Menggagas Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Berkelanjutan Berbasis Warga

oleh -387 kali dilihat
Menggagas Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Berkelanjutan Berbasis Warga
Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Sampah/foto-Dok klhk
Anis Kurniawan

Klikhijau.com – Masalah sampah kini telah jadi isu global yang seperti tiada selesainya. Berdasar data terbaru terdapat sekira Rp 330 Triliun sampah makanan di Indonesia terbuang percuma setiap tahunnya (Kompas, 19/5/2022).

Ini belum termasuk sampah organik lainnya yang dihasilkan dari sisa olahan makanan. Data KLHK menyebut rerata orang Indonesia menghasilkan sampah sekira 0,7 hingga 1,2 kilogram perhari dengan komposisi 60-70 persen sampah organik dan 30-40 persen sampah anorganik.

Apakah sampah yang dihasilkan ini terkelola dengan baik sebagaimana mestinya?

“Pada umumnya sampah dibuang begitu saja melalui petugas kebersihan. Sampah itu akan ditumpahkan di TPA Antang,” kata seorang warga saat diskusi di Kelurahan Sambung Jawa Kota Makassar Selasa (19/7).

Pandangan ini seolah mewakili realitas yang terjadi di lapangan. Permasalahan sampah bahkan masih dianggap sebagai urusan pemerintah saja. Sampah belum dilihat sebagai sesuatu yang berharga dimana setiap individu sejatinya punya peran dan tanggungjawab.

KLIK INI:  Kala Gunung Es Besar Retak di Antartika

Partisipasi warga masih rendah

Tak bisa dipungkiri bahwa partisipasi warga dalam penanganan sampah sangat minim.

Lihat saja misalnya program pemerintah dalam mendorong aksi pemilahan sampah dari rumah yang tampaknya juga belum optimal. Faktanya, kebanyakan warga masih belum menyadari pentingnya memilah sampah.

“Sampah di rumah dikumpulkan saja di satu tempat, nanti dijemput petugas kebersihan. Kami hanya bayar iuran setiap bulannya,” demikian pengakuan Ibu Marlina di Cendrawasih yang diwawancarai Klikhijau Selasa (19/7).

Pantauan Klikhijau, pada sepuluh rumah tangga di Kota Makassar hanya ada 1 atau 2 saja yang mulai memilah sampahnya. Itupun belum sepenuhnya konsisten dijalankan. Dari angka ini, berapa persen yang sudah terbiasa menabung sampahnya di bank sampah terdekat?

Jumlahnya terbilang sangat minim. Fakta ini terkonfirmasi saat wawancara khusus Klikhijau dengan Ibu Atma, pegiat di Bank Sampah Kemuning yang ada di BTN Minasaupa Kota Makassar.

Meski nasabah Ibu Atma lumayan banyak dan cukup aktif yakni lebih dari 100-an orang, jumlah ini tentu belum mencerminkan potensi nasabah yang semestinya bisa digaet. Terlebih sebagian besar nasabah di bank sampah Kemuning adalah warga dari area luar kompleks dan sebagian diantaranya adalah pemulung.

Bahkan sebagian besar sampah yang dikumpulkan adalah hasil kerja sendiri dan sumbangan dari sejumlah rekannya.

KLIK INI:  Demi Keadilan Ekologis, WALHI Gelar Temu Rakyat Sulsel

“Sebagian sampah yang terkumpul di tempat saya adalah kerja-kerja saya secara pribadi. Saya rajin jalan ke mana-mana dan mengumpulkan sampah sendiri. Kalau hadir di sebuah acara, saya biasa bawa sampahnya pulang,” kata Ibu Atma.

Jadi, tantangan lainnya adalah manajemen bank sampah yang belum berjalan. Beberapa bank sampah masih mengandalkan satu-dua orang pengurusnya dalam mengelola sampah. Hal ini membuat keberadaan bank sampah belum menyentuh masyarakat terdekatnya.

Padahal bila gerakan pilah sampah dari rumah berjalan efektif maka keberadaan bank sampah tentu sangat terbantu. Kesadaran memilah sampah secara otomatis akan mengubah mindset masyarakat bahwa sampah memiliki nilai ekonomi. Sampah harus diolah agar tidak menjadi beban pada lingkungan.

Menumbuhkan kesadaran warga

“Masalah sampah ini berkaitan dengan kebiasaan masyarakat. Oleh karena itu, upaya penanganan sampah harus melibatkan kerja kolaboratif. Masyarakat harus terlibat dalam prosesnya agar merasakan langsung dampak positifnya dari pengolahan sampah,” kata Ziaul Haq Nawawi, Founder Yayasan Econatural Society Indonesia saat memantik diskusi di Kelurahan Sambung Jawa Kota Makassar, Selasa (19/7).

Oleh sebab itu, perlu membangun sistemnya terlebih dahulu. Tetapi yang lebih penting kata Ziaul Haq adalah partisipasi dan kesadaran warga.

KLIK INI:  Setelah Acara, Terbitlah Sampah

“Kalau sistemnya bagus dan inklusif, partisipasi warga pasti juga tinggi. Masyarakat harus dilibatkan langsung dalam penanganan sampah agar mereka dapat merasakan langsung manfaatnya,” katanya.

Poin kunci ini kemudian menjadi modal utama yang akan ditumbuhkan di Kelurahan Sambung Jawa, Kecamatan Mamajang Kota Makassar.

Diskusi kali ini agak berbeda dengan pertemuan-pertemuan biasanya. Fokus temanya adalah pengelolaan limbah domestik berbasis pemberdayaan masyarakat.

Hadir dalam diskusi Lurah Sambung Jawa Ince Kumala, Kepala Seksi Kebersihan Kecamatan Mamajang, Para Ketua RT/RW se Kelurahan Sambung Jawa, tokoh masyarakat setempat dan perwakilan Klikhijau.

Ziaul Haq yang lebih akrab disapa Cawi tidak sekadar memaparkan isu persampahan, tetapi lebih kongkrit lagi yakni pada tahap aksi nyata. Yah, pertemuan ini adalah upaya merintis satu model pengolahan sampah domestik dengan mengedepankan partisipasi warga.

Hal pertama yang diperkuat adalah niatan untuk kolaborasi alias bekerja bersama.

“Saya suka bila bisa kolaborasi dan bagaimana berproses secara bersama agar bila kelak bisa berhasil maka akan dicatat sebagai hasil kerja bersama. Begitu juga sebaliknya, andai gagal maka harus diterima sebagai kegagalan bersama,” terangnya.

KLIK INI:  Kerap Tersangkut Konflik Lahan, Perlindungan HAM bagi Petani Masih Terabaikan

Pendampingan dan berproses bersama

Dalam mengawal niatan mengelola sampah rumah tangga berbasis warga di Kelurahan Mamajang ini, dibangun kolaborasi multi pihak bersama dengan Pemerintah setempat (Lurah dan RT/RW), pemerintah kecamatan dan tokoh masyarakat.

Pada diskusi dengan para pihak, Cawi dari Econatural mencoba meretas problem klasik yang selama ini terjadi di tapak. Mendengarkan cerita dan pengalaman dari warga Sambung Jawa, banyak cerita kemudian jadi bahan refleksi bersama.

Cerita Pak Ridwan (Ketua RW di Sambung Jawa) misalnya patut didengarkan. Pak Ridwan yang punya pengalaman dalam mengelola sampah organik menjadi kompos di wilayahnya membeberkan beberapa kendala yang dihadapi selama ini. Problem klasih tersebut antara lain bahan baku yang sulit, akses pemasaran dan mahalnya biaya operasional.

Kendala ini yang membuat program tidak berkelanjutan. Merespons hal ini, Cawi menawarkan perbaikan tata kelola dan pengelolaan sampah rumah tangga dengan dua hal: pertama, pengelolaan sampah organik  dengan budidata maggot alias larva dari Balck soldier Fly (BSF) dan pemilahan sampah berbasis warga.

Ide ini disambut positif oleh Lurah Sambung Jawa Ince Kumala. Menurut Ince, ide ini sangat cocok dengan kondisi di masyarakat yang memang memiliki potensi sampah organik tinggi.

“Kami mendukung sepenuhnya program ini, kita berharap permasalahan sampah di sini bisa terselesaikan,” terangnya.

Hal senada dikatakan Kepala Seksi Kebersihan Kecamatan Mamajang, Jamal. Pihaknya juga berharap pendampingan dari Econatural dapat mengatasi permasalahan sistem dan manajemen pengelolaan sampah yang terjadi salama ini.

“Kita berharap sampah di rumah tangga bisa dikelola dengan baik, sehingga tidak lagi menjadi beban di TPA Antang. Bila perlu sampah yang dibuang ke TPA sisa sepuluh persen saja, selebihnya bisa diolah secara mandiri dan bermanfaat pada warga sendiri,” terang Jamal.

Ke depan, Econatural dan mitra lainnya akan melakukan pendampingan di Sambung Jawa. Mulai dari pengaturan manajemen hingga pendampingan dalam pengembangan budidaya maggot berbasis warga.

“Maggot ini produk masa depan yang menjanjikan. Kita akan pelan-pelan perbaiki sistemnya di sini. Kita kerja kolaborasi. Masyarakat di ring satu yang paling dekat dengan TPST harus menjadi prioritas utama. Kita berharap, masalah sampah tertangani dan warga di sini merasakan dampaknya,” pungkasnya.

KLIK INI:  Sampah-sampah di Kepala