Makassar, Kota yang Dikepung DAS Bermasalah

oleh -897 kali dilihat
Kepungan Bencana di Sulsel, Sebuah Penanda Indonesia Sedang Sakit Parah
Kondisi ruas jalan tergenang banjir di jalan Urip Sumoharjo

Makassar, Klikhijau.com – Banjir yang menerjang beberapa daerah di Sulawesi Selatan sepekan terakhir cukup menghawatirkan. Tiga daerah terkena dampak banjir paling berat yakni Kota Makassar, Maros, Gowa.

Cuaca ekstrim menghantam sebagian besar wilayah di Sulawesi Selatan bagian barat dan selatan pada tanggal 21 dan 22 Januari 2019. Menurut pantauan BMKG, Intensitas hujan dan angin kencang yang terjadi disebabkan adanya daerah tekanan rendah di sekitar Laut Timor.

Selain itu, kelembaban udara yang tinggi disertai labilitas udara kategori labil sedang hingga kuat menyebabkan potensi awan hujan yang signifikan di wilayah Sulawesi Selatan khususnya pesisir barat dan selatan.

Hujan dengan intensitas tinggi di wilayah Makassar dan sekitarnya bermula sejak 21 Januari 2019. BMKG mencatat curah hujan di Panaikang 122 mm, Maros 133 mm, Hasanuddin 197 mm, Gowa 101 mm, dan Paotere 84 mm.

Lalu, pada tanggal 22 Januari 2019 curah hujan di Panaikang 65.4 mm, Maros 71.1 mm, Hasanuddin 78.4 mm, Gowa 92 mm, dan Paotere 78.4 mm. Adapun kecepatan angin tertinggi tercatat di Paotere 36 Knot (66.67 km/jam).

KLIK INI:  Kecemasan di Negeri tanpa Narasi Sadar Lingkungan
Terjadinya bencana banjir

Tingginya intensitas hujan tersebut menyebabkan bendungan Bili-Bili di Kabupaten Gowa ditetapkan dalam status waspada.

Hal ini menyebabkan terjadinya bencana banjir yang meluas di wilayah Sulawesi Selatan terutama di beberapa kecamatan di Kota Makassar, Kabupaten Gowa, dan Kabupaten Maros.

Sebenarnya, kota Makassar dan sekitarnya sudah berlangganan siklus banjir setiap tahunnya. Data Informasi Bencana Indonesia-BNPB, menunjukkan trend bencana banjir dan puting beliung di Kota Makassar, Kabupaten Gowa, dan Kabupaten Maros telah terjadi selama 10 tahun terakhir (periode 2009-2018).

Sejatinya, curah hujan tinggi bukanlah pemantik banjir bila penyerapan air tanah dan Daerah Aliran Sungai (DAS) serta kondisi hutan tidak bermasalah.

Banjir tahunan yang melanda kota Makassar dan sekitarnya, jelas menunjukkan adanya masalah serius yang tidak terselesaikan dengan baik. Penanganan pengendalian banjir tidak pernah dilakukan menyeluruh.

KLIK INI:  Kepungan Bencana di Sulsel, Sebuah Penanda Indonesia Sedang Sakit Parah

Semua pihak termasuk pemerintah hanya sibuk mengurusi situasi pasca banjir terjadi, ketimbang memikirkan langkah korektif yang dapat meminimalisir potensi banjir.

Padahal, dampak sosial dan ekonomi dirasakan masyarakat setiap tahunnya. “Masyarakat selalu jadi korban dari tragedi banjir. Ini pelanggaran HAM sesungguhnya.

Pemerintah harus mengambil sikap tegas menghentikan semua proyek infrastruktur yang mengancam aspek ekologis. Tetapi, disisi lain, masyarakat juga harus ikut andil mereproduksi narasi kesadaran lingkungan,” kata Ahmad Yusran seorang aktivis lingkungan.

Kepala Pusat Pembangunan Ekoregion Sulawesi dan Maluku (P3E Suma), Dr. Ir. Darhamsyah, M.Si, membeberkan fakta apa adanya tentang kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS) yang mengepung kota Makassar dan sekitarnya.

Selain kondisi tutupan lahan dan DAS yang bermasalah, Darhamsyah juga menyoroti kebijakan pembangunan yang kontra produktif dengan masalah lingkungan. “Mall MTOS di Jalan Perintis Kemerdekaan adalah contoh bangunan yang tidak peduli lingkungan,” imbuhnya.

KLIK INI:  P3E Suma Gelar Diskusi Kritis Perihal Pengendalian Banjir
DAS yang dipulihkan daya dukungnya

Dalam catatan P3E Suma, terdapat 5 (lima) Daerah Aliran Sungai (DAS) yang melewati wilayah Kota Makassar, Kabupaten Gowa, dan Kabupaten Maros. Ada 3 dari 5 DAS yang mengepung kota Makassar ternyata masuk kategori DAS yang dipulihkan daya dukungnya. Yakni DAS Jeneberang, DAS Tallo, dan DAS Maros.

Grafik rawan bencana banjir

Berdasarkan PP 37 tahun 2012 tentang pengelolaan DAS, yang dimaksud dengan DAS yang dipulihkan daya dukungnya adalah DAS yang kondisi lahan, kualitas, kuantitas, dan kontinuitas air, sosial ekonomi, investasi bangunan air, dan pemanfaatan ruang wilayah tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Pendeknya, kota Makassar dan sekitarnya dikepung DAS dengan kondisi buruk.

Berdasarkan Pasal 18 Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dimana Pemerintah menetapkan dan mempertahankan kecukupan luas kawasan hutan dan penutupan hutan minimal 30% (tiga puluh persen) dari luas daerah aliran sungai (DAS), dan atau pulau dengan sebaran yang proporsional guna optimalisasi manfaat lingkungan, manfaat sosial, dan manfaat ekonomi masyarakat setempat.

Faktanya, DAS Jeneberang, DAS Tallo, dan DAS Maros penutupan hutan pada ketiga wilayah DAS tersebut kurang dari 30% atau didominasi oleh tutupan lahan non hutan. Bahkan, dalam kondisi sangat kritis hanya sekitar 19 % saja.

Hal ini menunjukkan bahwa ketiga wilayah DAS tersebut tidak memenuhi standar minimal penutupan hutan suatu wilayah DAS.

KLIK INI:  Kepungan Bencana di Sulsel, Sebuah Penanda Indonesia Sedang Sakit Parah