Mengirim Sampah Plastik ke Indonesia, AS Ditengarai Melanggar Basel Amendments

oleh -218 kali dilihat
Perihal Kiriman Sampah dari AS, BAN dan Nexus3 Desak Pemerintah Bertindak Tegas
Ilustrasi sampah kiriman dalam kontainer - Foto/ecorosa

Klikhijau.com – Dua organisasi yakni Basel Action Network (BAN) dan Nexus3 Foundation menyorot adanya kiriman plastik dari Amerika Serikat sebagai aktivitas ilegal.

Dalam rilisnya hari ini (16/3/2021), dua organisasi ini  mengungkap bahwa ada tiga peti kemas limbah plastik LDPE yang dikirim dari California ke Pelabuhan Belawan, Medan.

Pengiriman ini kemungkinan besar ilegal karena Indonesia sebagai Pihak Basel, tidak dapat menerima limbah yang dikontrol Basel dari AS (bukan negara Pihak Basel).

Hal ini sesuai dengan aturan Larangan perdagangan Pihak non-Pihak yang terdapat dalam Konvensi (Pasal 4.5). Limbah ini dinyatakan sebagai Scrap LDPE.

Oleh sebab itu, Nexus3 dan BAN mendesak pemerintah Indonesia untuk menyita pengiriman ilegal ini. Indonesia telah meratifikasi Basel Amendments dan telah mengeluarkan peraturan baru tentang perdagangan plastik dan limbah non-B3 lainnya untuk keperluan industri.

Selain 1 itu SKB 3 Menteri dan KaPOLRI telah menetapkan kontaminan 2%.

KLIK INI:  Ratusan Plastik di Perut Antarkan Seekor Penyu pada Kematian

“Meskipun Kementerian Perdagangan telah mengeluarkan peraturan baru, namun peraturan tersebut belum mencerminkan perubahan-perubahan aturan dalam Amandemen Basel untuk perdagangan limbah plastik,” kata Yuyun Ismawati, Senior Advisor Nexus3 Foundation.

Yuyun menambahkan, pemerintah Indonesia harus segera mengadaptasi ketentuan-ketentuan baru tersebut. Memperkuat pengawasan di pelabuhan-pelabuhan, menginventarisasi status perusahaan-perusahaan daur ulang plastik dan kertas, serta dan mensosialisasikan aturan baru ini kepada industri.

Untuk diketahui, sampah plastik jenis LDPE yang dibakar di Indonesia disorot dalam film “Plastic Wars”. Bal skrap LDPE biasanya diketahui memiliki tingkat kontaminasi yang tinggi dan sulit untuk didaur ulang.

Sementara itu, tahun lalu, Pejabat pemerintah Indonesia telah menyatakan kepada publik bahwa Indonesia tidak akan mentolerir kontaminasi tinggi. Jika limbah ini tercampur atau terkontaminasi sampai tingkat melebihi 2%, kemungkinan besar pengiriman ini adalah pengiriman ilegal.

Lebih lanjut, jika ada yang terbakar di Indonesia, seperti diberitakan, jelas merupakan pengiriman ilegal. Jika terbukti ternyata ilegal, BAN dan Nexus3 berharap pemerintah Indonesia mendesak agar kontainer-kontainer ini disita.

KLIK INI:  Belasan Pelajar Belanda Belajar Keanekaragaman Hayati di Indonesia

Mediterranean Shipping Company (MSC) adalah kapal yang membawa kontainer-kontainer ini dan merupakan salah satu perusahaan pelayaran yang diminta BAN dan LSM lainnya untuk menolak pengiriman limbah plastik ilegal ke negara-negara berkembang.

Semua negara menyetujui dan mengadopsi Basel Amendments secara bulat pada COP-14. Amandemen Basel ini selanjutnya mulai berlaku (entered into force) pada tanggal 1 Januari 2021.

Data terbaru yang diperoleh Basel Action Network (BAN) mengungkapkan bahwa eksportir AS, jalur pelayaran global, dan pemerintah AS semuanya melanggar aturan global 2021 baru yang ditetapkan oleh Konvensi Basel untuk mencegah pembuangan sembarangan dan polusi yang timbul dari perdagangan limbah plastik di negara berkembang.

Daur ulang plastik di sebagian besar negara berkembang berkarakteristik kotor, tidak kumplit, dan sumber pencemaran.

Di bawah aturan Basel yang baru, limbah plastik yang tercampur dan terkontaminasi, atau yang mengandung PVC, yang dikumpulkan secara rutin dari permukiman di kota, usaha kecil, dan pendaur ulang, dan yang sebelumnya diperdagangkan secara bebas, sekarang dikontrol secara ketat.

Terlepas dari aturan baru yang dimulai pada Januari 2021, pengamatan sekilas dari data 2021 menunjukkan bahwa ekspor tersebut ke negara-negara non-OECD (berkembang) belum berkurang. Ekspor ke beberapa negara, seperti misalnya ke Malaysia, justru mengalami peningkatan.

KLIK INI:  Hari Anak Nasional, Penting Mengajak Anak Cinta Lingkungan Sejak Dini

“Meskipun aturan perdagangan global baru mulai berlaku tahun ini, pemerintah kota, kabupaten, negara bagian, dan federal di Amerika Serikat tampaknya masih dengan senang hati membuang limbah plastik mereka ke fasilitas-fasilitas pengolahan di negaranegara berkembang, meskipun perdagangan ini sekarang dapat dianggap ilegal,” kata Direktur Eksekutif Basel Action Network, Jim Puckett.

Jim Puckett menegaskan bahwa Pemerintah Biden harus segera bertindak dan mengerem bentuk ketidakadilan lingkungan ini.

Menurutnya, ekspor Januari 2021 seharusnya anjlok karena aturan baru mulai berlaku, membuat sebagian besar perdagangan ilegal.

BAN menemukan bahwa ekspor Januari 2021 ke negara-negara non-OECD hampir sama dengan ekspor Januari 2020 (25.700 metrik ton, dibandingkan dengan 25.200, masing-masing tahun).

Ekspor ke Malaysia sebenarnya naik dari naik dari 8.600 metrik ton pada Desember 2020 menjadi 9.800 ton pada Januari 2021. Jumlah Januari 2021 saja, pindah ke negara-negara non-OECD, setara dengan sekitar 4.834 kontainer laut.

Negara AS bukan anggota (Pihak) Konvensi Basel, dan dengan demikian aturan baru tersebut tidak secara langsung berlaku untuk eksportir AS.

Hal ini juga berarti bahwa 187 negara yang menjadi Pihak Basel tidak diizinkan untuk mengimpor limbah yang dikontrol Basel dari AS sampai AS menjadi negara pihak dalam perjanjian Basel.

KLIK INI:  Kabar Baik, Tabung Pasta Gigi Ramah Lingkungan Mulai Dipasarkan

Ketika eksportir AS mengabaikan aturan global, pengiriman limbah mereka menjadi lalu lintas kriminal segera setelah kapal-kapal itu melaut.

Selain itu, mitra dagang mereka dapat dituntut. Perusahaan perkapalan juga bertanggung jawab karena membawa barang selundupan. BAN juga menemukan contoh dari ekspor spesifik sekarang di laut lepas yang sangat mungkin ilegal.

Karena ketidakmampuan fasilitas pemulihan bahan AS (Material Recovery Facility/MRF) untuk mencapai persentasi kontaminan rendah yang sekarang disyaratkan oleh Konvensi Basel, dikombinasikan dengan fakta bahwa banyak ekspor yang diketahui adalah bal polimer campuran atau termasuk PVC, ekspor ke negara Pihak Basel hampir dipastikan melanggar aturan Basel baru.

Misalnya, Malaysia tidak akan menerima muatan dengan lebih dari 5% muatan terkontaminasi, namun sebuah studi oleh pemerintah California, menunjukkan bahwa bahkan plastik PET (polietilen tereftalat) dari MRF biasanya terkontaminasi oleh lebih dari 10% limbah non-PET.

Indonesia menetapkan tingkat contaminant 2% melalui Surat Keputusan Bersama tiga kementerian dan Kepada POLRI. Namun demikian, tidak banyak negara mitra dagang yang mengetahui keputusan yang dibuat Indonesia ini. Pada contoh ketiga, plastik PVC sedang dalam perjalanan ke India.

KLIK INI:  Perihal Kiriman Sampah dari AS, BAN dan Nexus3 Desak Pemerintah Bertindak Tegas

Indonesia, Malaysia dan India semuanya adalah Negara Pihak Basel, tidak dapat memperdagangkan limbah Basel yang baru terdaftar ini dengan AS (bukan Pihak).

BAN menyerukan kepada pemerintah-pemerintah Indonesia, Malaysia dan India untuk menyita pengiriman yang dikutip ini jika memang mereka terbukti melanggar aturan Basel yang baru.

“Kami telah menemukan bukti dalam data Bea Cukai AS untuk pengiriman ilegal tertentu, dan kemungkinan besar, setelah pengiriman diperiksa, pengiriman ini akan dianggap ilegal.” kata Puckett.

Tentang Basel Amendments

Pada Pertemuan Ke-14 Para Pihak (COP-14) dari Basel Convention di Jenewa tanggal 24 Maret 2020, Indonesia bersama 187 negara Pihak meratifikasi Basel Amendments tentang Perdagangan Plastik.

Basel Amendments ini diusulkan oleh Norwegia dan Jepang merespon perubahan drastis perdagangan limbah plastik yang diiniasi oleh Cina.

KLIK INI:  Riset Milieu, Konsumen di ASEAN Gemar Pakai Plastik Kemasan Namun Malas Mendaur Ulang

Karena Cina menutup pintu impor limbah kotor hampir separuh perdagangan global dan menetapkan kontaminan 0.5%, ekspor limbah plastik beralih ke negara-negara Asia lainnya, termasuk Indonesia.

Akibatnya Indonesia pun dibanjiri sampah plastik. Amandemen Lampiran VIII memasukkan entri baru A3210, menjelaskan ruang lingkup limbah plastik yang dianggap berbahaya dan oleh karena itu tunduk pada prosedur Prior Informed Consent (PIC).

Amandemen Lampiran IX, dengan entri baru B3011 menggantikan entri B3010 yang ada, menjelaskan jenis limbah plastik yang dianggap tidak berbahaya dan dengan demikian, tidak tunduk pada prosedur PIC.

Limbah yang tercantum dalam entri B3011 meliputi: sekelompok resin yang diawetkan, polimer non-halogenasi dan berfluorinasi, asalkan limbah tersebut ditujukan untuk didaur ulang dengan cara yang ramah lingkungan dan hampir bebas dari kontaminasi dan jenis limbah lainnya; campuran limbah plastik yang terdiri dari polietilen (PE), polipropilen (PP) atau polietilen tereftalat (PET) asalkan ditujukan untuk daur ulang terpisah dari setiap bahan dan dengan cara yang ramah lingkungan, dan hampir bebas dari kontaminasi dan jenis limbah lainnya.

Amandemen ketiga adalah penyisipan entri baru Y48 dalam Lampiran II yang mencakup limbah plastik, termasuk campuran limbah tersebut kecuali jika berbahaya (seperti yang termasuk dalam A3210) atau dianggap tidak berbahaya (karena termasuk dalam B3011).

KLIK INI:  4 Potensi Risiko Lingkungan di Tahun 2021, dari Perubahan Iklim hingga Tekanan Fiskal