Melirik Nasib Beruang Kutub di Tangan Pemanasan Global

oleh -572 kali dilihat
Melirik Nasib Beruang Kutub di Tangan Pemanasan Global
Beruang kutub-foto/Pixabay

Klikhijau.com – Sebagai perenang handal, beruang kutub biasa menghabiskan hidupnya di air. Ia memiliki nama  ilmiah Ursus maritimus. Nama lain yang disandangnya adalah beruang es.

Ia merupakan beruang paling karnivora di antara keluarga beruang yang lain. Dan termasuk mamalia besar, beratnya bisa mencapai 400 hingga 600 kilogram. Bahkan ada yang bisa mencapai berat lebih dari 800 kilogram. Tingginya cukup menjulang bisa mencapai lebih dari 2,5 meter.

Dinamai beruang kutub karena ia hidup  di sekitar benua paling utara bumi, yaitu benua Arktik. Sebuah benua yang diliputi es.

Karena hidup di hamparan es, ia kerap digolongkan ke dalam mamalia laut. Tidak heranlah jika mamalia ini menjadi perenang handal, ia bisa berenang hingga 60 mil tanpa henti. Indra penciumannya pun sangat tajam bisa menjangkau bau bangkai dari jarak 20 mil.

KLIK INI:  Pola Petir akan Berubah karena Perubahan Iklim?

Sebagai mamalia yang hidup di benua Artik, beruang kutub juga tidak lepas dari dampak buruk pemanasan global.

Tidak hanya itu ancamannya, tetapi juga secara tradisional menjadi mamalia buruan  para penduduk asli di daerah Kutub Utara.

Padahal ia telah menjadi predator puncak di ekosistem laut Arktik. Ia  menjadi penjaga agar keseimbangan populasi spesies mangsa tetap terjaga.

Namun, pemanasan global dan surutnya lapisan es jadi ancaman yang cukup mengkhawatirkan baginya. Ada sebuah studi baru yang diterbitkan di  Ecosphere yang mengungkapkan hal tersebut.

Terancam pemanasan global

Iya, studi itu mengungkapkan satu fakta bahwa jangkauan mencari makan beruang kutub di kawasan Laut Beaufort telah meningkat sebesar 64% antara 1999 dan 2016 dibandingkan periode 1986-1998. Perubahan tersebut didorong oleh kelangkaan makanan.

KLIK INI:  Jarak Sosial, Cara Jitu Pohon Tropis Menjaga Keanekaragaman Hayati

Adalah Anthony Pagano yang merupakan seorang peneliti postdoctoral di Washington State University yang memimpin studi tersebut.

Pagano dan rekan-rekannya dari US Geological Survey meninjau data satelit mulai dari tahun 1980-an dan menemukan bahwa beruang kutub mulai bergerak lebih jauh di luar jangkauan mereka. Tujuannya untuk mencari makanan. Habitat es laut yang surut mendorong beruang ke utara untuk mencari makanan.

Pemanasan global saat ini, membuat dunia lebih menghangat, lapisan es yang membentuk rak mencair. Hal itulah menyebabkan satwa ini kekurangan makanan.  Akibatnya, ia harus melakukan perjalanan lebih jauh untuk mendapatkan makanan agar bertahan hidup.

“Mereka harus melakukan perjalanan lebih jauh. Itu berarti beruang-beruang ini akan mengeluarkan lebih banyak energi, sehingga dapat mengancam kelangsungan hidup mereka,” kata Pagano.

Menurutnya jika kita ingin melestarikan habitat mamalia yang menakjubkan ini, maka kita perlu fokus pada akar masalahnya, yaitu memperlambat perubahan iklim global.

Es laut kontinental menurut para peneliti terus surut lebih awal dan lebih jauh setiap tahun. Hal ini memaksa beruang kutub untuk mengikuti lautan es untuk mencari makanan.

KLIK INI:  Pemanasan Global Ubah Gaya Hidup Hewan Diurnal Jadi Nokturnal?

Perjalanan mamalia besar ini ketika ia bergerak lebih jauh dan lebih jauh ke utara dengan es di musim panas. Setelah itu ia pun harus bergerak kembali di musim gugur dan musim dingin saat es membeku mengambil telah memakan korban yang besar  dari mereka.

“Pekerjaan kami menyoroti dampak mengkhawatirkan dari penurunan es laut pada pola pergerakan beruang kutub.” Terang Pagano.

Bergerak ke pedalaman

Studi ini juga menemukan bahwa sekitar 20 persen dari populasi beruang kutub di wilayah Laut Beaufort menghindari tempat berburu es laut tradisional sepenuhnya.

Beruang lebih suka bergerak ke pedalaman untuk memakan makanan lain seperti bangkai, buah beri, dan bahkan bangkai paus yang ditinggalkan manusia di pantai.

KLIK INI:  Kisah Febri, Garuda Muda dari Timur

Karena kelangkaan makanan, maka mereka terkadang berkumpul sekitar 50 hingga 100 ekor beruang kutub yang berkumpul di sekitar bangkai paus. Mereka  bersaing satu sama lain untuk mendapatkan makanan.

“Seiring dengan semakin banyak beruang yang bergerak di darat, saya menduga akan ada lebih banyak kompetisi untuk sumber makanan ini. Dan kita mungkin akan mulai melihat penurunan lebih lanjut dalam kelimpahan dan kelangsungan hidup mereka,”  tegas Pagano.

Beruang kutub pada tahun 2008 telah ditetapkan sebagai spesies yang terancam. Ia telah mendapat perlindungan melalui Endangered Species Act. Perlindungan itu didapatkan karena habitatnya di Kutub Utara mengalami  pemanasan yang cepat.

Sementara itu, dalam Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES) ia telah terdaftar dalam Apendiks II CITES sejak tahun 1975—artinya perdagangan mamalia ini telah diatur, sehingga tidak bisa lagi sembarangan jika ingin diperjualbelikan.

KLIK INI:  Studi: Simpanse Liar Mulai Terjangkit Penyakit Kusta