- Kayu Bitti, Penyelamat Perahu Pinisi - 26/04/2025
- Keladi Hias dan Ibu - 05/04/2025
- Katilaopro, Pakan Andalan Anoa yang Meresahkan Petani - 02/04/2025
Klikhijau.com – Pembersihan laut yang dilakukan oleh Ocean Voyages Institute berhasil menemukan ratusan ton sampah.
Pembersihan laut itu dilakukan dalam waktu yang cukup lama, yakni 48 hari. Mereka melakukan operasi tersebut di Great Pacific Garbage Patch yang berada di lepas pantai California dan Hawaii.
Hasil yang mereka dapatkan sungguh mengejutkan, yakni sekitar 103 ton (206.000 pon) jaring ikan dan sampah plastik.
Ocean Voyages Institute mengatakan, pembersihan itu merupakan pembersihan laut terbuka terbesar dalam sejarah—menggandakan rekor mereka sebelumnya, yakni 25 hari tahun lalu. Demikian dilansir dari IFL Science.
Sampah yang mereka temukan cukup beragam, namun kebanyakan adalah sampah plastik dan konsumen.
Dan temuan tak terduga adalah peralatan penangkapan ikan yang dibuang sembarangan oleh para nelayan ke lautan.
Sampah-sampah itu tidak hanya mencemari lautan, tapi juga telah merampas hak hidup makhluk lut dengan cara merenggut nyawanya.
Ada beberapa makhluk laut yang ditemukan tinggal kerangka, di antaranya adalaj sejumlah kerangka penyu yang tewas terjerat jaring.
Melampau target
Locky MacLean, mantan direktur Sea Shepherd dan juru kampanye kelautan dalam konservasi laut selama dua dekade mengatakan, jika tak ada solusi yang tepat menyembuhkan laut dari kepungan sampah.
“Ini adalah hari-hari yang panjang di laut bersama kru yang berdedikasi mengambil banyak sampah dari laut,” katanya.
MacLean juga mengatakan bahwa pemperbersihan laut yang dilakukan tersebut telah melampau target.
“Kami melampaui target, yakni mengangkut 100 ton sampah plastik konsumen yang beracun dan menghilangkan jaring ‘hantu’. Pada masa yang penuh tantangan ini, kami akan terus membantu memulihkan kesehatan lautan. Kita harus membersihkannya, sebab itu memengaruhi kesehatan kita dan kesehatan planet ini,” tambahnya.
Di Great Pacific Garbage Patch, tempat Ocean Voyages Institute melakukan operasi pembersihan laut tersebut merupakan tempat yang amat terpencil di Samudra Pasifik.
Di tempat tersebut, diperkirakan berisi sekitar 80.000 ton sampah plastik, yang sebagian besar berasal dari penangkapan ikan komersial dan operasi maritim.
Aksi pembersihan seperti ini membantu membersihkan sampah di permukaan laut. Namun, di dasar laut, jumlahnya masih sangat melimpah. Diketahui ada sekitar 12,7 juta ton plastik yang memenuhi lautan setiap tahunnya. Ditambah dengan sampah di daratan, jumlahnya bisa mencapai 150 juta ton.
Sampah-sampah itu adalah ancaman nyata bagi bagi keanekaragaman hayati di laut jika tidak segera diatasi.
Ancaman sampah laut
Di Indonesia ancaman sampah laut juga semakin mengkhawatirkan. Penelitian yang dilakukan oleh University of Georgia di 192 negara yang memiliki garis pantai, termasuk Indonesia.
Penelitian itu menyebutkan bahwa sebesar 2,5 miliar metrik ton sampah dihasilkan oleh negara-negara tersebut, dengan 275 juta metrik tonnya (10%) adalah plastik. Sebanyak 8 juta metrik ton sampah plastik.
Mengonsumsi plastik dapat menyebabkan biota laut mengalami gangguan metabolisme, iritasi sistem pencernaan, hingga menyebabkan kematian. Selain itu, sifatnya yang persisten memungkinkan kandungan plastik yang berada lama di dalam tubuh biota laut pindah ke manusia melalui skema rantai makanan. Kajian yang dilakukan lembaga Ocean Conservancy menemukan bahwa 28% ikan di Indonesia mengandung plastik. (Teddy Prasetiawan, 2018).
Pusat Penelitian Terumbu Karang Australia (ARC) mengungkapkan jika terumbu yang terpapar limbah plastik berpotensi 89% terkena penyakit, dibandingkan 4% yang tidak terkena dampak limbah.
Teori tersebut dibuktikan sekelompok peneliti asal Indonesia, Amerika Serikat, Australia, dan Kanada yang mengamati kondisi 159 terumbu karang antara tahun 2011-2014.
Hasilnya, paparan limbah plastik pada terumbu karang paling banyak muncul di Indonesia, yakni 26 bagian per 100 meter persegi
Apa yang harus dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut, khususnya di Indonesia? Teddy Prasetiawan (2018) memberi solusi jika pemerintah perlu bekerja ekstra keras untuk mencapai komitmen pengurangan sampah plastik di laut 70% pada tahun 2025.
Hal lain yang perlu dilakukan adalah pemerintah harus menggunakan orientasi jangka panjang, bukan jangka pendek.
Selain itu, DPR dengan fungsi pengawasan yang dimiliki perlu mengawasi pemerintah secara ketat agar langkah yang diambil atau alternatif solusi yang dipilih tidak menimbulkan resiko yang lebih besar terhadap lingkungan hidup.