Manfaat sorgum

Abadi juga berharap semakin banyak orang yang menanam sorgum sebagai pangan alternatif. “Banyak tanaman sorgum di sini hanya tumbuh liar dan terbengkalai. Tidak ada orang yang memanfaatkannya. Padahal, sorgum memiliki cita rasa yang enak mas,” tutur Abadi.

“Dengan menanam ini saya juga ingin mengajak yang lain mengembangkannya. Ini pangan lokal yang perlu dilestarikan kembali,” pungkasnya.

Gondem mengandung serat tinggi dan kandungan protein yang bahkan setara dengan jagung sebesar 10,11 persen.

Kandungan pati dari gondem bahkan lebih tinggi dari jagung yakni sekitar 80,42 persen, sedangkan jagung hanya 79,95 persen. Tanaman ini memang layak dibudidayakan sebagai pangan alternatif karena manfaatnya yang jauh lebih baik dari tepung terigu.

Hal ini karena gluten free serta memiliki angka glikemik index  yang rendah. Gondem bisa diolah menjadi tepung sehat dan cocok untuk diet. Abadi telah memulai menanamnya kembali, ia ingin mengembalikan sumber-sumber pangan masa lalu—satu cara bijak mengatasi ancaman krisis pangan.

KLIK INI:  Berdaulat Pangan Melalui Keragaman Pangan Lokal