Klikhijau.com – Wajah Sungai Brantas akan berubah. Setelah Putusan Mahkamah Agung (MA) yang menolak Peninjauan Kembali (PK) Gubernur Jawa Timur dan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Putusan itu menegaskan bahwa pemerintah bertanggung jawab dalam pemulihan Sungai Brantas.
Berdasarkan putusan tersebut, Koordinator Kampanye Ecoton, Alaika Rahmatulla mengungkapkan bahwa Industri di sepanjang Sungai Brantas akan kesulitan membuang limbah tanpa diolah, pasca ditolaknya PK Gubernur. Karena setiap industri wajib hukumnya memasang CCTV yang langsung nyorot ke oulet buangan limbah.
Yayasan Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (Ecoton) menilai, Gubernur Jawa Timur sudah seharusnya meminta maaf kepada masyarakat atas kelalaian mengelola sungai yang menjadi sumber air jutaan warga di Jawa Timur tersebut.
Penolakan PK oleh MA dengan Nomor 821 PK/Pdt/2025 tertanggal 21 Agustus 2025 menurut Alaika semakin menguatkan putusan sebelumnya yang memerintahkan pemerintah melakukan pemulihan pencemaran Sungai Brantas.
Putusan tersebut mempertegas isi perkara Nomor 08/Pdt.G/2019/PN Sby Jo. No. 177/PDT/2023/PT.Sby Jo. No. 1190 K/PDT/2024, yang dikirimkan kepada kuasa hukum Ecoton, Rulli Mustika Adya, SH., MH, dan ditandatangani jurusita pengganti, Suriadi, pada 1 Oktober 2025.
Alaika menegaskan, dengan ditolaknya PK tersebut, Gubernur Jawa Timur dan Menteri PUPR wajib melaksanakan 10 amar putusan Pengadilan Negeri Surabaya yang telah dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Jawa Timur.
“Kerusakan Sungai Brantas sudah tidak terkendali. Industri membuang limbah tanpa pengolahan, dan banyak bangunan liar tumbuh di bantaran sungai akibat lemahnya pengawasan,” ujarnya.
Ecoton menyoroti lemahnya penegakan hukum lingkungan dan minimnya monitoring di lapangan. Menurut Alaika, pengendalian pencemaran yang dilakukan pemerintah hanya bersifat seremonial dan tidak menyentuh substansi persoalan.
“Upaya pengendalian dan pemulihan hanya gimmick. Kegiatan dilakukan sebatas formalitas tanpa dampak nyata,” katanya.
10 Putusan PN Surabaya yang mesti ditaati:
- Memerintahkan Para Tergugat untuk meminta maaf kepada masyarakat di 15 kota/ kabupaten yang dilalui Sungai Brantas atas lalainya pengelolaan dan pengawasan yang menimbulkan ikan mati massal di setiap tahunnya.
- Memerintahkan Para Tergugat untuk memasukkan program pemulihan kualitas air sungai Brantas dalam APBN 2020.
- Memerintahkan Para Tergugat untuk melakukan pemasangan cctv di setiap outlet wilayah DAS Brantas untuk meningkatkan fungsi pengawasan para pembuangan limbah cair.
- Memerintahkan Para Tergugat melakukan pemeriksaan independen terhadap seluruh DLH di provinsi Jawa timur baik DLH Provinsi maupun DLH Kota/Kabupaten yang melibatkan unsur masyarakat, akademisi, konsultan lingkungan hidup dan NGO di bidang pengelolaan lingkungan hidup dalam hal ini pembuangan limbah cair.
- Memerintahkan Para Tergugat mengeluarkan peringatan terhadap insustri khususnya yang berada di wilayah DAS Brantas untuk mengelola limbah cair sebelum di buang ke sungai.
- Memerintahkan Para Tergugat melakukan tindakan hukum berupa sanksi administrasi bagi industri yang melanggar atau membuang limbah cair yang melebihi baku mutu berdasarkan PP 82/2001.
- Memerintahkan Para Tergugat untuk memasang (Real Time) alat pemantau kualitas air di setiap outlet Pembuangan Limbah Cair di Sepanjang Sungai Brantas, agar memudahkan pemerintah untuk mengawasi dan memantau industri.
- Memerintahkan PARA TERGUGAT untuk melakukan kampanye dan edukasi masyarakat wilayah sungai Brantas , untuk tidak mengko suami ikan yang mati karena limbah industri.
- Memerintahkan DLH Kabupaten/Kota untuk melakukan koordinasi dengan industri dalam tata cara pengembalian limbah cair yang menjadi tanggung jawab industri.
- Memerintahkan Para Tergugat untuk membentuk tim SATGAS yang beroperasi untuk memantau dan mengawasi pembuangan Limbah Cair di Jawa Timur.
Selain itu, Prigi Arisandi, Manager Sergugat untuk membentuk tim SATGAS yang beroperasi untuk memantau dan mengawasi pembuangan Limbah Cair di Jawa Timur.ains, Seni, dan Komunikasi Ecoton, menegaskan perlunya kebijakan penanganan terpadu saat terjadi kematian ikan massal.
“Selama ini kejadian ikan mati massal berulang tanpa penyelesaian. Penyebabnya tidak pernah diungkap ke publik, bahkan cenderung dipeti-eskan,” ujarnya.
Berdasarkan survei Ecoton terhadap 535 warga Jawa Timur, sebanyak 62,1% menilai pengelolaan Sungai Brantas oleh pemerintah provinsi buruk. 88% responden menyatakan sungai masih tercemar, sementara 73,5% meyakini sumber pencemaran berasal dari sampah plastik dan limbah cair rumah tangga, dan 25% menyebut industri sebagai penyumbang utama.
“Sudah saatnya Gubernur dan Menteri PUPR meminta maaf kepada masyarakat di daerah aliran Sungai Brantas. Selama ini, kelalaian dalam pengawasan menyebabkan sungai terus tercemar dan ekosistemnya rusak,” tutup Alaika dengan tegas.








