Memeras Darah Biru Kepiting Belangkas Demi Vaksin Covid-19

oleh -2,509 kali dilihat
Memeras Darah Biru Kepiting Belangkas Demi Vaksin Covid-19
Kepiting belangkas/foto - genpi.com
Irhyl R Makkatutu

Klikhijau.com – Vaksin Covid-19 masih jadi tanda tanya kapan tersedia bagi masyarakat. Berbagai upaya yang dilakukan oleh berbagai negara dan peneliti untuk menemukannya.

Namun, hasilnya masih dalam tahap uji coba. Di Indonesia Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mencoba menangkal virus korona dengan meneliti tanaman herbal asli Indonesia, mulai dari jahe merah hingga mengkudu.

Sementara di negara lain, banyak peneliti yang memanfaatkan darah biru kepiting tapal kuda atau kepiting belangkas.

Di Indonesia kepiting belangkas merupakan hewan yang dilindungi oleh pemerintah. Populasinya di alam mengalami ancaman kepunahan, diduga karena pencemaran perairan, degradasi habitat dan penangkapan berlebih (Khairul dan Zunaidy Abdul Siregar, 2019).

KLIK INI:  Pohon Bintaro, Tanaman Alternatif Insektisida Nabati

Bisa jadi karena hewan ini dilindungi sehingga tidak dilirik sebagai bahan baku obat, termasuk untuk vaksin Covid-19. Dan itu kabar yang menggembirana bagi populasi hewan ini.

Perlindunga belangkas   tertuang Surat   Keputusan   Menteri Kehutanan No. 12/ KPS -II/ 1987 dan Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun. Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) telah menetapkan bahwa hewan ini termasuk yang dilindungi oleh undang-undang konservasi. Hewan ini di Indonesia lebih dikenal dengan nama Mimi mintuno.

Mengutip dari BBC, bahwa sesungguhnya banyak orang tidak tahu bahwa kesehatan kita tergantung pada kepiting yang darahnya berwarna biru. Ketergantungan itu akan jauh lebih besar seiring dengan munculnya pandemi Covid-19.

Kepiting dari suku Limulidae ini mirip paduan antara laba-laba dan kutu raksasa.  Usianya lebih tua dari dinosaurus, sehingga menjadikannya sebagai makhluk tertua di dunia.

Kepiting belangkas telah ada sejak 450 juta tahun yang lalu. Di Atlantik, kepiting tapal kuda bisa terlihat di musim semi dan mencapai puncaknya pada bulan Mei dan Juni saat air pasang pada bulan purnama.

Saat vaksin Covid-19 gencar dicari dan berusaha ditemukan, kepiting belangkas mengalami ‘petaka’ yang tidak ringan. Sebab darah birunya banyak digunakan menguji apakah sebuah calon vaksin aman untuk dipakai.

Sebenarnya darah belangkas bukan pertama kali diambil saat pandemi ini. Darah birunya telah dipanen sejak tahun 1970-an untuk menguji coba apakah alat medis dan obat intravena (obat yang masuk ke pembuluh darah) aman untuk dipakai.

Tersisa 4 spesies
KLIK INI:  Karena Sisiknya, Banyak Trenggiling Temui Kematiannya

Perburuan darah biru belangkas bukan sekadar sebagai obat, tapi ada bisnis yang cukup besar di baliknya. Darah kepiting itu merupakan salah satu cairan paling mahal di dunia. Satu liter harganya bisa mencapai US$15.000 (sekitar Rp213 juta).

Belangkas merupakan hewan yang mempunyai peranan dalam bidang ekologi dan biomedis. Limulidae berperan dalam penyeimbang rantai makanan dan sebagai sumber protein bagi setidaknya 20 spesies burung pantai yang bermigrasi (Moch. Zainul Milla dalam Dietl, 2018).

Masih menurut Milla dalam Rubianto (2012) bahwa belangkas atau Limulidae juga berperan sebagai bioturbator dan pengendali hewan invertebrata dan Limulidae juga di konsumsi  oleh  monyet  ekor  panjang  (Macaca  fascicularia).

Belangkas ‘diburu’ karena  ekstrak plasma darahnya telah banyak digunakan dalam kajian biomedis sebagai bahan pengujian endotoksin serta untuk mendiagnosis penyakit meningitis dan gonorhoe. Serum anti toksin menggunakan Limulidae juga telah berkembang di Amerika Serikat, Jepang dan Asia Barat (Moch Zainul Milla dalam Sekiguchi, 2018).

Darah ini digunakan untuk mengetes kontaminasi pada pembuatan segala sesuatu yang dimaksudkan untuk dimasukkan ke tubuh manusia – mulai dari vaksinasi, tetesan ke pembuluh darah hingga alat medis untuk dicangkokkan.

KLIK INI:  Memahami Suksesi Ekologi pada Ekosistem, Pengertian dan Jenisnya

Kepiting belangkas yang telah diambil darahnya akan dilepas kembali. Tapi, untuk mendapatkan darahnya, belangkas harus ditusuk  di dekat hatinya, lalu sekitar 30% darahnya diambil.

Namun ada penelitian yang memperlihatkan antara 10% hingga 30% dari mereka mati akibat tindakan ini. Pada jenis kelamin betina, ditemukan bahwa mereka lebih sulit untuk menghasilkan anak.

Perlakuan atas belangkas ini tentu saja mengkhawatirkan bagi para pelestari lingkungan. Sebab bisa jadi kita kehilangan hewan purba ini. Apalagi saat ini hanya tersisa empat spesies belangkas di seluruh dunia, termasuk di Indonesia, di pantai utara Jawa Timur.

KLIK INI:  Mengulik Fakta Air Kelapa sebagai Penangkal Vaksin dan Manfaatnya