Menebar Pesan Menohok Botchan kepada Para Pemburu Satwa Liar

oleh -329 kali dilihat
Menebar Pesan Menohok Botchan kepada Para Pemburu Satwa Liar
Menebar Pesan Menohok Botchan kepada Para Pemburu Satwa Liar-foto/Ist
Irhyl R Makkatutu
Latest posts by Irhyl R Makkatutu (see all)

Klikhijau.com –  Pesan kebaikan sesungguhnya bisa ditemukan di mana saja. Termasuk dalam karya  sastra. Karena sifat sastra sendiri adalah penyampai pesan kepada pembaca. Sastra juga merupakan potret suatu masyarakat.

Salah satu jenis sastra yang banyak memuat pesan moral adalah novel. Semisal novel Botchan, yang merupakan novel kedua Natsume Soseki.

Novel ini terbit pertama kali pada tahun 1906. Menjadi salah satu novel paling populer di Jepang. Dibaca oleh banyak orang. Novel ini mengangkat tema utama tentang moralitas.

Natsume Soseki yang lebih dikenal dengan nama pena Soseki lahir pada tahun 1867. Ia menulis novel Botchan dengan cara  humor dan sarkasme. Ia hidup di zaman Meiji hingga zaman Taisho. Soseki  adalah salah satu penulis besar Jepang.

KLIK INI:  Cara Penyair Menginspirasi Kita Mencintai Lingkungan

Botchan menjadi sarana bagi Soseki  untuk mengungkapkan apa yang ada di dalam pikirannya. Ia memunculkan nilai-nilai moralitas dalam karyanya.

Susahnya kejujuran

Botchan, mempresentasikan kehidupan nyata manusia. Di mana yang jujur akan sulit berkembang. Akan memiliki “musuh” di mana-mana. Dan juga kenyamanan hidupnya akan selalu terombang ambing.

Orang tua  Botchan menganggapnya sebagai anak berandalan tanpa masa depan. Ibu dan ayahnya meninggal ketika ia masih kecil. Dan ia harus mengjalani hidupnya dengan gelar yatim piatu.

Tapi ia tidak putus asa. Terus saja bergerak hingga lulus kuliah dan menjadi guru. Namun, kehidupannya tidak lepas dari masalah. Karena Botchan adalah seorang guru muda yang melakukan pemberontakan terhadap “sistem” di sekolah tempatnya mengajar.

Sifatnya yang  selalu terus terang dan tidak mau berpura-pura—termasuk dalam hal memancing ikan. Sering kali membuatnya mengalami kesulitan dalam berinteraksi dengan orang sekitarnya.

Novel ini banyak diteliti oleh mahasiswa Indonesia, di antaranya Shabrina Alifah Ghaisani yang mengangkat judul Kepribadian Tokoh Utama Botchan dalam Novel Botchan Karya Natsume Soseki (Kajian Psikoanalisis). Shabrina merupakan mahasiswa Program Studi S1 Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro, Semarang

Penelitian lain dilakukan dilakukan oleh Aini Vatul Hidayah, Budi Santoso dari Sastra Jepang, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Dian Nuswantoro. Mereka mengangkat judul Penerapan Nilai-Nilai Moral oleh Botchan dalam Novel Botchan Karya Natsume Soseki.

KLIK INI:  Membaca Pesan dalam Trilogi Buku "Indonesia Menghadapi Perubahan Iklim"

Nilai moral dan kepribadian Botchan memang menarik untuk ditelusuri dan diteladani, ia rela menderita demi menjunjung  tinggi nilai kejujuran.

Ia juga tidak tega menyakiti orang lain dengan cara berpura-pura baik. Bahkan dalam hal berburu satwa pun, Botchan tidak pernah setuju. Apalagi jika aktivitas tersebut dilakukan dengan tujuan  untuk memuaskan nafsu keserakahan manusia.

Berburu dan memancing itu kejam

Sikap itu bisa kita temukan dalam kutipan novel Botchan pada halaman 77, yakni:

Semua orang yang memancing dan berburu adalah manusia kejam. Kalau tidak, mereka tidak akan menikmati kegiatan mengambil nyawa. Secara logika saja, bahkan ikan dan burung pasti lebih memilih hidup daripada mati. Berbeda masalahnya bila kau harus memancing dan berburu untuk hidup, tapi bila manusia yang sudah hidup nyaman harus membunuh makhluk hidup lain sebelum bisa tidur nyenyak, bagiku itu kelewatan memanjakan diri.

Pesan itu rasanya memang menohok, khususnya bagi para pemancing dan pemburu. Banyak di antara mereka yang melakukannya karena hobi. Dan tidak merasa bersalah sedikit pun setelah menghilangkan nyawa makhlkuk hidup yang lain.

Bagi Botchan itu adalah kekejaman. Karena bagaimanapun menghilangkan nyawa  makhluk hidup  dengan alasan kesenangan atau hobi semata tidak bisa dibenarkan.

Burung, ikan atau satwa liar lainnya juga berhak hidup seperti manusia. Ia hanya boleh diburu jika itu kepentingan untuk hidup, pun caranya tidak boleh berlebihan, seperlunya saja.

Namun, kenyataannya sekarang ini. Banyak manusia berburu dan memancing bukan untuk keperluan hidupnya, karena banyak di antara para pemburu itu telah hidup serba berkecukupan, yang meski tidak pergi memancing atau berburu mereka akan tetap hidup dengan nyaman.

Karena itu, pesan dalam novel Botchan kiranya perlu ditebarkan, agar tercipta kesadaran untuk tidak berburu satwa liar dan memancing ikan secara berlebihan. Bagaimanapun, ikan dan burung akan lebih memilih hidup daripada mati, sama halnya dengan manusia.

KLIK INI:  Komunitas Laut Biru dan 5 Pesan Cinta untuk Kelestarian Kawasan Pesisir