Pelaku Industri Kayu di Sulsel Menjerit di Masa Pandemi, Minta Bantuan Modal ke Pemerintah

oleh -244 kali dilihat
Pelaku Industri Kayu di Sulsel Menjerit di Masa Pandemi, Minta Bantuan Modal ke Pemerintah
Direktur JURnaL Celebes Musam Arif dalam jumpa pers di Makassar, Sabtu (19/6/2021) - Foto/AYL

Klikhijau.com – Para pelaku industri kayu di Sulawesi Selatan mengalami kondisi sangat sulit akibat dampak Covid-19. Mereka mengharapkan pertolongan pemerintah dengan berupa bantuan modal, akses pasar, keterampilan inovatif dan penerapan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) yang tidak jadi beban tetapi memberi nilai tambah.

JURnaL Celebes yang sedang melaksanakan program pemantauan hutan dan peredaran kayu di Sulawesi Selatan menilai kondisi ini akan berdampak ganda yakni ancaman kelanjutan industri kayu, serta upaya penegakan hukum dan regulasi tata kelola kehutanan berkelanjutan.

Karena itu, JURnaL Celebes berharap pemerintah mengambil langkah strategis, bukan hanya insentif jangka pendek selama masa pandemi. Dukungan yang membuat industri kayu bisa bertahan dan bangkit dengan ketersediaan bahan baku yang legal berkelanjutan.

Data yang dihimpun JURnaL Celebes mengungkap bahwa dari hasil 25 industri kayu besar, sedang, dan kecil, yang dipantau, tak satu pun mendapatkan batuan insentif pemerintah bagi UMKM di masa pandemi.

“Industri kehabisan modal dan kesulitan memperoleh bahan baku. Tetapi di sisi lain kami juga menemukan kejahatan pembalakan liar meningkat signifikan di masa pandemi. Jangan sampai industri kayu bangkrut, sementara hutan kita pun habis,’’ jelas Mustam Arif, Direktur JURnaL Celebes dalam acara seri jumpa media dengan topik ‘’Pelaku Industri Kayu Minta Pertolongan Pemerintah Atasi Dampak Covid-19 dan Perbaiki Sistem Verifikasi Legalitas Kayu’’ di Kafe Baca, Makassar, Sabtu (19/6/2021).

KLIK INI:  Sinergitas Para Pihak, Kunci Sukses dalam Implementasi SVLK di Tingkat Tapak

Sebelumnya, JURnaL Celebes merilis hasil pemantauan bahwa pembalakan liar (illegal logging) di Sulawesi Selatan meningkat hingga 70 persen dibanding masa sebelum Covid-19.

Sementara dalam  pemantauan industri, JURnaL Celebes juga menemukan industri kayu di Sulawesi Selatan anjlok.

Pendapatan industri kayu merosot antara 30 sampai 70 persen di masa pandemi. Di Makassar ada industri kayu besar yang bangkrut, dan beberapa perusahaan berhenti sementara, dan hanya beroperasi dalam waktu tertentu.

Karena itu, akhir Mei 2021 lalu, JURnaL Celebes yang didukung Badan Pangan dan Pertanian PBB (FAO) melalui Program FLEGT (Forest Law Enforcement Governance and Trade), mengundang sejumlah pelaku industri di Sulawesi Selatan melakukan workshop.

Termasuk pelaku usaha yang tergabung dalam Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia (Asmindo) Sulawesi Selatan dan Asosiasi Pengusaha Kayu Gergajian dan Kayu Olahan Indonesia/Indonesian Sawmill and Wood Working Association (ISWA) Sulawesi Selatan.

KLIK INI:  Mengenal Merbau, Kayu Khas Indonesia Berkelas Dunia yang Terancam Punah
Pendampingan dan Jaminan Pasar Lokal

Workshop selama dua hari itu membicarakan banyak hal dengan beberapa rekomendasi. Selain butuh bantuan modal dalam jangka pendek, pemerintah diminta melakukan langkah riil agar industri kayu di Sulawesi Selatan bisa bertahan di masa pandemi dan nantinya bisa bangkit.

Salah satu masalah utama pengusaha kayu di Sulawesi Selatan adalah anjloknya permintaan pasar, terutama pasar lokal. Di masa pandemi, tidak ada permintaan. Jika selama ini industri kayu mengantungkan pada proyek-proyek pengadaan barang dan proyek properti, selama masa pandemi hampir semua proyek pengadaan dan properti tidak terlaksana.

Pelaku industri kayu juga di dalam workshop tersebut meminta pemerintah melakukan pembinaan dan pendampingan industri kayu. Pemerintah diminta turun ke lapangan untuk melihat secara langsung bagaimana kondisi industri kayu di masa pandemi.

Salah satu masalah yang dihadapi industri kayu Sulawesi Selatan adalah serbuan produk luar Sulsel, terutama dari Jawa Timur dan Jawa Tengah. Hal ini tidak sekadar persoalan kualitas, karena pelaku industri kayu dari Asmindo Sulsel menyatakan produk mereka juga berkualitas. Persoalannya adalah image masyarakat terhadap produk kayu misalnya dari Jepara.

KLIK INI:  41 Tahun Rimbawan Hadir Berbakti untuk Tanah Air dan Bangsa

Asmindo Sulsel meminta agar proyek pengadaan barang dari pemerintah dan BUMN memprioritaskan industri lokal. Sebab selama ini yang sering terjadi proyek pengadaan skala besar tidak diprioritaskan bagi industri lokal. Asmindo Sulsel juga meminta proses tender perlu melibatkan rekomendasi kelayakan dari asosiasi industri kayu.

Pelaku industri kayu di Sulawesi Selatan meminta instansi pemerintah terkait untuk melakukan pendampingan, pelatihan peningkatan kualitas produk kayu. Tidak sekadar memberikan bantuan dana, tetapi dalam situasi pandemi ini, pemerintah perlu meningkatkan kapasitas terutama dalam inovasi produksi agar bisa dipasarkan secara online. Selain itu membangun komunikasi pasar dan promosi, agar memberi image pada masyarakat bahwa produk lokal Sulsel juga punya kualitas memadai.

SVLK Jangan Jadi Beban

Pelaku industri kayu di Sulawesi Selatan juga meminta pemerintah agar implementasi Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) tidak menjadi beban industri kayu, terutama industri kecil. Pelaku industri kecil di Sulawesi Selatan menganggap SVLK sebagai instrumen kepastian legalitas kayu itu baru dirasakan manfaatnya oleh industri yang mengekspor produknya.

Sedangkan industri kecil yang juga diwajibkan mempunyai sertifikat legalitas kayu. Kenyataannya tidak ada nilai tambah antara kayu yang bersertifikat dan tidak punya sertifikat. Sementara untuk mengurus sertifikat SVLK harus mengeluarkan biaya sampai puluhan juta.

KLIK INI:  Melalui Produk EM4++, Upaya Komunitas MTS Kelola Sampah Organik di Kota Makassar

Industri kayu di Sulawesi Selatan menyatakan tidak ada masalah dengan SVLK, Bahkan SVLK dibutuhkan sebagai jaminan legalitas kayu. Industri kayu saat ini dan ke depan kredibilitasnya juga ikut ditentukan oleh sertifikasi legalitas bahan baku. Tetapi pemerintah mestinya tidak sekadar membuat aturan tanpa memberi manfaat kepada industri kecil.

Pelaku industri meminta agar pemerintah memberi nilai tambah SVLK dengan minimal membedakan harga antara kayu dari industri yang punya sertifikat legalitas kayu yang mendapatkan bahan baku melalui proses yang legal. Selain itu mestinya ada sanksi atau konsekuensi ketika bagi industri yang tidak mempunyai sertifikat legalitas kayu.

Para pelaku industri juga meminta ada subsidi biaya sertifikasi bagi industri kecil. Kalau tidak melalui subsidi secara langsung, mestinya ada klasifikasi sertifikasi antara industri kecil, menengah dan besar. Terjadi sekarang karena biaya sertifikasi disamakan, sementara keuntungan punya sertifikat baru dinikmati eksportir.

Pemerintah pernah menurunkan bantuan sertifikasi berkelompok 2018-2019. Sejumlah usaha kayu di Sulsel mendapatkan bantuan itu. Tetapi, kemudian hanya sekadar bantuan dan setelah menerima sertifikat, tidak ada nilai tambah yang diperoleh, karena itu banyak industri kemudian tidak memperpanjang masa berlaku sertifikat karena dianggap tidak bermanfaat.

Industri kayu di Sulsel juga meminta pemerintah melakukan sosialisasi SVLK dan bila perlu pendampingan terhadap industri. Sebab, banyak pengusaha kayu yang belum mengerti SVLK.

Dari pemantauan terhadap 25 industri di Sulawesi Selatan, JURnaL Celebes menemukan hanya enam perusahaan memiliki SVLK yang masih lima masih berlaku, satu tidak melakukan resertifikasi, dan selebihnya adalah industri kecil yang sebagian besar belum mengetahui SVLK.

KLIK INI:  Masyarakat Adat Sulsel Dilatih Memantau Hutan dan Kayu