Menilik Potensi Ekonomi Biru di Sulsel Berbasis Kolaborasi Multi Sektor

oleh -190 kali dilihat
Menilik Potensi Ekonomi Biru di Sulsel Berbasis Kolaborasi Multi Sektor
FGD multistakeholder dalam membahas potensi ekonomi biru di Sulsel - Foto: Ist

Klikhijau.com – Potensi ekonomi biru (blue economy) di Sulawesi Selatan sangat besar atau bahkan berlimpah. Ini tentu sangat bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat jika dapat dikelola dengan benar berbasis ilmu pengetahuan dan kolaborasi dengan berbagai sektor dan stakeholder.

Hal tersebut terungkap dalam kegiatan Focus Group Discuss (FGD) yang dilaksanakan oleh Konsorsium Riset Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Cokroaminoto Makassar  – Program Studi Ekonomi Pembangunan Universitas Negeri Makassar (UNM) – Perkumpulan KATALIS atas support dari Yayasan Strategi Konservasi (YSK) Indonesia dan IPB University Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan sebagai bagian dari Program Ground Work Analysis (GWA) 2022 – 2023.

FGD dilaksanakan pada tanggal 19 Januari 2023 yang bertempat di Red Corner, Jl Yusuf Dg Ngawing, Makassar, tersebut dihadiri oleh 2 narasumber utama yakni dari Badan Pusat Statistik (BPS) Propinsi Sulawesi Selatan dan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Sulawesi Selatan.

Beberapa narasumber yang menjadi peserta antara lain dari Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Provinsi Sulawesi Selatan, beberapa OPD terkait dalam lingkup Pemerintah Propinsi Sulawesi Selatan seperti Dinas Koperasi dan UKM, Dinas Energi dan Sumber Daya Minera, Dinas Perindustrian, Bappelitbanda dan sebagainya, sementara dari NGO hadir Yayasan Konservasi Laut (YKL).

KLIK INI:  MADANI Apresiasi Upaya Pemerintah Luncurkan Pertamax Green 95 dari Tetes Tebu

Dalam pengantarnya, Dr Muhammad Yusuf Halim yang merupakan ketua Tim Riset menyatakan bahwa kegiatan FGD ini merupakan bagian dari kegiatan riset tersebut untuk mengumpulkan ragam pendapat dan menyamakan persepsi terkait ekonomi biru (blue economy) beserta ketersediaan data dan sumber datanya.

Dalam ranah akademik, istilah ekonomi biru (new economy) mulai diperkenalkan pada tahun 2010 oleh Guntur Pauli sebagai rancangan optimalisasi sumber daya air yang bertujuan untuk peningkatan pertumbuhan ekonomi melalui berbagai kegiatan yang inovatif, kreatif dengan tetap menjamin usaha dan kelestarian lingkungan.

Gagasan tersebut kemudian memperoleh dukungan secara kelembagaan dari  Bank Dunia tahun 2017, berlanjut Uni Eropa pada tahun 2018. Pada September 2021, Indonesia dan Swedia menandatangani kerja sama ‘Blue Economy” sebagai sumber pertumbuhan ekonomi baru.

Pada November 2021, BAPPENAS meluncurkan “Blue Economy Development Framework for Indonesian Economic Transformation”, ekonomi biru merupakan mesin baru pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif. Potensi ekonomi biru diperkirakan mencapai USD 1,33 milliar dan mampu menyerap 45 juta lapangan kerja.

KLIK INI:  Menyadari Ancaman Nyata, Warga Pulau Lae-lae Gelar Parade Perahu Tolak Reklamasi

Terakhir Januari 2023, BAPPENAS menegaskan bahwa di 2045 mendatang atau bertepatan 100 tahun kemerdekaan Indonesia akan semakin meneguhkan posisi sebagai negara maritim, dimana cara berpikir maritim akan berbeda dengan kontinental yang akan tercermin dalam RPJPN 2025 – 2045.

Suri Handayani, yang mewakili BPS Provinsi Sulawesi Selatan menyatakan bahwa tantangan yang kita hadapi dalam menghadirkan data berbasis kebutuhan pengembangan ekonomi maritim diantaranya sumber daya manusia khususnya untuk ocean account, dukungan ketersediaan data dari instansi yang memiliki kewenangan terkait cakupan cluster ocean account, serta dukungan teknologi informasi untuk penyediaan dan pengelolaan data.

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Sulawesi Selatan, Muhammad Ilyas menyatakan bahwa arah kebijakan pembangunan, sektor kelautan dan perikanan Pemerintah Propinsi Sulawesi Selatan 2021 -2024 telah berorientasi blue economy melalui perluasan wilayah konservasi perairan, penerapan kebijakan penangkapan ikan terukur berbasis kuota dan zona penangkapan, pengembangan perikanan budidaya berkelanjutan di laut, pesisir dan tawar yang berorientasi ekspor dan berbasis kearifan lokal, pengendalian wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil pesiisr dan laut dari kegiatan ekonomi yang merusak dan pengurangan sampah plastik di laut.

Muhammad Ilyas juga mengatakan bahwa potensi ekonomi biru yang belum kita kelola sangat besar. Bahkan terbaru ada peluang  atau carbon trade yang bersumber dari laut kita seperti mangrove, lamun dan coral reef. Saat ini ada beberapa negara dan corporate luar yang datang menawarkan kerja sama dalam skema carbon trade.

Ayusal dari HNSI Propinsi Sulawesi Selatan mengatakan bahwa meskipun banyak potensi dari laut, kita menyaksikan di lapangan bahwa para nelayan kita masih terbelit dalam kemiskinan yang tinggal di pesisir.

Tantangan mereka juga saat ini karena ikan-ikan semakin jauh ke luar sebgaai akibat dari aktivitas ekonomi berupa pembangunan yang digalakkan oleh pemerintah dan swasta. Ini juga perlu perhatian agar pembangunan tidak justeru membuat ada yang terpinggirkan, pungkasnya.

KLIK INI:  BBKSDA Sulsel Luncurkan Dua Buku Baru di Jakarta