Menikmati Kepakan Sayap Burung Sriti dalam Hujan

oleh -1,841 kali dilihat
Menikmati Kepakan Sayap Burung Sriti dalam Hujan
Burung sriti-foto/Ist
Irhyl R Makkatutu
Latest posts by Irhyl R Makkatutu (see all)

Klikhijau.com – Hujan menderas.Tiga ekor burung sriti (Collocalia finchi) menikmatinya. Mereka terbang—berkejaran. Hujan seolah tak bukan masalah bagi ketiganya.

Saya leluasa menikmatinya. Sebab saya berada pada ketinggian. Di atas rumah pohon di tandabaca, tingginya kurang lebih empat meter di atas tanah.

Tempat rumah pohonnya pun cukup tinggi. Karena berada di atas bukit. Di mana pemandangan hamparan sawah dan rumah-rumah penduduk bisa dinikmati dengan leluasa.

Karenanya, saya pun leluasa pula menikmati kepakan sayap tiga ekor burung sriti itu, pada suatu hari jelang sore.

Di kampung saya, Kindang, curah hujan memang tinggi. Hujan biasanya akan curah saat matahari mulai beralih ke barat. Selalu saja seperti itu.

KLIK INI:  Mengenang Jangkrik, Musik Alam yang Alami di Malam Hari

Karenanya, jika dalam satu hari saja tak hujan. Rasanya akan aneh dan pinggir jalan akan ramai oleh jemuran warga, mulai dari gabah hingga kasur.

Saat hujan, burung-burung biasanya memilih untuk diam. Bertengger di reranting pohon agar tak kuyup.

Namun, berbeda dengan tiga ekor burung sriti itu. Mereka menikmati hujan, mereka menari dalam hujan. Dan saya menikmatinya dalam kesendirian di atas rumah pohon di tandabaca, Desa Kindang.

Dulu, saya nyaris tak pernah mengamati apalagi menikmati keindahan burung, baik saat terbang maupun saat bertengger. Meski masa kecil saya penuh kenangan dengannya (tentang ini, nanti saya kisahkan)

Burung, termasuk burung sriti pada umumnya tetap bisa terbang meski hujan. Itu adalah salah satu keajaiban mereka.

Padahal kalau dipikir hal itu tak mungkin. Sebab sayanpnya akan basah lalu lengket. Namun, nyatanya tak demikian (untuk penjelasannya kenapa demikian, baca di SINI)

KLIK INI:  Boroco, Tanaman Obat Potensial yang Dibiarkan Tumbuh Liar
Dibumbui mitos

Burung sriti, di kampung saya penuh dengan mitos. Ketika saya masih kecil. Satu-satunya jenis burung yang tak bisa ditembak dengan ketapel, ditangkap atau dirusak sarangnya hanyalah burung sriti.

Namanya di kampung saya jangang-jangang rihata. Burung ini diyakini sebagai jelmaan dari burung ababil. Burung yang paling berjasa menghancurkan Raja Abrahah dari Yaman. Raja yang ingin menyerang ka’bah dan menghancurkannya di masa silam.

Peristiwa itu dikenal dengan Tahun Gajah. Peristiwa bersejarah yang terjadi jelang kelahiran Nabi Besar Muhammad SAW di Kota Mekah.

Karena dianggap sebagai burung ababil, yang membawa batu dari neraka untuk menghancurkan Raja Abraham dan pasukannya. Maka siapa pun yang menangkap atau membunuh burung sriti akan mengalami hal buruk, misalnya sakit perut.

Karena itulah, setiap ada burung sriti bersarang di rumah, itu dianggap sebagai sebuah keberuntungan. Burung ini memang menyukai rumah, masjid, gua dan kolong jembatan sebagai tempat untuk bersarang.

Mitos yang beredar di masyarakat itu, hingga kini masih terus bertahan. Burung sriti menjadi burung yang tidak terlalu di buru.

KLIK INI:  Ngeri, 1.400 Spesies Burung Musnah di Tangan Manusia?

Karenanya pula, populasi burung yang mirip walet ini cukup banyak. Pun burung sriti tidak masuk ke dalam burung peliharaan di kampung saya.

Namun, menurut Citra Nutriani dkk (2010), seorang mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada yang mengutip pendapat Nugroho dkk (1994) mengungkapkan,  burung walet dan sriti  telah lama dikenal di Indonesia, bahkan  telah dibudidayakan sejak ratusan tahun yang lampau.

Manfaat burung sriti

Di kampung saya, burung sriti termasuk burung yang diabaikan, bahkan ketika senapan angin mulai marak digunakan masyarakat.

Kebanyakan masyarakat yang memiliki senapan angin, umumnya hanya akan menembak burung yang bisa dikonsumsi. Sementara sriti, selain dibumbui aroma mitos, juga masyarakat enggan mengonsumsinya.

Pengabaian itu, bisa saja disebabkan karena belum ada yang tahu manfaat dari burung yang suka bertengger di kabel listrik itu.

Dilansir dari bbppkupang.bppsdmp.pertanian.go.id, burung sriti rupanya memiliki segudang manfaat, di antaranya:

KLIK INI:  Biawak Komodo, Kadal Raksasa dan Ragam Fakta Menarik Tentangnya
  • Pintu masuk budidaya walet

Membudiyakan sriti bisa jadi pintu masuk untuk pembudidaya walet. Pembudidayaanya dapat dilakukan dengan cara putar telur, yakni mengganti telur sriti yang berada di dalam sarang dengan telur walet.

Jadi, yang dierami oleh sriti bukan telurnya, tapi telur si walet.  Saat ini pun, pembudidaya sriti mulai  menjual sarangnya sebagai tempat budidaya walet.

Tidak hanya berfungsi sebagai tempat tinggal, tapi sarang yang dikelola dengan benar bisa menjadi ladang rupiah bagi pemiliknya.

Nah, sebelum menukar telur mereka, yang harus diperhatikan adalah kondisi yang lembap dan gelap. Kondisi ini disukai oleh walet.

  • Liurnya bisa dikonsumsi

Tak jauh beda dengan walet, liur sriti rupanya juga bisa dikonsumsi. Itulah sebabnya sarangnya pun bernilai ekonomi.

Hanya saja, sarangnya harus dipisahkan terlebih dahulu dari bahan pembuatannya, misalnya i rerumputan atau lumut.

Harga liur sriti berada di kisaran Rp300.000 hingg Rp1.500.000. Harganya bergantung pada jenis burung dan bahan pembuatnya.

Dikutip dari laman ipb.ac.id, sriti memang termasuk salah satu spesies burung yang menghasilkan sarang dari air liur.

Namun demikian, sarangnya tidak murni berasal dari air liurnya. Melainkan telah bercampur dengan bahan-bahan lain seperti daun pinus, daun cemara, atau bahkan tali rafia.

KLIK INI:  Studi: Burung Pemakan Biji Lebih Ramah Daripada Pemakan Serangga
  • Pembasmi hama wereng

Hama wereng merupakan hama yang meresahkan bagi petani. nah, keberadaan burung sriti dapat mengatasi masalah tersebut. Karena ia bisa membasminya dengan menjadikannya pakan.

  • Kotorannya bisa menjadi pupuk

Burung sriti adalah satwa yang bersih, ia berkaki lemah. Dan dalam hal membuang kotoran, burung ini  tidak  membuang kotorannya di dalam sarang.

Kotorannya akan menumpuk di luar sarang, kotoran tersebut bisa diolah menjadi menjadi pupuk organik. Harga pupuk dari kotoran burung ini  berkisar Rp200.000 per kuintal.

KLIK INI:  Balai Litbang LHK Produksi Parfum Tanpa Alkohol