Klikhijau.com – Pantun memiliki ciri khas tersendiri. Jenis sastra ini termasuk salah satu jenis puisi lama. Pantun biasanya dituturkan secara lisan.
Membuat pantun tidak mudah, sebab ada aturan “main” yang harus diikuti. Umumnya pantun terdiri atas empat larik atau empat baris bila dituliskan.
Pada tiap liriknya terdiri atas 8-12 suku kata. Persajakan akhirnya berpola, yakni a-b-a-b ataupun a-a-a-a. Aturan main itulah sehingga tidak semua orang, termasuk penulis bisa membuatnya.
Namun, hal itu tidak berlaku bagi Tri Astoto Kodarie, penyair yang kini tinggal di Parepare, Sulawesi Selatan itu lihai membuat pantun.
Bahkan ia sanggup membuat satu buku khusus kumpulan pantun, judulnya Aku, Kau, dan Rembulan. Buku itu diterbitkan oleh De la Macca pada tahun 2015 lalu.
Buku pantun dari Lelaki kelahiran 29 Maret 1961 di Jakarta itu menjadi angin segar bagi pencinta pantun. Karena tentang pantun pun tidak terlalu banyak yang beredar di pasaran.
Dalam buku kumpulan pantunnya tersebut, Tri Astoto Kodarie banyak mengisahkan tentang alam. Berikut 7 di antaranya:
Pantun Ladang Jagung
Burung terbang hujan pun datang
Subur tanaman gembira peladang
Susah hati bila ada belalang
Makan dedaunan sampailah kenyang
Pagi disiangi, sore disirami
Tumbuh menjulang dan bersemi
Bunga-bunga nampak mengembang
Bakal buah pun tak lama menjelang
Hijau subur dedaunan dipermainkan angin
Burung-burung terbang ke tempat lain
Jagung-jagung telah menguning
Senyum pun mulai tersungging.
Pantun Alam
Berburu rusa di tengah hutan
Suara nyaring merdu ayam bekantan
Jagalah selalu tanaman dan lingkungan
Agar jauh bencana dari kehidupan
Berharap hidup di sepetak lahan
Pohon berjejer jadi rerimbunan
Lestari alam menghampar kehijauan
Bunga warna-warni di antara dedaunan
Meliuk-liuk burung elang bermain di udara
Melestarikan alam wujud cinta pada bangsa dan negara.
Pantun di Sawah
Sawah menguning bak permadani
Nyiur melambai semerbak melati
Tertawa riang para petani
Panen tak lama gembiralah hati
Bulir-bulir padi yang bernas
Tangkai kokoh menopangnya
Para petani berhasil karena kerja keras
Pagi sore menyiangi tiada hentinya.
Pantun Padang Ilalang
Gundah gulana menyapa kalbu
Petir berkilat hujan membadai
Kalau engkau lupa nasihat ibu
Mungkin cita-cita takkan tercapai
Memasak udang lupa buang kulitnya
Bencana datang baru tahu sebabnya
Sungguh berliku jalan ke gunung
Berhenti sebentar minum air buah nira
Usaha sedikit mendapat untung
Karena hati selalu gembira
Menanti rembulan di padang ilalang
Pesan diingat agar tak malang.
Pantun di Sungai
Mandi di sungai berbatu landai
Gemercik air mengalir deras
Jangan melompat seperti tupai
Kalau jatuh berdebam keras
Bermain rakit dari hulu hingga hilir
Rakit didayung memecah air
Biarkan hidup terus mengalir
Karena lumut bisa kita tergelincir
Pohon peneduh di pinggir sungai
Burung kepodang melompat riang di dahan
Hutan lestari angin membelai
Bagai belahan jiwa di dalam kehidupan.
Pantun Kupu-Kupu
Indahnya terbang di antara kembang
Sayap melambai tersentuh dedaunan
Hinggap di dahan kembali terbang
Kupu-kupu mungkin mencari kawan
Warnanya hitam bertitik-titik kuning
Terbang melayang terbawa angin
Matanya indah berwarna bening
Kupu-kupu lucu nampak bermain.
Pantun Selembar Daun
Bambu di hutan tumbuh berbatang-batang
kemarau panjang kering kerontang
seperti ada batang cendawan tumbuh
doa dan rezki itu jaraknya tak jauh
Sembunyi di balik daun sehelai
emak di dapur memasak gulai
janganlah suka bekerja yang sia-sia
menghitung waktu jalanlah usia
Selembar daun ditekuk tak bisa
orang bertobat hal yang biasa
janganlah kehendak itu dipaksa
tak peroleh untung tapi binasa.
Itulah 7 pantun dari Tri Astoto Kodarie. Penyair yang berprofesi sebagai pendidik ini, selain menulis buku untuk menyiarkan tulisannya, khususnya puisi. Dia juga membacakan puisinya di chanel youtubenya sendiri “TriAsKodarie Channel” jika tertarik mendengarnya silakan dikunjungi!