Panggung Terbuka di Pasar Gelap Satwa Liar Dilindungi di Sulawesi Selatan

oleh -1,078 kali dilihat
Panggung Terbuka di Pasar Gelap Satwa Liar Dilindungi di Sulawesi Selatan
Suasana di satu Pasar Hobi di Makassar - Foto/Ist
Anis Kurniawan

Klikhijau.com – Perdagangan ilegal (illegal trade) satwa liar dilindungi di Sulawesi Selatan (Sulsel) memang cukup ramai, setidaknya dilihat dari laporan otoritas terkait. Sepanjang tahun 2018 hingga 2020, BBKSDA berhasil menyelamatkan sekitar 90 ekor satwa liar dilindungi berbagai jenis. Jumlah ini tentu sangatlah sedikit bila dibandingkan dengan maraknya jaringan perdagangan ilegal di ruang publik yang luput dari pantauan.

Dari sejumlah kasus yang ditemukan, illegal trade satwa liar dilindungi umumnya dijumpai di pasar publik (pasar hobi) dan area transit seperti pelabuhan, bandara dan terminal antar daerah di tangan penghobi. Lalu, kini mulai semarak di sosial media.

Patroli Tim Wildlife Rescue Unit (WRU) sebuah lembaga unit bentukan BBKSDA Sulsel pada April 2018 di Pelabuhan Kota Pare-pare berhasil menangkap penyelundupan puluhan satwa dilindungi jenis Nuri Bayan (Electus roratus).

Pada Oktober 2018, BBKSDA mengamankan 63 Burung Nuri Merah (Red Lory Eos Borneo) asal Maluku di Pelabuhan Soekarno-Hatta Makassar.

Sepanjang tahun 2019, BBKSDA Sulsel juga berhasil mengamankan puluhan satwa liar dilindungi di sejumlah titik. Ada 11 ekor satwa dilindungi, terdiri dari 10 ekor Nuri Merah dan 1 ekor Perkici di Kecamatan Tellu Siattangnge Kabupaten Bone. Satwa dilindungi yang ditemukan di rumah warga ini ditengarai masuk ke Sulsel melalui jalur kapal dari Maluku Seram, Bau-Bau dan Bone (Pelabuhan Bajoe) di Teluk Bone.

KLIK INI:  Gakkum KLHK Gagalkan Penyelundupan Satwa Liar Dilindungi di Gorontalo

Pada April 2020, satwa liar dilindungi ditemukan diperdagangkan oleh pedagang satwa di Pasar burung Bawakaraeng Kota Makassar. Sejumlah satwa dilindungi berhasil diamankan antara lain: 6 (enam) ekor satwa dilindungi jenis burung antara lain Nuri kepala hitam 1 ekor, Nuri bayan 3 ekor, Nuri merah 1 ekor dan Nuri Ternate 1 ekor.

Selain penyelamatan satwa yang didapatkan dari jaringan perdagangan ilegal, beberapa satwa dilindungi lainnya diamankan dari hasil penyerahan langsung dari warga. Pada Oktober 2019 misalnya, BBKSDA Sulsel menerima serahan warga atas nama Agung di Jalan Baji Gau Makassar berupa 1 ekor elang brontok.

Lalu, pada 16 Maret 2019, menerima serahan warga berupa 1 ekor beruang madu dari Warga bernama Rosdiana Rahim di Jalan Daeng Tata Raya Makassar. Begitu juga dengan serahan satwa dilindungi jenis burung paruh bengkok di Takalar pada 25 Maret 2019.

Terbaru, tepatnya di bulan Oktober 2020, Balai Penegakan Hukum (Gakkum) KLHK Wilayah Sulawesi menangkap 1301 ekor labi-labi moncong babi di Ruko Pasar Baru Daya Makassar. Penangkapan ini sukses dilakukan atas adanya laporan dan peran aktif dari masyarakat.

Betapa pun itu, fakta bahwa perdagangan satwa liar dilindungi di pasar hobi nampaknya masih berlangsung. Di ruang lain, ada tren perdagangan satwa yang sekarang marak melalui sosial media khususnya facebook. Bagaimana aktor ini bermain dan mengapa sulit diendus?

KLIK INI:  Catat, Jadwal Nicholas Saputra Berbicara tentang Satwa Liar di Indonesia!
Pasar hobi dan informasi yang tertutup

Dari dua pasar hobi terbesar di Kota Makassar yang dipantau, tampak jelas bahwa informasi yang ada sangat tertutup. Beberapa pedagang yang diwawancarai perihal pasaran jenis burung tertentu dengan tegas mengatakan tidak menjual. Alasannya, jenis burung tersebut dilindungi dan dilarang diperdagangkan.

Para pedagang juga kurang berkenan disebutkan namanya dan terkesan berhati-hati memberikan informasi.

Kepala Seksi Perlindungan, Pengawetan dan Pemanfaatan (P3) Satwa, BBKSDA Sulsel yang juga Tim WRU, Yusry M, STP, H.Hut., memastikan masih maraknya illegal trade di sejumlah pasar satwa atau pasar hobi. Yusry mengatakan, modus perdagangan yang dilakukan berlangsung sangat tertutup.

“Masih terjadi di pasar hobi, namun bilamana akan diadakan penertiban satwa akan sulit ditemukan lagi,” jelas Yusry.

Ada pun jenis satwa yang kerap diperdagangkan di pasar hobi antara lain: Nuri merah maluku, Nuri bayan, Nuri kepala hitam, Kasturi Ternate, Perkici dora, Elang tikus, Elang paria dan lainnya.

KLIK INI:  Perihal Ida Kembali ke Habitatnya dan Putri Singguluang Masuk Jebakan

Yusri juga memastikan bahwa sasaran pasar satwa dilindungi di pasar hobi umumnya adalah penghobi, bukan jaringan pasar gelap skala besar.

“Modus penjualan dilakukan oleh pedagang dengan sangat tertutup dan tanpa menampilkan satwa yang akan dijual. Mereka punya cara khusus dalam menawarkan dagangannya. Di samping itu, promosi penjualan satwa kini gencar melalui media sosial,” kata Yusry.

Dari rekam jejak kinerja Tim WRU, terlihat bahwa mereka beberapa kali berhasil menangkap pelaku di pasar publik saat sigap turun lapangan merespons laporan dari masyarakat. Patroli satwa dilindungi pada 2018 dan 2019 memperlihatkan masih adanya transaksi pasar gelap di pasar hobi.

Hal sama dikatakan Eto (30), nama samaran, seorang pencinta satwa di Makassar yang bertahun-tahun merawat satwa dan mengikuti tren perdagangan satwa di Sulsel. Menurut Eto, aksi perdagangan satwa di pasar hobi dilakukan secara rahasia, namun di sosial media perdangan satwa dilakukan secara terbuka.

“Para penjual terang-terangan memposting satwa dilindungi di sosial media, khususnya untuk jenis burung dan mamalia,” ungkap Eto.

KLIK INI:  Kini Satwa Mulai Gantikan Manusia Kuasai Kota
Pasar benderang di media sosial

Eto, umumnya para pelaku itu sangat paham bahwa hewan yang diperjualbelikan dilarang keras diperdagangkan. Namun, kepentingan ekonomi telah membuat mereka buta dan berani mengambil risiko.

“Tidak bisa dipungkiri,  jual beli satwa dilindungi untungnya menggiurkan. Ini yang yang melatarbelakangi maraknya perdagangan liar,” ungkap Eto.

Lalu, apakah aksi-aksi illegal trade yang sebenarnya sudah telanjang di sosial media dan juga di pasar publik bisa diungkap? Menurut Eto, para pelaku memiliki jaringan khusus tersebut sejatinya bisa diungkap apabila ada keseriusan dari pihak terkait.

Satwa liar
Perdagangan di Sosial Media – Foto/Screenshot dari Media Sosial oleh Eto

Sebagai contoh, perdagangan via media sosial sudah berani melakukan transaksi dengan sistem Cash on Delivery (COD) alias bayar di tempat. “Umumnya, satwa yang dijual dan masuk ke Makassar berasal dari Kabupaten Pinrang. Kalau mereka sistem COD dari daerah, pemasok akan menitipkan melalui sopir angkutan umum. Jadi, ada nomor kontak di sana yang bisa dilacak lebih jauh,” kata Eto.

Dalam konteks ini, ada cela pengawasan terhadap illegal trade yang dimanfaatkan banyak pihak. Perihal ini, Eto tidak ingin berkomentar banyak. Pasalnya, ini domain pihak terkait khususnya Balai BKSDA Sulsel yang punya kewenangan.

KLIK INI:  Pulang, Bento dan Iskandar Kembali ke Tempat Asalnya di Kalimantan

Eto pun menunjukkan beberapa akun Facebook yang memperdagangkan satwa-satwa dilindungi seperti musang tenggalung endemik Sulawesi, musang akar khas Kalimantan, nuri, kakatua, rangkong, elang dan lainnya. Harganya juga bervariasi mulai dari yang ratusan ribu hingga yang jutaan rupiah.

“Sejatinya, penelusuran pelaku bisa ditelusuri melalui sosial media. Pihak terkait seharusnya melakukan tindakan pemantauan secara mendalam di sosial media,” kata Eto.

Bebasnya para pedagang satwa endemik sebagai bukti lemahnya pengawasan pihak pemerintah juga diakui Fifi Tandihardjo dari Yayasan Sahabat Satwa Makassar, sebuah organisasi yang concern pada edukasi cinta hewan. Namun, terkait masalah pengawasan, Fifi enggan mengomentari terlalu jauh dengan alasan bukan wilayahnya.

Yayasan Sahabat Satwa juga pernah membuntuti adanya modus penjualan satwa dilindungi di media sosial. Sayangnya, kata Fifi, begitu timnya mencoba menelusuri dan menghubungi akun facebook yang memposting satwa dilindungi, mereka menghilangkan jejak. Informasi penjualan terhapus seketika di akun bersangkutan, sementara nomor telepon yang tertera tidak bisa lagi dihubungi.

KLIK INI:  Hujan Abu Batubara Mengguyur Suralaya, PLTU Dituding Sumber Pencemarnya

“Tim saya juga sempat melaporkan temuan kami ini ke BBKSDA Sulsel, sebab mereka adalah pihak yang paling berwenang. Namun, tidak ada kejelasan apakah mereka berhasil menelusuri pelaku atau justru kehilangan jejak,” cerita Fifi.

Sama seperti Eto, Fifi juga mengakui adanya potensi keuntungan besar yang memicu tetap terjadinya perdagangan satwa endemik hingga saat ini. Padahal, kata Fifi, fenomena illegal trade sangat disayangkan mengingat satwa langka yang dilindungi Undang-Undang tersebut jumlahnya semakin sedikit bahkan diambang punah.

Dari pantauan Fifi di Sahabat Satwa Makassar, jenis satwa dilindungi yang paling banyak dijumpai dijual melalui sosial media adalah jenis burung. Karenanya, Fifi berharap ada progres yang lebih serius dari pemerintah sebagai pihak yang paling berwenang dalam perlindungan satwa.

“BBKSDA seharusnya lebih cepat tanggap, dalam arti pada saat orang melaporkan ada perdagangan ilegal, sebaiknya segera ditindak. Orang memperdagangkan hewan endemik karena nilai jualnya tinggi jadi dari sisi ekonominya bisa mendapatkan uang yang banyak, makanya pemerintah memiliki peranan penting untuk menjaga kelestarian hewan-hewan ini,” tegas Fifi.

KLIK INI:  Bantu Pulihkan Kesehatan Anak, Italia Buat Pantai Buatan dalam RS

Fifi juga berhadap agar pelaku kejahatan satwa dilindungi dapat dibongkar hingga ke akar-akarnya. “Jadi mereka harus ditangkap dan dihukum seberat-beratnya. Pemerintah juga berperan penting dalam mengedukasi masyarakat mengenai hewan-hewan dilindungi,” kata Fifi.

Kepala Unit Operasi Gakkum Sulawesi, Muhammad Anis, SH., mengatakan beberapa pelaku perdagangan satwa ilegal di ruang publik dan di sosial media sudah banyak diproses. Hanya saja, pihaknya masih terbatas pada aduan masyarakat. Karenanya, Anis berharap masyarakat lebih proaktif melaporkan bila ada modus perdagangan ilegal satwa dilindungi.

“Kami masih berdasar pada informasi asyarakat saja. Semua aduan dan laporan masyarakat selama ini pasti kami tindaklanjuti. Jadi, silakan melaporkan dan mengajukan pengaduan ke Gakkum, kami akan eksukusi,” tegas Anis.

Oleh sebab itu, kata Anis, kerjasama semua pihak baik unsur pemerintah, LSM, media massa dan masyarakat diperlukan khususnya dalam memberi informasi atas dugaan illegal trade.

Di sinilah pentingnya pengetahuan dan literasi mengenai satwa dilindungi agar semua pihak dapat pro aktif melaporkan indikasi perdagangan ilegal.

KLIK INI:  Menstabilkan Populasi Satwa Liar dengan Perburuan yang Diatur
Masih lemahnya literasi satwa

Sayangnya, pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang pentingnya hidup berdamain dengan hewan masih sangat rendah. “Apalagi bila sudah menyangkut spesies endemik tertentu, masih banyak masyarakat yang minim pemahaman bahwa dilarang diperdagangkan,” kata Fifi Tandihardjo.

Bersama komunitasnya di sahabat satwa Makassar, Fifi dan rekannya saat ini sedang fokus melakukan edukasi ke masyarakat semisal sosialisasi pentingnya mencintai hewan serta penggalangan dana untuk perawatan dan pelestarian satwa.  Menurut Fifi, semua orang harus paham bahwa hewan baik yang endemik maupun yang tidak, layak mendapat kehidupan yang aman dan baik di sisi manusia.

“Kita ini manusia sebenarnya diberi akal budi pikiran. Kami berusaha mendidik masyarakat untuk mengasihi hewan. Bukan hanya hewan tertentu saja, termasuk hewan ternak, apalagi hewan langka,” jelas Fifi.

Karenanya, Fifi berharap semua pihak harus memahami mana satwa endemik yang dilarang diperjualbelikan. Dengan begitu, setiap ada indikasi perdagangan khususnya di pasar hobi, masyarakat sebaiknya melapor ke BBKSDA.

Sayangnya, Tim WRU BBKSDA Sulsel, Yusry, mengatakan hingga saat ini belum berhasil menemukan jaringan khusus dari penyedia satwa dan pedagang, termasuk yang terjadi di sosial media.

KLIK INI:  Karena Manusia, Populasi Satwa Liar Terjun Bebas Menuju Kepuhanan

Pihaknya masih terus mendalami praktik perdagangan yang terus beroperasi baik di pasar hobi maupun di media sosial. Tim WRU juga memastikan, praktik illegal trade di Sulsel masih melibatkan pemain kecil yang menyasar pasar peminat satwa.

“BBKSDA Sulsel terus melacak  perdagangan satwa melalui pemantauan secara tertutup di lokasi rawan perdagangan satwa. Di samping itu,  dilakukan pemantauan terhadap perdagangan satwa secara online di media sosial. Termasuk memperkuat pengawasan petugas di Bandara dan Pelabuhan laut dalam melakukan penertiban perdagangan satwa,” tegas Yusry.

Sementara bagi pelaku dan aktor jual beli yang ditangkap atau dalam keadaan tertangkap tangan melakukan transaksi/jual beli satwa dilindungi maka pelaku diserahkan proses hukumnya ke Balai Gakum sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku yakni Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumberd Daya Alam dan Ekosistemnya, dengan sanksi pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Sedangkan, barang bukti akan disita oleh BBKSDA dan ditempatkan di kandang transit satwa. Di sana, satwa tersebut dirawat terlebih dahulu untuk memastikan kesehatannya dan sifat keliarannya oleh dokter hewan.

“Selanjutnya satwa yang telah sehat akan diakukan pelepasliaran pada habitat satwa tersebut. Sebagian lagi, dititipkan pada Lembaga konservasi,” ungkap Yusry.

KLIK INI:  Islam dan Solidaritas Alam Bagi Kaum Beragama

Peneliti dan akademisi dari Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Hasanuddin (Unhas), drh. Zulfikar Basrul, M.Sc.,  menegaskan pentingnya penguatan literasi dan pengetahuan satwa. Antara lain, kata Zulfikar adalah pemahaman dan sosialisasi mengenai Undang-Undang konservasi.

“Pemahaman pada Undang-Undang sangat penting untuk mengedukasi masyarakat lebih luas, sehingga masyarakat dapat menjadi ‘penjaga’ alam demi kesehatan manusia, lingkungan dan satwa itu sendiri,” katanya.

Zulfikar menambahkan, Peraturan Perundang-undangan kita sudah jelas meskipun belum cukup detail mengenai satwa. Diantaranya kata Zulfikar, UU Nomor 41/2014 tentang peternakan dan kesehatan, PP Nomor 95/2012 tentang Kesmavet dan Kesrawan, serta UU Nomor 5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

“Dalam regulasi itu ditegaskan, masyarakat diminta untuk mengambil tindakan dengan melaporkan saat melihat dan menemukan adanya satwa liar yang diperdagangkan secara ilegal,” tegas Zulfikar.

Kepala Balai BKSDA Sulsel, Ir. Thomas Nifinluri, memastikan, selain memperkuat pengawasan dengan berkoordinasi dengan pihak lain seperti Kepolisian dan Balai Gakkum KHLK, pihaknya juga intens bersosialisasi ke masyarakat tentang pentingnya pelestarian satwa endemik.

“Kami intens melakukan kegiatan “street campaign”, promosi, sosialisasi dan edukasi mengenai jenis tumbuhan dan satwa serta status perlindungannya.

“Aduan langsung juga kami buka melalui Call Center  Balai Besar KSDA Sulsel di nomor: 08114600883 atau melalui FB: ksda.sulsel dan IG:bbksda_sulsel. Kami juga didukung oleh Tim WRU yang bertugas di beberapa titik. Peran masyarakat dan media juga sangat kami harapkan dalam hal pelestarian satwa dan literasi satwa,” pungkasnya.

Apa pun itu, perjalanan illegal trade seperti panggung terbuka di pasar gelap—ada tapi terasa tak ada. Jejaknya seperti hantu jadi-jadian, misteris, tetapi sejatinya nyata adanya!

*Liputan ini didukung oleh Internews’ Earth Journalism Network dan pertama kali terbit di  Ekuatorial pada tanggal 8 Desember 2020.

KLIK INI:  Petakan Gua Prasejarah, Seberapa Pentingkah?