Menjerat Pelaku Perusakan Lingkungan dan Kawasan Hutan Produksi dengan Pidana Berlapis

oleh -97 kali dilihat
Menjerat Pelaku Perusakan Lingkungan dan Kawasan Hutan Produksi dengan Pidana Berlapis
MU baju orange, pelaku perusakan lingkungan-foto/Ist

Klikhijau.com – Lelaki berinisial MU (46) tidak hanya dikenakan Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, tetapi juga UU Kehutanan.

MU merupakan warga Perum Sofi Residen, Desa Sukasari, Kec. Purwasari, Kab. Karawang, Prov. Jawa Barat.

Kasus perusakan lingkungan dan perusakan hutan negara yang dilakukannya.  Kini telah dilimpahkan oleh Penyidik ​​Balai Gakkum KLHK Wilayah Jawa Bali Nusa Tenggara (Jabalnusra) kepada Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Karawang.

MU diduga melakukan perusakan lingkungan dan hutan negara di Dusun Simargalih V RT.16/RW.05 Desa Parungmulya, Kecamatan Ciampel, Kabupaten Karawang.

KLIK INI:  Menteri LHK: Upaya Penegakan Hukum LHK Harus Ditegakkan dengan Multi Instrumen

Wilayah tersebut masuk ke dalam wilayan kerja Perum Perhutani KPH Purwakarta – BKPH Teluk Jambe Provinsi Jawa Barat

Pelimpahan perkara MU dilakukan setelah berkas perkara dinyatakan lengkap (P-21) oleh Kejaksaan Negeri Karawang pada 14 November 2022.

Penyidik ​​menjerat pelaku karena mengelola limbah B3 tanpa izin dan penggunaan kawasan hutan tanpa izin.

Penyidik ​​Balai Gakkum Jabalnusra menerapkan pidana berlapis pada 2 Undang-undang. Undang-Undang tersebut, yaitu Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan Undang-Undang RI Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Jo. Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Kepala Balai Gakkum KLHK Wilayah Jabalnusra, Taqiuddin, pada tanggal 18 November 2022 lalu mengatakan, Gakkum KLHK akan menjadi pelaku kejahatan lingkungan hidup dan pembunuh termasuk pelaku perusakan lingkungan dan perusakan kawasan hutan agar memberikan efek jera.

KLIK INI:  Kenapa Penting Menanam Pohon di Sekitar Rumah?

“Pelaku akan dikenakan sangkaan Pasal 98 ayat (1) dan/atau Pasal 104 Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dengan ancaman pidana penjara maksimum 10 tahun dan denda maksimum Rp10 miliar dan Pasal 50 ayat (3) huruf a , serta Undang-Undang RI Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana telah diubah dalam Pasal 50 ayat (2) huruf a Jo. Pasal 78 ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dengan ancaman pidana penjara maksimal 10 tahun serta denda maksimal Rp 7,5 miliar”, jelas Taqiuddin.

Harus dihukum seberat-beratnya

Berkaitan dengan penanganan perkara ini, Rasio Ridho Sani, Direktur Jenderal Penegakan Hukum LHK mengatakan bahwa pidana berlapis (multidoor) terhadap tersangka dikenakan agar ada efek jera bagi pelaku kejahatan lingkungan hidup.

“Pelaku tidak hanya mengenakan UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup tetapi juga UU Kehutanan. Pelaku kejahatan pembuangan limbah dan perusakan lingkungan hidup dan kawasan hutan harus dihukum seberat-beratnya. Kami mengingatkan bahwa kami tidak akan berkompromi, kami akan menindak lebih tegas para pelaku perusakan lingkungan hidup dan hutan. Kejahatan pengelolaan limbah B3 ilegal adalah kejahatan serius karena tidak hanya berdampak pada pencemaran lingkungan hidup. Tetapi juga mengganggu kesehatan masyarakat. Penindakan pidana berlapis ini harus menjadi peringatan dan pembelajaran bagi pihak-pihak lainnya. Karena hal itu akan mendapat hukuman berlapis dan sangat berat,” tegas Rasio Ridho Sani. (*)

KLIK INI:  TPA Antang Jadi Sorotan pada Cafe Dialog ala Klikhijau