- Pesta Pora Pepohonan tanpa Pesta Demokrasi - 10/07/2025
- Mecemece, Jam Leluhur yang Tak Pernah Ingkar - 23/06/2025
- Waktu Terbaik Mencintai Hujan - 22/06/2025
Klikhijau.com – Bagi Puang Solong kecil yang sedang belajar berpuasa. Melihat mecemece mengatupkan daunnya adalah kabar gembira. Sebab itu berarti masa berbuka puasa akan segera tiba.
Mengatupnya atau tertutupnya daun mecemece adalah tanda hari sudah sore, menunjukkan waktu jam lima sore.
Saat ini Puang Solong telah menginjak usia 60-an tahun. Ketika ia masih kecil, jam maupun radio adalah barang yang sangat langka di kampungnya, Desa Kindang, Kecamatan Kindang, Kabupaten Bulukumba. Hanya orang tertentu yang memilikinya.
Maka yang jadi penanda waktu saat sore jelang berbuka puasa adalah mecemece. Sebenarnya bukan hanya mecemece yang jadi “jam” pada saat itu, tetapi juga ayam dan cirri’. Cirri adalah sejenis serangga yang akan “bernyanyi” saat jelang malam.
Namun, penunjuk waktu yang paling akurat adalah mecemece. Penanda waktu yang lain terkadang mengikuti cuaca pada hari itu.
“Saat daunnnya dopa’ (tertutup) itu berarti sudah jam lima sore,” ungkap Puang Solong beberapa waktu lalu.
“Ketika usia saya sekitar 12 tahun, mecemece masih digunakan masyarakat sebagai penunjuk waktu, sebagai jam,” lanjutnya.
Karena itu, hampir di setiap rumah selalu ada mecemece yang sengaja ditanam di halaman atau di sekitar rumah.
Bukan hanya Puang Solong yang memanfaatkan kesetiaan daun mecemece mengatup pada jam lima sore, tapi umumnya masyarakat Kindang di masa lalu.
“Jam dan radio itu hadir belakangan, dulu patokannya daun mecemece saat hendak berbuka puasa,” ujarnya.
Kehadiran mecemece yang setia pada waktu, banyak membantu masyarakat saat menjalankan ibadah puasa agar berbuka tepat waktu. Juga membantu agar tidak kemalaman di ladang atau kebun.
“Saat mecemece menutup daunnya, itu sudah jam lima sore, jadi orang-orang dapat bergegas pulang dari kebun agar tidak kemalaman,” terang Hj Bacce.
Perempuan 80 tahun itu juga menjelaskan, ia dan suaminya dulu menjadikan mecemece sebagai penanda waktu yang paling tepat.
Pengusir hama babi
Pemanfaatan utama mecemece di masa lalu yang paling populer adalah sebagai jam. Namun, ada pula yang memanfaatkannya untuk mengusir atau menghalau hama babi hutan masuk ke ladang jagung warga.
Di masa lalu, masyarakat Desa Kindang adalah petani jagung. Jagung menjadi makanan pokok. Namun, perlahan ladang jagung berubah menjadi kebun kopi dan cengkeh. Sehingga pada akhirnya banyak masyarakat yang beralih menggarap sawah—secara otomatis pun makanan pokok mereka berubah. Dari jagung ke beras.
Saat masyarakat masih aktif menanam jagung. Pada saat itulah mecemece memamerkan perannya yang luar biasa sebagai pengusir atau penghalau hama babi hutan. Bukan hanya pada ladang jagung, tetapi juga pada sawah serta lahan lain yang ditanami komoditi yang disukai babi.
Cara menggunakan mecemece sebagai penghalau babi hutan cukup simple, yakni dijadikan sebagai pembasah paccappi. Paccappi adalah kain yang disobek atau kecil-kecil lalu ditancapkan atau digantung pada pada area tertentu lahan, misalnya pada area yang memungkinkan dilewatai atau dijadikan pintu masuk babi hutan.
Sebelum ditancapkan, kain terlebih dahulu dibasahi, setelah dibasahi. Daun mecemece akan dibakar, lalu kain kemudian diasapi.
Daun mecemece yang dibakar memiliki bau yang menyengat, baunya itulah yang tak disukai oleh babi sehingga menghindarinya.
Kenapa kain harus dibasahi terlebih dahulu, agar bau asap daun mecemece melengket dan tahan lebih lama.
“Saat ladang sudah dipasangi paccappi dengan menggunakan asap daun mecemece, babi hutan tidak berani mendekat,” ujar Hadamin yang merupakan salah satu warga Desa Kindang dan pelaku penggunaan daun mecemece sebagai paccappi’.
Mirip daun katuk dan kelor
Mecemece, jika dilihat sekilas sangat mirip dengan daun katuk. Hanya saja jika daun katuk dimanfaatkan sebagai sayuran dan baik dikonsumi oleh ibu menyusui karena dapat memperlancar Air Susu Ibu (ASI), maka mecemece tidak demikian. Tumbuhan ini tidak dimakan.
Jika saat ini daun katuk sengaja ditanam, maka mecemece—yang dulu pernah sengaja ditanam saat ini menjdi tanaman liar yang banyak tumbuh di kebun, entah itu kebun cengkeg atau kopi.
Perbedaan lainnya, daun katuk juga lebih lebar daripada daun mecemece. Daun mecemece juga terlihat mirip dengan daun kelor, baik warna maupun lebar daunnya. Bau daun keduanya pun sangat mirip.
Perkembangan zaman menggerus dan menghadirkan pula banyak hal baru. Termasuk jam tangan, jam dinding, radio hingga jam yang terbawa secara otomatis melalui handphone.
Keberadaan jam sebagai penunjuk waktu modern, membuat keberadaan mecemece tidak lagi dilirik. Ia menjadi mantan terindah penunjuk waktu dan pengusir hama babi hutan yang kini diabaikan.
Masyarakat saat ini tidak lagi membutuhkan mecemece sebagai penunjuk waktu jika malam akan segera tiba atau waktu berbuka puasa hampir sampai. Sebab jam telah berdetak setiap saat, selain itu suara radio pun bersahutan dari masjid
Selain sebagai penunjuk waktu dan paccappi’ mecemece, menurut Puang Mili dapat pula dimanfaatkan sebagai obat. Tumbuhan ini cukup ampuh mengobati orang yang menderita muntah darah.
“Pabballe lompo (obat mujarab) intu mecemecea punna nia tau ta’lua rara (obat mujarab itu mecemece untuk orang yang mutah darah,” terang Puang Mili, Minggu, 19 November 2023.
Cara penggunaan mecemece sebagai obat muntah darah sederhana saja, cukup ambil daunnya, remas lalu rebus kemudian minum air rebusannya.
Mengarah ke tumbuhan Breynia
Mecemece, saat ditelusuri pada aplikasi pendeteksi jenis tumbuhan kita akan diarahkan pada tumbuhan Breynia
Breynia sendiri adalah genus tumbuhan dalam keluarga Phyllanthaceae. Tumbuhan ini pertama kali dideskripsikan pada tahun 1776.
Negara asal Breynia lebih dari satu, di antaranya Asia Tenggara , Tiongkok, dan Australia. Tumbuhan Breynia bukan hanya satu spesies saja, tapi cukup banyak. Namun, yang paling menyerupai mecemece adalah jenis Breynia retusa.
Namun, rasanya tidak penting, apakah mecemece adalah jenis Breynia atau bukan, yang terpenting adalah menjaga kelestariannya dan tetap mengingatnya sebagai penunjuk waktu atau jam yang pernah sangat setia menemani para leluhur kita.