Menyambut COP26: Anak-anak Muda di Makassar Membuat Video Tentang Sistem Pangan

oleh -131 kali dilihat
Menyambut COP26: Anak-anak Muda di Makassar Membuat Video Tentang Sistem Pangan
Dermawan Denassa sedang berbicara depan tamunya - Foto/ FB Denassa

Klikhijau.com – Dunia dalam ancaman perubahan iklim yang sangat mengkhawatirkan. Tanpa upaya bersama berupa pencegahan dan perubahan berbagai gaya hidup dan tentu saja kebijakan yang berlaku secara global, maka bumi akan mengalami bencana yang sangat mengerikan.

Saat ini dunia dihantui oleh gagal panen di berbagai kontinen yang berimplikasi langsung terhadap bahaya kelaparan dan kematian massal. Madagaskar bagian Selatan bahkan dilaporkan telah mengalami kelaparan selama berbulan-bulan karena perubahan iklim.

Penduduknya terpaksa memakan belalang, daun kaktus dan berbagai serangga hanya untuk sekadar bertahan hidup. Perserikatan bangsa-Bangsa (PBB) memperkirakan sekitar 30 ribu warga negara pulau itu mengalami tingkat kerawanan pangan tertinggi.

Menyambut Confererence on Parties 26 (COP26) yang berlangsung di Glasgow, Skotlandia dari tanggal 31 Oktober hingga 12 November 2021, Karen Audrie Muhammad, Hagiet Reizaqullah dan Muhammad Hani Rahadian Hisyam (pelajar SMA 2 Makassar) membuat video tentang food system sebagai wujud kepedulian anak-anak muda untuk berkontribusi terhadap upaya mencegah dampak buruk dari perubahan iklim.

Video yang berdurasi sekitar 5 menit itu berkisah tentang gambaran umum sistem pangan dunia yang diproduksi secara tidak ramah lingkungan.

KLIK INI:  Cerita Rahmawati, Menyulap Eceng Gondok Jadi Aneka Kerajinan Berharga

Makanan diproduksi dengan menggunakan pupuk kimia, pengepakan dengan menggunakan bahan plastik, serta transportasi lintas negara dengan energi fossil. Sistem pangan itu diperburuk dengan semakin meluasnya deforestasi, penanaman dengan sistem monokultur yang menyebabkan dunia kehilangan keanekaragaman hayati yang sangat besar.

Secara global, praktik sistem pangan saat ini berkontribusi lebih dari 33% emisi gas rumah kaca, lebih dari 3 milyar (hampir 40% penduduk bumi) tidak dapat mengakses terhadap makanan sehat.

Indonesia sebagai salah satu negara terbesar di dunia memiliki luas daratan sekitar 1,9 juta km dan sekitar 31,5% digunakan untuk lahan pertanian. Di tahun 2020, Indonesia kehilangan hutan primer sekitar 270.000 ha untuk pembukaan lahan pertanian baru. Hal ini berkontribusi sebesar 208 juta ton emisi karbon dioksida.

Video yang dibuat Karen Audrie dkk, secara khusus mewawancarai pemilik Rumah Hijau Denassa (RHD) yaitu saudara Darmawan Denassa. RHD adalah inisiatif Darmawan dalam melestarikan berbagai macam tanaman obat dan tanaman yang dapat menjadi alternatif makanan sehat yang ditanam dengan sistem organik berkelanjutan.

KLIK INI:  Perihal Hari Ozon Internasional dan Link Twibbon Keren untuk Dipajang

Di lahan seluas sekitar 3 ha yang berlokasi di Kecamatan Bontonompo, Kabupaten Gowa, Darmawan merintis sistem pangan secara berkelanjutan. Darmawan menanam lebih dari 100 spesies tanaman langka.

Mayoritas diantaranya bisa dikosumsi untuk obat tradisional dan selebihnya dapat dimanfaatkan sebagai sumber pangan alternatif. Upaya Darmawan untuk melestarikan berbagai tanaman langka akhirnya berbuah manis.

Di tahun 2021, Darmawan menerima penghargaan Kalpataru dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Pengakuan ini merupakan penghargaan negara tertinggi bagi mereka yang berjasa melakukan pelestarian lingkungan hidup dan berjasa menjadi pelopor dan pemrakarsa dalam membuka peluang bagi berkembangnya inovasi dan kreativitas masyarakat dalam konservasi dan pelestarian lingkungan hidup.

Bagi karen Audrie dkk, Darmawan Denassa adalah pahlawan yang berjasa melestarikan berbagai tanaman langka dan juga tanaman pangan alternatif.  Upaya konservasi yang dilakukannya berkontribusi langsung terhadap pencegahan musnahnya beberapa spesies tanaman yang terancam punah.

Selain itu, RHD yang dibinanya telah menjadi alternatif wisata pendidikan sekaligus menjadi sumber inspirasi bagi generasi muda untuk berpartisipasi melakukan berbagai hal dalam menyelamatkan bumi dari bencana perubahan iklim. Lihat videonya di SINI!

KLIK INI:  Kisah Diah, Perempuan yang Teliti Bambu Selama 39 Tahun