Klikhijau.com – Suasana Etika Studio di Makassar, Sabtu sore (3/5/2025), tampak berbeda dari biasanya. Ratusan pecinta alam dari berbagai penjuru Sulawesi Selatan berkumpul dalam sebuah forum yang bukan sekadar temu kangen, melainkan momen strategis: Road To Kongres, sebuah dialog konstruktif yang menjadi bagian penting dari rangkaian menuju Kongres I Pecinta Alam Sulawesi Selatan Tahun 2025.
Road To Kongres ini merupakan lanjutan dari perjalanan panjang yang berawal sejak awal tahun 2020. Melalui kegiatan Tudang Sipulung I dan II yang digelar pada Januari dan Februari 2020, gagasan untuk membentuk wadah resmi pecinta alam Sulsel mulai mengemuka.
Kegiatan ini diorganisir oleh Sekretariat Bersama Pecinta Alam Sulawesi Selatan sebagai bagian dari upaya menyatukan visi, misi, dan strategi gerakan pencinta alam di Sulawesi Selatan.
Puluhan peserta dari berbagai organisasi mulai dari Organisasi Pecinta Alam (OPA/KPA), Mahasiswa Pecinta Alam (MAPALA), hingga masyarakat pemerhati lingkugan memadati lokasi.
Dialog yang dikemas dalam bentuk diskusi ini bertujuan bukan hanya untuk saling menyapa, tapi menggali potensi serta menyelaraskan pandangan antar-komunitas. Terutama dalam menyikapi isu-isu kebijakan lingkungan hidup dan pengelolaan sumber daya alam yang semakin kompleks.
“Acara ini bukan hanya tonggak menuju kongres. Ini adalah bentuk tanggung jawab moral kita sebagai penjaga bumi,” ujar Ir. Ale Yasin selaku moderator, membuka forum dengan penuh semangat.
Bukan hanya sebuah cita-cita normatif, dialog ini menghasilkan poin-poin penting yang akan menjadi bahan perumusan saat kongres nanti.
“Kita tidak bicara organisasi formalitas belaka. Kongres ini adalah gerakan moral. Kita ingin gerakan pecinta alam bisa berdampak bagi perubahan lingkungan dan sosial secara nyata,” ungkap Ale Yasin.
Anwar Nanring, sebagai pemateri dialog mengapresiasi pertemuan dan shering antar pencinta alam.
“Dialog konstruktif pecinta alam Sulawesi selatan tahun 2025 bertujuan sebagai forum diskusi untuk menggali potensi dan informasi yang berkaitan dengan kebijakan dan aturan di bidang lingkungan hidup dan pengelolaan sumber daya alam” jelas Anwar.
Dalam pemaparan latar belakang acara, disampaikan bahwa gerakan ini lahir dari kesadaran spiritual dan tanggung jawab ekologis. Dengan menyitir nilai-nilai ketuhanan dan kemanusiaan.
Kegiatan ini juga menjadi sarana untuk mengukur persepsi publik lingkungan Sulawesi Selatan terhadap kongres yang akan datang. Hasil-hasil diskusi dan masukan peserta akan menjadi bahan penting dalam penyusunan agenda kongres yang inklusif dan representatif.
Dialog ini diharapkan berdampak besar, tidak hanya secara organisatoris tetapi juga moral. Output utamanya adalah meningkatnya kesadaran generasi muda dalam melestarikan sumber daya alam secara adil. Dalam jangka menengah, diharapkan mampu meningkatkan kemampuan dan keterampilan mereka dalam menjaga lingkungan.
Dengan semangat kolaborasi dan refleksi kritis yang kuat, “Road To Kongres” menjadi bukan sekadar forum diskusi, melainkan ruang konsolidasi gerakan yang menandai babak baru dalam sejarah pecinta alam di Sulsel.