Pembalakan Liar Mangrove Lantebung, Kado Pahit Makassar di Hari Bumi

oleh -344 kali dilihat
Pembalakan Liar Mangrove Lantebung, Kado Pahit Makassar di Hari Bumi
Pembalakan Liar Mangrove Lantebung, Kado Pahit Makassar di Hari Bumi/foto-Liputan6
Irhyl R Makkatutu
Latest posts by Irhyl R Makkatutu (see all)

Klikhijau.com – Suatu hari jelang senja di tahun 2018 lalu. Saya bertemu dengan Saraba, lelaki paruh baya yang tinggal di Kelurahan Bira, Kecamatan Tamalanrea, Makassar. Ia bercerita banyak hal perihal Hutan Mangrove Lantebung. Tempat asyik yang ada di pesisir utara Makassar.

Saraba, merupakan orang yang berjuang melestarikan Hutan Mangrove Lantebung, Makassar. Dan hari ini, 22 April harusnya Saraba merayakan Hari Bumi dengan gembira. Sebab salah satu usahanya menyelamatkan bumi ‘hampir’ berhasil dengan adanya Hutan Mangrove Lantebung.

Iya, setiap tanggl 22 April di tahun berjalan diperingati sebagai Hari Bumi. Perayaan hari bumi biasanya banyak diwarnai dengan aksi lingkungan.

KLIK INI:  Hutan Merdeka V: Keberhasilan Masyarakat Jaga Mangrove sebagai Laboratorium Pengetahuan 

Namun, tahun ini Hari Bumi berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Semuanya disebabkan oleh adanya pandemi Covid-19 yang menyerang.

Di Makassar misalnya, di mana Saraba menjadi warga, Hari Bumi biasa dirayakan dengan berbagai atraksi. Hanya saja tahun ini hal itu tidak lagi terwujud.

Meski begitu, Makassar tetap mendapat kado Hari Bumi. Kado yang miris tentunya. Sebab beberapa hari lalu terjadi pembalakan liar Hutan Mangrove Lantebung yang terletak di Kelurahan Bira, Kecamatan Tamalanrea, Kota Makassar

Kabar itu bukan hanya meresahkan, tapi juga mengancam kehidupan warga pesisir di sebelah utara Makassar itu.

“Akibat kejadian ini, nelayan di Lantebung terancam kehilangan sumber penghasilan seperti ikan dan kepiting. Kasihan nelayan di Lantebung ini karena hasil tangkapan kepiting,” ungkap Saraba beberapa waktu lalu.

Dapat kecaman dari aktivis lingkungan

Pembalakan liar ratusan mangorove di Lantebung itu merupakan kado pahit Kota Makassar di Hari Bumi hari ini, 22 April 2020.

Kado pahit itu dikadokan oleh PT. Dillah Grup. Dengan cerdas PT. Dillah Grup diduga memanfaatkan momen social distancing, khususnya jelang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Kota Makassar.

Saat warga dan pemerintah fokus menangani Corona, PT Dillah Grup datang tanpa ampun membabat ratusan pohon mangrove yang sudah berusia puluhan tahun. Mereka merobohkannya dalam waktu singkat.

Mereka menggunakan alat besar ekskavator. Padahal, Kawasan Hutan Mangrove Lantebung ini telah ditetapkan sebagai kawasan ekowisata.

Adanya pembalakan liar itu melahirkan kecaman dari berbagai aktivitas lingkungan, khususnya yang tergabung dalam Koalisi Save Spermonde. Tidak hanya aktivitis lingkungan, tetapi juga warga setempat.

Kecaman dari warga setempat sangatlah wajar karena mereka akan menanggung akibatnya, serangan abrasi bisa saja datang menerjang dan perekonomian warga sekitar bisa saja lumpuh.

KLIK INI:  Selamat, SD Negeri Borong Makassar Raih Adiwiyata Nasional 2021

Aktivis lingkungan, Muhammad Al Amin selaku Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Sulawesi Selatan mengatakan, mangrove di Lantebung merupakan kawasan mangrove terakhir di Kota Makassar yang memiliki fungsi ekologis yang tinggi bagi masyarakat yang tinggal di sekitarnya.

“Tentu perusakan yang terjadi baru-baru ini menjadi semacam tamparan bagi banyak orang, di mana karya kita, jerih payah kita, dirusak oleh mereka padahal pemerintah kota sudah memberikan ruang yang cukup aman bagi kawasan mangrove di sana,” ujar Amin.

kategori perlindungan terbatas

Padahal dalam peraturan daerah (Perda) RT RW Kota Makassar telah dijelaskan bahwa mangrove di Lantebung masuk dalam kategori perlindungan terbatas.

“Sehingga ketika ada yang melakukan perusakan, itu sudah sangat bertentangan dengan kebijakan pemerintah,” katanya.

Tidak hanya Walhi yang mengecam, tetapi juga Yayasan Blue Forest, menurutnya Hutan Mangrove Lantebung merupakan hasil kerja sama dari berbagai pihak sehingga wajar jika banyak pihak yang merasa marah dengan kejadian ini.

“Kenapa saya begitu marah ketika Lantebung dibuat seperti itu, karena memang ini ancaman kita. Banyak sekali pihak yang masuk ke Lantebung untuk melakukan upaya konservasi dan perlindungan mangrove,” ungkap Yusran Nurdin.

KLIK INI:  Berkah Bakau yang Memukau di Utara Makassar

Yusran merupakan bagian dari Yayasan Blue Forest. Baginya kejadian di Lantebung adalah keresahan bagi banyak pihak, bukan hanya masyarakat di Lantebung. Ini adalah keresahan bersama yang memang perlu untuk direspon dengan alat kebijakan, aturan dan intervensi pemerintah yang lebih kuat.

Saya membayangkan betapa kecewanya para aktivis lingkungan dengan adanya peristiwa itu. Terutama Saraba, lelaki paruh baya yang telah berjuang puluhan tahun demi lestarinya Hutan Mangrove Lantebung

“Yang jelas dan pasti kami dari berbagai komunitas peduli lingkungan sangat kecewa dengan kejadian ini. Karena usia pohon Mangrove yang ikut terangkat dengan akarnya itu usianya 30 hingga 40 tahun,” kata Saraba, Jumat 17 April 2020 lalu.

Saat itu saya datang mengunjungi Saraba di rumahnya di tahun 2018 lalu. Kami berbincang hangat perihal Mangrove Lantebung yang ia perjuangkan.

Ia bercerita dengan antusias, memperlihatkan beberapa penghargaan. Namun, dengan adanya pembalakan liar itu, tentu akan mengubah cerita Saraba perihal manggove menjadi cerita sedih.

KLIK INI:  Mempromosikan Adaptasi Berbasis Ekosistem Melalui Restorasi Wilayah Pesisir Terpadu