Memahami Tata Cara Perdagangan Karbon

oleh -75 kali dilihat
Memahami Tata Cara Perdagangan Karbon
Ilustrasi - Foto: Pixabay

Klikhijau.com – Bagaimana cara perdagangan karbon? Mungkin masih banyak di antara kita yang masih sangat awam mengenai tata cara perdagangan karbon.

Sebelum membahas mengenai hal ini ada baiknya kita menggarisbawahi terlebih dahulu pengertian perdagangan karbon.

Perdagangan karbon merupakan satu instrumen menurunkan emisi gas rumah kaca penyebab krisis iklim. Ini adalah hasil kesepakatan 197 negara dalam Perjanjian Paris 2015. Perjanjian Paris sekaligus menggantikan Protokol Kyoto yang mengatur penurunan emisi dengan membagi kelompok negara maju yang wajib menurunkan emisi dan negara berkembang yang tidak wajib.

Perjanjian Paris 2015 mewajibkan para pihak (parties) yang meratifikasinya menurunkan emisi gas rumah. Targetnya pada 2030 penurunan emisi bisa menghindarkan kenaikan suhu 1,50 Celsius dibanding masa praindustri 1800-1850. Kenaikan suhu bumi merupakan akibat pemanasan global yang mengakibatkan krisis iklim berupa bencana iklim.

Untuk mencegah suhu bumi naik, dunia harus menurunkan produksi emisi gas rumah kaca sebanyak 45% dari rata-rata tahunan 51 miliar ton setara CO2. Hingga Konferensi Iklim COP26 tahun lalu, proposal penurunan emisi dalam nationally determined contribution (NDC) tiap negara hanya sanggup menurunkan emisi 25%.

KLIK INI:  Dua Gelombang Lebih Dahsyat dari Pandemi Mengintai Kita!

Emisi adalah resultante dari aktivitas manusia dan kegiatan ekonomi. Namun, emisi yang menyebabkan pemanasan global jika ia terlepas ke atmosfer sehingga mengurangi kemampuannya menyerap emisi dan pas dari bumi dan matahari. Pelepasan emisi ke atmosfer disebut emisi gas rumah kaca.

Tata cara perdangan karbon

KLHK telah  menerbitkan Permen Nomor 21/2022 tentang tata laksana penerapan nilai ekonomi karbon pada 21 September 2022. Peraturan ini telah disahkan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly pada 20 Oktober 2022.

Peraturan Nomor 21/2022 ini merupakan turunan dari Peraturan Presiden 98/2021 tentang nilai ekonomi karbon. Pada dasarnya, Perpres 98 mengatur soal mekanisme perdagangan karbon. Sementara Permen 21/2022 soal aturan teknis perdagangan karbon.

Dalam Peraturan 21/2022, emisi yang diperdagangkan adalah emisi gas rumah kaca yang dihitung dengan pengukuran yang disepakati. Pada dasarnya, perdagangan emisi dalam peraturan ini ada empat: perdagangan karbon, pembayaran berbasis kinerja (result-based payment), pungutan atas karbon, dan mekanisme lain sesuai perkembangan ilmu dan teknologi.

KLIK INI:  PBB Targetkan Penerbangan Sipil akan Bebas Emisi pada 2050

Perdagangan karbon

Disebut juga perdagangan emisi. Ada dua jenis perdagangan emisi yang diakui oleh peraturan ini:

  1. Pertama, Cup and trade yakni perdagangan karbon antar dan lintas sektor para pelaku usaha. Ada lima sektor yang ditetapkan sesuai dengan NDC: energi, kehutanan dan penggunaan lahan, pertanian, limbah, serta industri dan proses produksi. Menteri tiap sektor menetapkan batas emisi (cap) yang boleh diproduksi oleh tiap pelaku usaha. Mereka yang memproduksi emisi lebih dari batas itu, wajib membeli kelebihannya kepada mereka yang memproduksi emisi lebih rendah dari batas tersebut.
  2. Kedua, Carbon offset yakni pengimbangan. Pengimbangan emisi untuk sektor yang tak memiliki kuota. Mereka yang memproduksi emisi lebih besar dari baseline,bisa membeli kelebihan emisi tersebut kepada mereka yang menyediakan usaha penyerapan karbon. Offset emisi bisa dilakukan melalui bursa karbon atau perdagangan langsung antar penjual dan pembeli.

Pembayaran berbasis kinerja

Contohnya perdagangan karbon antara pemerintah Indonesia dan Norwegia. Kedua negara menetapkan perjanjian kerja sama pengurangan emisi melalui penyerapan dan penyimpanan emisi. Bentuknya berupa kegiatan pencegahan deforestasi dan degradasi lahan. Kinerja mencegah deforestasi itu dihargai per unit karbon yang bisa dihindarkan menjadi gas rumah kaca.

Norwegia membayar pencegahan deforestasi 2016-2017 sebesar US$ 54 juta atau US$ 5 per ton karbon setara CO2. Karena itu pembeli karbon dalam pembayaran berbasis kinerja atau result based payment adalah negara atau lembaga donor ke pemerintah pusat, atau internasional ke pemerintah daerah melalui pemerintah pusat.

KLIK INI:  Bagaimana Ekosistem Mangrove Berperan Mengatasi Perubahan Iklim?

Pungutan karbon 

Pungutan karbon adalah pungutan negara, baik pusat maupun daerah, terhadap barang dan/atau jasa yang memiliki potensi dan/atau kandungan karbon dan/atau usaha dan/atau kegiatan yang memiliki potensi emisi karbon dan/atau memproduksi emisi karbon yang menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan. Peraturan Menteri Lingkungan Nomor 21/2022 belum mengatur detail pungutan karbon karena menjadi domain Menteri Keuangan.

Mekanisme lain

Selain tiga jenis perdagangan emisi di atas, Peraturan 21/2022 menyediakan skema lain perdagangan karbon yang menyesuaikan dengan perkembangan teknologi. Menteri sektor dalam NDC atau sektor lain bisa mengusulkannya kepada Menteri Lingkungan Hidup untuk diakomodasi dalam perdagangan karbon.

Menurut Peraturan Tata Laksana Ekonomi Karbon, semua pembayaran terkait perdagangan emisi harus melalui Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH). Jika ada surplus pengurangan emisi yang tidak diperdagangkan pada tahun tertentu, pelaku usaha bisa menyimpannya untuk diperdagangkan dalam dua tahun berikutnya.

Semua catatan produksi dan pengurangan emisi harus tercatat, terdokumentasi, dan terverifikasi oleh pemerintah atau pihak ketiga yang independen. Verifikasi ini menjadi basis kualitas pengurangan dan penyimpanan karbon sebagai angka yang disepakati untuk diperdagangkan di pasar karbon. Degan begitu, perdagangan karbon bisa dikuantifikasi menjadi komoditas baru yang berdampak tak hanya pada lingkungan, juga ekonomi.

*) sumber: forestdigest

KLIK INI:  Ini Alasannya Mengapa Penting Perlindungan Sumber Daya Genetik!