Menyorot Bahaya Sampah Elektronik

oleh -290 kali dilihat
Menyorot Bahaya Sampah Elektronik
Ilustrasi sampah elektronik/foto-Bernas.id
Irhyl R Makkatutu
Latest posts by Irhyl R Makkatutu (see all)

Klikhijau.com – Sorotan tentang sampah selama ini seolah hanya mengarah ke sampah plastik. Padahal banyak jenis sampah lain yang bisa “meracuni” lingkungan dan kesehatan.

Sampah antariksa misalnya, (baca ini Bahaya, Sampah Antariksa Mengancam Bumi?), sampah medis yang dibuang sembarangan dan yang mengejutkan, yang jarang dibincangkan adalah sampah elektronik.

Padahal produk elektronik menghuni hampir semua ruang-ruang kehidupan kita. Banyak di antaranya yang telah rusak dan diabaikan oleh pemiliknya. Ada yang menyimpannya di gudang dengan harapan masih bisa diperbaiki. Tak sedikit pula yang membuangnya.

KLIK INI:  Akuilah Tempat Sampah Memang Menjijikkan, Tapi Sangat Dibutuhkan, Kenapa?

Bahaya sampah elektronik bagi lingkungan dan kesehatan tentu juga “parah”. Apalagi jika pengolahannya tidak tepat dapat menyebabkan efek buruk terhadap kesehatan manusia dan polusi lingkungan.

Untuk di Indonesia sendiri, sampah atau limbah elektronik yang dihasilkan cenderung meningkat dari tahun ke tahun.

Detikx.com mengungkapkan jika United Nations University bersama International Telecommunication Union (ITU) dan International Solid Waste Association (ISWA) telah melakukan penelitian mengenai sampah elektronik.

Hasilnya limbah elektronik yang dihasilkan penduduk Indonesia diestimasi berjumlah 1,274 juta ton atau rata-rata 4,9 kilogram per kapita sepanjang 2016 lalu.

Sampah elektronik tersebut, menurut artikel yang dimuat di liputan6.com meliputi baterai atau colokan termasuk smartphone, laptop, televisi, lemari es dan mainan listrik.

KLIK INI:  Ami, Ratu Sampah Sekolah di Pulau Dewata

Berdasarkan datanya itu, pada 2016 sebanyak 44,7 juta metrik ton e-waste dihasilkan, naik 3,3 juta metrik ton (8 persen) dari 2014.

Dan hanya sekitar 20 persen–atau 8,9 juta metrik ton–dari semua e-waste didaur ulang pada tahun yang sama.

Penerapan teknologi daur ulang

Meningkatnya sampah elektronik, kata Direktur Utama PT Arah, Gufron Mahmud, dilatarbelakangi banyak masyarakat yang belum paham akan bahaya limbah B3 yang mereka hasilkan.

Dengan semakin masifnya penggunaan perangkat teknologi seperti smartphone, gadget dan perangkat elektronik lainnya, maka dampak yang dihasilkan adalah limbah B3 yang dihasilkan semakin banyak.

“Masyarakat juga masih banyak yang membuang baterai bekas, lampu bekas, tinta cartridge bekas, dan sampah elektronik lainnya ke dalam satu wadah bersama sampah bekas makanan atau sampah plastik,” ungkapnya seperti yang dimuat liputan6.com Februari lalu.

KLIK INI:  Foto Aksi Liestiaty F Nurdin Ajak Organisasi Perempuan Kendalikan Sampah Plastik

Untuk mengatasi hal tersebut, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) tengah merancang penerapan teknologi pengolahan ulang sampah elektronik.

Rancangan penerapan itu akan dilakukan bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), yang bertujuan agar sampah elektronik dapat digunakan mendaur ulang, khususnya sampah baterai.

“BPPT diselesaikan, proses penyelesaiannya seperti apa, lalu pabriknya yang tepat seperti apa. Kita berkolaborasi dengan KLHK,” kata Deputi Bidang Teknologi Industri Energi dan Bahan (TIEM) BPPT Eniya L. Dewi, Rabu, 4 September 2019 seperti yang dimuat di tempo.co.

BPPT sebelumnya juga membahas penanganan bahan berbahaya dan menantang (B3) dengan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan dalam rapat terbatas Kemenko Kemaritiman.

Eniya juga mengungkapkan bahwa KLHK, akan segera membuat peraturan tentang pembuatan sampah-sampah elektronik tersebut.

Saat ini permasalahan yang dihadapi Indonesia bukan hanya tentang sampah plastik sekali pakai. Tetapi juga permasalahan limbah eletronik. Sebab masih minimnya pengetahuan tentang bahaya yang ditimbulkan serta kurang tepatnya penanganan dalam hal pengelolaan.

KLIK INI:  Selain Inovasi Teknologi, Inovasi Sosial juga Penting Atasi Krisis Iklim