- Peneliti Remaja se-Kabupaten Bulukumba Paparkan Potensi dan Ancaman di DAS Balantieng - 17/06/2025
- Kaum Muda Lintas Iman Kota Bandung Perkuat Kapasitas Jurnalisme, Suarakan Keadilan Iklim - 17/06/2025
- Mentoring Penulisan Berita dan Artikel, Forsi LHK Sulsel Gelar Sesi Berbagi Literasi Secara Daring - 16/06/2025
Klikhijau.com – Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sulawesi Selatan (BBKSDA Sulsel) menggelar pelatihan interpretasi keanekaragaman hayati bagi para pemandu wisata lokal di Mamasa (26-28/5/2025).
Kegiatan ini terselenggara atas Kerjasama Forest Programme IV yang merupakan program Kerjasama pemerintah Republik Federal Jerman dan Pemerintah Republik Indonesia.
Tujuan program Forest Programme IV adalah pemanfaatan berkelanjutan dan pengembangan hutan dan lahan pertanian serta pelestarian hutan primer untuk memperbaiki kondisi Daerah Aliran Sungai Lariang Mamasa, keanekaragaman hayati dan penghidupan di Kabupaten Mamasa dan Mamuju Sulawesi Barat.
Pelatihan interpretasi keanekaragaman hayati bertujuan untuk meningkatkan kemampuan dalam menjelaskan kondisi keanekaragaman hayatidan ekosistem pada pengunjung Taman Nasional Gandang Dewata (TNGD).
Selain itu, pelatihan ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran lingkungan para pemandu lokal dalam menyambut potensi wisata alam di taman nasional.
Peserta yang hadir sebanyak 30 orang yang terdiri atas pemandu pendakian yang telah tersertifikasi dan pemandu wisata lokal di sekitar TNGD.
Hadir sebagai pengajar dalam pelatihan ini adalah dosen dari Fakultas Kehutanan Universitas Sulawesi Barat (Unsulbar) dan tim peneliti dari Klikhijau.com.
Selama tiga hari peserta diberi materi mengenai teknik identifikasi flora serta teknik-teknik dasar dalam membangun pola komunikasi efektif.
Para pemandu diharapkan memiliki wawasan yang lengkap mengenai potensi keanekaragaman hayati, khususnya yang statusnya endemik dan tumbuh khas di sekitar kawasan TNGD.
Pengajar dari Klikhijau yang diwakili Anis Kurniawan dan Irfan Palippui lebih banyak membahas tentang pentingnya memiliki kesadaran ekologis dan keterhubungan kuat dengan ekosistem di TNGD.
Selain itu, kedua pengajar juga menguatkan kemampuan berkomunikasi dan mengelola materi pengayaan yang nantinya akan dibagikan pada para wisatawan.
Pelatihan ini berlangsung menarik dan terbilang sukses karena memadukan antara teori dan praktik lapangan. Para peserta diberi pemahaman langsung bagaimana menyambut wisatawan dari berbagai latar kebudayaan.
“Pelatihan ini diharapkan dapat memberi wawasan kepada para pemandu wisata lokal perihal komunikasi efektif yang ramah. Para wisatawan memerlukan informasi lengkap tentang TNGD. Karenanya, tugas para pemandu adalah memperkaya pengetahuan khususnya mengenai pengeetahuan lokal masyarakat di sekitar tanaman nasional akan potensi kehati di TNGD,” pungkas Anis Kurniawan.
Tentang TNGD
Taman Nasional Gandang Dewata berada di Gunung Dewata, merupakan gunung tertinggi kedua dari gugusan Pegunungan Quarles. Kawasan ini terletak di empat kabupaten, yaitu Mamasa, Mamuju, Mamuju Tengah, dan Mamuju Utara. Untuk berkunjung ke kawasan konservasi ini bisa menempuh jalur dari Polewali menuju Mamasa atau bisa juga dari Mamuju ke Kecamatan Tabulahan.
Gandang Dewata ditetapkan sebagai taman nasional ke-53 di Indonesia pada Oktober 2016 dengan luas 180.078 hektare. Kawasan ini dikelola oleh Balai Besar KSDA (Konservasi Sumber Daya Alam) Sulawesi Selatan.
Taman Nasional Gandang Dewata merupakan salah satu wilayah yang dilalui Garis Wallace, garis yang memisakan wilayah geografi hewan Asia dan Australasia. Kawasan ini memiliki kekayaan keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Beberapa spesies yang ada bahkan sangat khas dan hanya ada di kawasan TNGD.
Berdasarkan penelitian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada 2013, Taman Nasional Gandang Dewata merupakan habitat bagi sejumlah burung endemik dan ditemukan pula spesies-spesies baru. Terdapat 417 jenis burung di Sulawesi dengan 116 di antaranya adalah endemik.