- Perjumpaan Sukacita dengan Kupu-Kupu Papilio Ascalapus - 19/03/2025
- Menangisi Kekeringan - 08/02/2025
- Surian, Pendatang Baru yang Jadi Primadona - 30/01/2025
Klikhijau.com – Aktivitas tambang di Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan telah cukup meresahkan masyarakat.
Bentuk keresahan masyarakat ditunjukkan dengan aksi unjuk rasa oleh ratusan masyarakat. Aksi itu dilakukan di Dusun Salewata, Desa Kalukuang, Kecamatan Galesong, Takalar, Senin, 15 Juni 2020.
Tambang galian C tersebut memang terletak di Desa Kalukuang. Menanggapi protes tersebut, Bupati Takalar, Syamsari Kitta, menyetujui agar aktivitas tambang di desa tersebut ditutup atau disetop sementara.
Penutupan itu berdasarkan hasil keputusan bersama dalam rapat koordinasi penyelesaian polemik tambang galian C.
Tidak hanya itu, aksi unjuk rasa dan kondisi masyarakat yang tinggal di areal sekitar tambang turut andil mempengaruhi pengambilan keputusan tersebut.
“Telah disepakati bersama agar aktivitas penambangan di lokasi tersebut ditutup hingga ada petunjuk dari dinas ESDM Provinsi Sulsel,” ujar Kadis PTSP, Irwan Yunus
Aksi protes tidak hanya terjadi pada tanggal 15 Juni 2020 saja, sepekan sebelumnya, yakni tanggal 8 Juni 2020 lalu. Aksi serupa juga dilakukan. Aksi protes itu didominasi oleh kaum perempuan.
Tuntutan mereka tetap saja sama, yakni meminta kepada organisasi perangkat daerah terkait untuk segera menghentikan aktivitas tambang galian C di Kalukuang.
Maka sejak pekan lalu pula Pemkab Takalar bersama forkopimda, anggota DPRD, dan Pengelola tambang duduk bersama mencari pemecahan masalah tambang dengan melihat izin tambang dan izin pembuatan kolam ikan dari pihak pengelola.
Sudah lama beroperasi
Dan hasilnya pada Senin, 15 Juni 2020 seperti disinggung pada awal tulisan ini telah resmi ditutup meski penutupan itu hanya bersifat sementara, bukan permanen. Namun, setidaknya usaha warga Takalar telah menunjukkan hasil.
Warga menduga jika tambang galian C yang berlangsung di Desa Kalukuang adalah ilegal. Aktivitas penambangan tersebut menurut Daeng Hijriah Daeng Ngiji, salah seorang warga Takalar, sudah lama beroperasi dan pihak penambang tidak pernah merespon keluhan warga sekitar.
“Berjalan sekitar kurang lebih hampir dua tahun tambang ini beroperasi pak. Tanah kami terkikis dikuras oleh alat berat, setiap hari kami makan debu,” ujarnya.
Tidak hanya warga yang protes, tapi juga Pengurus Pusat Himpunan Pelajar dan Mahasiswa Takakar (PB-HIPERMATA) juga ikut bersuara.
Tambang galian C tersebut dinilai sudah sangat meresahkan masyarakat terutama masyarakat yang berada persis di dekat lokasi tambang ini.
Aktivitas tambang yang beroperasi itu membuat kerusakan jalan tani, kerusakan areal persawahan, kerusakan perkebunan yang ada serta mengancam ketersediaan air tanah.
Selain itu, dampak dari tambang tersebut juga, mencemari lingkungan dan mempengaruhi hasil panen tanaman masyarakat. Bukan hanya itu, jikalau aktivitas tambang ini tetap berjalan maka dampaknya pun akan semakin besar dan meluas.
Karena itu, selama aktivitas tambang ditutup sementara, tim terpadu akan melaksanakan pengawasan, memonitor, memantau lokasi tersebut.
Patutkah kita berharap, tambang itu ditutup bukan hanya sementara, tapi selamanya?