Melirik 7 Lagu Rhoma Irama dengan Pesan Lingkungan yang Menggugah

oleh -1,512 kali dilihat
Melirik 7 Lagu Rhoma Irama dengan Pesan Lingkungan yang Menggugah
Rhoma Irama-foto/detikcom

Klikhijau.com – Sang Raja Dangdut, Rhoma Irama telah menciptkan ribuan lagu. Pria yang lahir pada hari Rabu tanggal 11 Desember 1946 itu tak bisa dipisahkan dari musik dangdut.

Rhoma Irama diyakini sebagai pelopor musik atau lagu dangdut itu sendiri, yang kemudian menjadi musik asli Indonesia.

Kegigihan Rhoma memperjuangkan musik dangdut patut diacungi jempol. Pria asal Tasikmalaya itu menjadikan musik dangdut sebagai media dakwa—yang saat awalnya dianggap tabu.

Rhoma tak hanya menyanyi saja, tapi ia juga merupakan pencipta lagu dengan lirik yang romantis, dan juga penuh kritik yang sarat akan pesan moral.

KLIK INI:  KLHK Dorong ‘Market Access Player’ Kembangkan Usaha Hutan Berbasis Masyarakat

Di antara banyak lagu ciptaannya, tak sedikit yang mengandung diksi-diksi alam yang digubah dengan cara yang romantis. Bahkan ada pula yang penuh dengan kritikan, yang membuat pendengarnya merenung.

Pada kesempatan kali ini, klikhijau.com akan memuat 7 lagu Rhoma Irama dengan pesan lingkungan yang menggugah, yaitu:

Anak Kera

Seekor anak kera
Yang nakal tetapi sangat jenaka
Pergi ke tepi pantai
Tujuannya untuk bermain-main
Ia pergi sendirian tanpa setahu induknya

Setelah puas bermain ia pun ingin pulang
Tapi malang nasibnya ia tak tahu ke mana
Menangislah akhirnya menyesali dirinya

Untuk ketika itu
Lalu di sana seorang nelayan
Anak kera jenaka
Kemudian dibawanya bersama
Dibawa ke dalam hutan tempat asalnya semula

Lagu di atas pertama dirilis pada tahun 1971. Pada lagu itu, kita akan menemukan pesan yang menggugah bahwa tempat terbaik bagi anak kera adalah hutan. Kita juga patut belajar dari nelayan yang menolong anak kera tersebut.

Si nelayan tak mengambil anak kera itu untuk dipelihara, juga ia tak membunuhnya, tapi menyelamatkannya—membawanya ke habitat aslinya.

Di saat perdagangan satwa liar kian marak, lagu ini bisa jadi renungan sekaligus tamparan bagi pelaku perdagangan liar satwa.

Anjing dan Sampah

Kaupalingkan muka bila ‘ku memandang
Kaupercikkan ludah bila ‘ku menyapa
Begitu tega kaupatahkan hatiku
Begitu tega kauhinakan diriku
‘Ku tahu diriku memang tak berharga
Tetapi janganlah kaupercikkan ludah

Anjing lebih mulia dalam pandanganmu
Hingga kauanggap aku sampah yang berbau
Kalau engkau tak sudi jangan begitu caramu
Sungguh penghinaanmu menyakiti hatiku

Cantiknya dirimu memang tak terkata
Indahnya tubuhmu memang tiada tara
Tapi betapa rendah budimu
Tapi betapa buruk benar akhlakmu
Jikalau begitu budi pekertimu
Tiada berarti hai kecantikanmu

Lagu ini mengisahkan seseorang yang dianggap hina, bahkan anjing lebih berharga dari dirinya. Diksi anjing yang digunakan Rhoma rasanya memang tepat. Karena tak sedikit orang yang lebih menyayangi anjing peliharaannya dari pada orang lain.

Anjing merupakan satwa yang jinak dan banyak dipelihara. Ia dianggap sebagai teman setia manusia. Bahkan ada beberapa film yang mengangkat kisah kesetian anjing.

Sedangkan sampah, kita semua tahu, sampah merupakan masalah yang telah menggorogoti dunia ini. Ia dianggap menjijikkan, tapi tetap diproduksi oleh manusia.

KLIK INI:  Penyidik KLHK Menyegel Tempat Pembuangan Sampah Ilegal di Bogor
Bencana

Masih perlukah air mata
Untuk menangisi dunia
Yang selalu dilanda bencana
Macam-macam malapetaka

Gempa bumi banjir badai topan
Yang selalu membawa korban
Dan juga ganasnya peperangan
Yang menghantui kehidupan

Seakan-akan di dunia
Tiada lagi keamanan
Seakan-akan di dunia
Tiada lagi ketenteraman

Apakah ini akibat kesombongan manusia
Karena sudah merasa menundukkan semesta
Agama cuma di lisan tak lagi diamalkan
Keimanan pada Tuhan cuma berupa slogan

Bencana, judul yang dipilih Rhoma untuk lagunya ini memang singkat. Tapi isinya sangat padat sebagai renungan bahwa sifat kesombongan manusia bisa membawa bencana.

Di Indonesia sendiri, hampir setiap hari kita disuguhi berita tentang bencana alam. Lagu ini bisa jadi pengingat bahwa sifat sombong, dengan menganggap diri bisa menundukkan alam dapat membawa bencana alam berupa banjir, gempa dan tanah longsor.

Di Tepi Pantai ( FT Lata Mangeshkar )

Di tepi pantai cinta bersemi
Ombak putih menari menjadi saksi
O, di tepi pantai

Pasir yang putih warna cintaku
Gemuruh ombak detak jantungku
Hembusan angin bisik jiwaku

O, hati terpadu sudah di dalam cinta

Meski singat saja, lagu ini mengandung diksi alam yang kuat. Lagu ini juga mengingatkan bahwa perasaan suka dan cinta seseorang bisa diwakili oleh fenomena alam yang terjadi. Lihatlah lirik Pasir yang putih warna cintaku/Gemuruh ombak detak jantungku/Hembusan angin bisik jiwaku

Kemarau

Setahun sudah tak turun hujan
Bumi kering menangis retak
Tiada daun walau sepucuk
Tiada air walau setetes

Bagaikan musafir yang haus
Di tengah gurun sahara

Panas terik sang matahari
Bagai akan membakar bumi
Begitulah bumi yang kering
Menanti hujan menyirami

Insan dan hewan turut bersedih
Pohon layu kering dan mati
Kering dilanda musim kemarau
Yang seakan tak mau berhenti
Oh Tuhan berikan rahmat-Mu
Agar kemarau berlalu

Kedatangan kemarau, selain disambut suka cita, juga disamput dengan duka lara. Itu karena seperti lagu di atas. Kemarau bisa membuat bumi kering dan daun-daun tak tumbuh.

Kemarau yang panjang bisa membawa bencana ekologis yang serius, semisal kebakaran hutan dan lahan yang kerap terjadi setiap kemarau datang.

KLIK INI:  Komunitas Laut Biru dan 5 Pesan Cinta untuk Kelestarian Kawasan Pesisir
Malapetaka

Tiap malapetaka di dalam dunia
Semua itu karena ulah manusia
Mengapa banjir melanda membawa bencana
Mengapa topan melanda membawa bencana
Tanyakan dirimu
Siapa yang mendatangkan banjir yang melanda
Siapa yang mendatangkan topan yang melanda
Itulah Tuhanmu

Bila ada kedhaliman atas suatu bangsa
Murka Tuhan pasti datang sebagai pembalasan
Banyak sudah bangsa-bangsa yang dihancurkan Tuhan
Sebaiknya itu semua dijadikan pedoman

Tiap malapetaka di dalam dunia
Semua itu karena ulah manusia
Mengapa hama melanda merusak tanaman
Mengapa gempa melanda dan membawa korban
Tanyakan dirimu
Siapa yang mendatangkan hama yang melanda
Siapa yang menciptakan gempa yang melanda
Itulah Tuhanmu

Lagu ini menceritakan bahwa malapetaka yang datang menimpa, tak lepas dari andil manusia. Rhoma mengajak kita bertanya pada diri sendiri, mengapa bencana tak pernah berhenti menimpa manusia.

Banyak pesan yang bisa dipetik dari lagu ini, di antaranya agar kita bisa puasa untuk merusak alam, karena merusak alam tidak membawa kebaikan, tapi membawa malapetaka.

Mata Air dan Air Mata

Panas sungguh menyengat
Bagai membakar bumi ini
Resah berjuta insan
Di dalam menanti turunnya hujan

Jerit lapar menggema
Ratap dan tangisan serta doa
Tiada putus terucap
Dari segelintir orang beriman

Air mata pun mengalir
Mata air yang mengering
Tandus-gersang bumi ini
Tiada air setetes

Air mata pun mengalir
Mata air yang mengering
Tandus-gersang bumi ini
Tiada air setetes

Tuhan, dosa apakah kiranya
Hingga Kaumurkai semua
Adzab pedih-Mu yang menggoncangkan hati

Tuhan, hanya pada-Mu kami
Memohon pertolongan
Limpahkanlah semua rasa kasih-sayang-Mu

Tuhan, kabulkan doa kami
Biarkan kemarau berlalu pergi

Lagu ini, mirip dengan lagu kemarau. Bencana yang dihadirkan kemarau yang panjang memang tidak ringan.

Kemarau akan menyebabkan mata air berhenti mengalir, tapi air mata akan membanjir. Merusak alam bisa menjadi salah satu penyebab kedatangan kemarau dan terjadinya kekeringan yang membuat mata air berhenti mengalirkan airnya.

Nah, itulah 7 lirik lagu Rhoma Irama dengan pesan lingkungan yang menggugah, semoga kita semua tergugah!.

KLIK INI:  Berkah di Tengah Pandemi, Buah dan Sayuran Petani di Kaki Gunung Rinjani Mendunia