Peneliti Menjumpai Ancaman Degradasi Akut Pelestarian Bambu di Toraja

oleh -1,016 kali dilihat
bambu di Toraja,
Hutan bambu-foto/pixabay
Anis Kurniawan

Klikhijau.com – Pelestarian bambu sangat penting, sebab sebagai salah satu Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK), bambu memiliki banyak manfaat. Bambu memiliki serat kuat yang dapat mengimbangi kekuatan kayu dari hutan. Kegunaannya istimewa yakni dapat meredam suara maupun polusi lingkungan karena menyerap nitrogen dan Karbon dioksida (CO)2 dalam jumlah tinggi.

Bambu dapat bertumbuh lebih cepat. Dalam 5 tahun sudah dapat dipanen. Selain sebagai penghasil batang juga penghasil bahan pangan yakni rebung. Di negara-negara Asia seperti Jepang, Taiwan dan China, rebung sangat digemari dan telah diekspor ke Amerika dan Eropa.

Seperti diketahui, salah satu daerah yang dikenal potensial bertumbuhnya bambu adalah di Toraja. Pada dua wilayah yakni Kabupaten Tana Toraja dan Kabupaten Toraja Utara yang berada pada ketinggian di atas 800 mdpl, terdapat 6 jenis bambu lokal. Jumlah ini termasuk yang terbanyak di antara Kabupaten lainnya di Sulawesi Selatan. Toraja menjadi salah satu pusat bambu di Sulawesi Selatan.

Namun, ancaman serius menghantui pelestarian bambu di Toraja. Laju pertumbuhan dan penggunaan yang tidak seimbang  jadi pemicu utama. Di samping belum adanya model-model pelestarian berkelanjutan dalam masyarakat.

Ancaman serius

Lestarinya tanaman bambu di Toraja, selama ini karena memang menjadi bahan utama dalam perjalanan kehidupan dan budaya masyarakat Toraja. Bambu sudah menjadi budaya masyarakat Toraja.

Sayangnya, peneliti menemukan adanya ancaman degradasi pelestarian bambu di Toraja yang bakal mengancam eksistensi tanaman satu ini.

KLIK INI:  Gubernur NTT Siap Kembangkan Bambu sebagai Tanaman Agroforestry

Peneliti dari Litbang LHK Makassar, Ir. Merryana Kiding Allo, menyebutkan, bambu di Tana Toraja tetap eksis karena sudah menjadi budaya. Sayangnya, kata Merry, bambu sekarang yang ada itu merupakan warisan. Bukan hasil tanam generasi sekarang, sehingga di Toraja sebagian rumah Tongkonan  secara perlahan itu kondisi bambunya sudah mulai tereduksi oleh massifnya penggunaannya. Sementara laju penggunaan tidak sesuai dengan laju pertumbuhan  setiap tahunnya.

Riset Merryana Kiding Allo bersama rekannya menjumpai, satu rumpun bambu setiap tahunnya di Toraja hanya mampu memproduksi 16 (enam belas) batang.

“Bambu yang berumur 19-25 tahun maksimal hanya mampu tumbuh 16 batang saja. Bisa kita bayangkan pada suatu waktu Toraja akan menggunakan bambu dari luar. Sementara di Toraja sendiri sebenarnya bisa membudidayakannya.” Jelas Merry, Rabu 4 Maret 2020.

“Padahal, manfaat bambu itu banyak. Mulai dari akar sampai daun berfungsi seluruhnya. Bukan hanya sebagai peredam suara, pereduksi polutan, ada banyak lagi manfaatnya,” jelasnya.

Pantauan Merry juga menemukan bahwa ada tanda-tanda berkurangnya lahan bagi kelestarian bambu di Toraja. Diantaranya karena adanya pembangunan bandara.

KLIK INI:  Kumpulan Artikel dan Berita Mengenai Tanaman Monstera Sepanjang Tahun 2020

“Bahkan, ada beberapa bagian bambu kami dirusak dan itu sudah kami sampaikan secara prosedur kepada pemerintah setempat maupun Dinas Kehutanan sebagai pemangku wilayah. Tapi penanganannya sebatas turun ke lapangan kemudian memverifikasi. Jadi, tidak ada follow up-nya, sehingga masyarakat itu tidak takut masuk dalam lahan.

Merry punya pengalaman buruk selama kurang lebih 3 tahun bertugas intensif di Toraja. “Ada beberapa orang yang tindakannya terlalu ekstrem merusak tanaman bambu. Sempat kami masukkan ke sel sebagai efek jera, tapi sekarang mulai lagi. Ada sih petugas, (dua) orang di sana tentu tidak mampu menangani lahan seluas 115 ha. Ada juga tambahan personil dari Dinas Kehutanan tapi tidak onside,” ucapnya sembari tertawa lepas.

Nilai ekonomi bambu semakin tinggi

Padahal, kata Merry, dengan berkebun bambu sebenarnya bisa meningkatkan pendapatan keluarga. Karena harga rebung saat ini sudah mahal di pasaran. Selama ini pemanfaatan rebung semata-mata hanya sebagai konsumsi keluarga atau lokal saja. “Rebung itu sebagai bahan pangan ramah lingkungan sehingga kami sebisanya tidak menggunakan bahan kimia di dalam pertumbuhan,” kata Merry.

Menurut Merry, dalam satu rumpun, rebung tumbuh sampai 36. Ini tidak mutlak menjadi batang semua. Jadi yang tidak diharapkan menjadi batang, dipanen untuk dikonsumsi.

“Sebenarnya masyarakat bisa melihat. Masyarakat sudah tahu mana rebung yang dapat di konsumsi dan mana yang tidak bisa. Karena ini tanaman warisan dari nenek moyang mereka. Beracun tidaknya  itu tergantung dari komposisi sianida di dalam rebung itu,” jelas Merry.

KLIK INI:  Seperti Pernah

Sejauh ini, Merry dan rekannya intens memberikan edukasi pada masyarakat. Seperti bagaimana memelihara bamboo yang sesungguhnya. Hanya saja masyarakat tidak ingin tahu karena masih mengharap dari alam.

“Sementara ketersediaan bambu di alam semakin tua dan habis sebagai kebutuhan. Terutama, karena mengambilnya sampai ribuan batang bambu. Untuk membangun 1 pondok saja dibutuhkan 25 batang bambu,” sebut Merry.

Merry menegaskan, bila model pelestarian Bambu di Toraja tidak diperbaiki, dalam 5 sampai 10 tahun mendatang akan berkurang. Ini sangat mengkhawatirkan.

“Bambu akan meningkat nilainya setelah masyarakat mengetahui lebih jauh tentang bagaimana manfaatnya. Sejauh ini ini bambu bisa dipakai untuk konstruksi, makanan, meubel bahkan pakaian,” Merry berseloroh.

Pengalaman Merry saat berkunjung di salah satu shop di China, di sana bambu sudah diolah sebagai pakaian dalam. “Bambu diolah jadi makanan. bahkan arang bambunya dimanfaakan sebagai obat yang berfungsi sebagai penyerap racun,” tuturnya.

KLIK INI:  Wow, Kacang Hijau Kedaluwarsa Ditawar Rp1,7 Juta Perbiji?