Kunang-kunang di Mata Vhy

oleh -214 kali dilihat
Kunang-kunang
Kunang-kunang/foto-fireflyexperience.org
Irhyl R Makkatutu

Ribuan kunang-kunang telah hijrah ke matanya.  Itu menandai jika tak lama lagi akan pergantian musim. Dari kemarau ke musim basah. Tempat paling aman bagi kunang-kunang berlindung dari guyuran hujan  adalah matanya.

Di sana ada sebatang pohon yang rimbun—pohon cinta. Tapi tak mudah menemukan pohon itu. Tersembunyi cukup dalam dan rahasia. Belum ada yang mampu menembus rintangannya—sebuah labirin yang cekam. Memasuki matanya, sama saja memasuki ruang kematian yang tak kenal batas. Kamu bisa hidup berkali-kali dan mati berkali-kali pula di sana.

Seorang lelaki kurus, telah berkali-kali ingin menetak rintangan itu. Tapi, seperti semua orang yang mencoba menerabasnya, akan jatuh terpental dan gagal.

Konon mata yang selalu dihijrahi kunang-kunang tiap jelang pergantian musim itu, adalah mata perempuan. Dan perempuan itu senang menari bersama kunang-kunang. Tentu saja makhluk kecil berkelip itu akan riang menemukan tempat dan teman menari.

KLIK INI:  Segelas Kopi Pertemuan

“Saya pernah melihat perempuan itu menari, mungkin sedang menarikan tari pakarena. Tariannya gemulai, matanya berbinar, liukan tubuhnya lembut. Saya lupa berkedip ketika melihatnya menari,” jelas Busran, seorang lelaki yang berkulit biji cengkih kering.

Lelaki kurus itu, mendengarnya dengan takjub. Ia belum pernah menyaksikan seorang perempuan menari segemulai yang diceritakan Busran.

“Saat ia menari, kunang-kunang berhamburan dari matanya. Saya kira saat itu semua penonton tak ada yang berkedip saking takjubnya. Itu pementasan tari pakarena yang paling tak terlupa bagi saya. Saya merasa diguyuri gerimis yang lembut,” lanjut Busran. Mata Busran kosong seakan menghadirkan kembali adegan tarian yang disaksikannya tersebut.

Sejak Busran melihat tarian itu, ia jatuh cinta pada tarian. Tapi ia berkali-kali kecewa karena gagal menemukan tarian gemulai seperti yang pernah disaksikannya—dengan perempuan yang di matanya menghambur kunang-kunang.

“Siapa nama perempuan itu?” tanya lelaki kurus tersebut.

“Tak ada yang tahu, orang-orang hanya memanggilnya, Vhy,” jawab Busran.

Percakapan itu berhenti. Senja datang terlalu cepat  dan ia harus pulang. Ia ingin menyaksikan kunang-kunang menari di antara pohon cengkeh. Dan ia ingin mengikuti kunang-kunang tersebut akan ke mana mereka terbang, menyelamatkan dirinya dari musim basah.

Jika benar pernyataan Busran, maka ada kemungkinan makhluk berkelip itu akan menuju ke mata perempuan penari tersebut.

Vhy, semalaman nama itu terus saja hadir dalam igaunnya. Ia berkali kali terjaga, tapi begitu tidur perempuan itu kembali masuk ke dalam tidurnya. Mengoyak sisi kelelakiannya. Matanya binar, serupa dipasangi lampu berwat-wat. Tajam menggetarkan. Rambutnya hitam pekat sedikit bergelombang. Hidungnya tidak terlalu mancung tapi serasi dengan wajahnya. Alisnya melintang semut. Tingginya sekira 162 cm, gerakan tubuhnya terlihat awas tapi lembut.

Mengagumkan sekaligus membuat jantung lelaki kurus itu serasa palpitasi.

Besoknya, ia bangun telat. Matanya merah dan berkli-kali ia menguap. Ia menuju dapur—menyeduh kopi sendiri. Tapi sial baginya, gula telah habis. Tak ada jalan lain. Ia harus rela menyeruput kopi tanpa gul pagi itu. Saat ia menyeruputnya, bayangan bapaknya berlalu lintas. Bapaknya akan batu-batuk jika minum kopi yang bergula.

Suatu ketika, ada hajatan keluarga, bapaknya menghadari  hajatan tersebut dan ia disuguhi kopi yang telah beradu dengan gula. Tak ada alasan bagi bapaknya untuik menolak.  Bapaknya jadi tamu yang menghormati apa yang disuguhkan tuan rumah.

Bapaknya tak ingin merepotkan atau dianggap pilih-pilih. Maka diseruputnyalah kopi tersebut. Dan sesampai di rumah, bapaknya batuk-batuk. Seminggu bapaknya tak bisa tidur karena batuk hingga ia jatuh sakit. Kini bapaknya hanya terbaring lunglai di tempat tidur. Tubuhnya rapuh digerayangi batuk.

KLIK INI:  Pintu dari Babatan Hutan
*****

Busran datang ke rumahnya jelang siang. Wajahnya kusut, sebatang rokok bertengger mengerikan di bibirnya—lupa dihisap.

“Semalam kunang-kunang bergerak ke arah sana,” ujarnya sambil menunjuk ke arah timur. Di mana awan sedang bertarung menghalangi matahari.

“Terus?” tanya kelaki kurus itu

“Mungkin kunang-kunang itu menuju mata perempuan penari tersebut,”

“Hahahahhaha, jangan ngaco , Bus, tak mungkin ada kunang-kunang yang bisa tinggal di mata seseorang,”

“Konon di matanya ada sebatang pohon yang rindang, tempat membiak kunang-kunang”

Lelaki tersebut terperangah. Jadi benar cerita bapaknya, jika ada seeorang perempuan yang matanya dihuni kunang-kunang.

“Iya, saya pernah dengar dongeng itu dari Bapak,” kata lelaki tersebut,

“Bapakmu benar, saya pernah melihatnya”

Keduanya larut dalam pikiran masing-masing. Menerka berbagai kemungkinan. Mata lelaki kurus itu berbinar. Ide gila muncul di kepalanya. Tapi tak dibocorkannya kepada Busran. Nanti dikira bince’ ‘pamer’.  Ia ingin melakukan misi gila itu seorang diri. Mengikuti ke mana kunang-kunang tersebut hijrah.

Ia telah bertekad akan mengikuti kunang-kunang tersebut sebentar malam, ke arah sana, seperti yang ditunjukkan Busran tadi. Mungkin itu arah menuju Vhy, menuju matanya.

KLIK INI:  Jendela Hujan
******

Berkali-kali ia ta’buttu ‘tersandung’, malam terlalu pekat. Tak ada penerang karena jika ia memakai obor atau senter kunang-kunang akan menghilang. Ia terus saja mengikuti rombongan kunang-kunang tersebut.

Malam mencekam, tapi tak ada alasan berhenti. Jika berhenti ia akan kehilanga jejak. Semalam perjalanan terasa berat. Kakinya berdarah.

Berkali-kali ia tantang ‘jatuh’, namun tak menyerah. Ia ingin temukan di mana kunang-kunang tersebut membiak. Ia ingin buktikan apa yang diyakini bapaknya dan yang diceritakan Busran.

Rasa takutnya hilang. Semakin pekat kerlipan kunang-kunang kian terang. Dan jelang pagi, kunang-kunang menghilang. Lalu ia menyadari sedang berada di pinggir sungai.   Ia tiba-tiba benci terang karena menghilangkan kunang-kunang.

Saat malam, kunang-kunang kembali muncul.  Ia terus saja mengikutinya, terus berjalan. Jika siang ia akan berhenti karena kehilangan jejak dan malam ia akan berjalan semalaman penuh.

Telah tujuh malam ia berjalan mengikuti kunang-kunang tersebut namun belum juga sampai. Kakinya membengkak dan tubuhnya payah dicumbui lelah. Tapi ia tak ingin berhenti. Ia ingin sampai di mata Vhy.

Hari kedelapan ia memasuki sebuah kampung. Suara gendang dan puik-puik melengking. Kunang-kunang kian banyak dan gerakannya makin cepat. Ia berlari mengikutinya. Hingga sampai pada sebuah rumah. Terang benderang, padahal lampu telah di padamkan.

Dengan degup ia mendekat.  Seseorang perempuan yang di matanya penuh kunang-kunang menari tarian pakarena  dengan gemulai.

Di mata perempuan itu tumbuh sebatang pohon yang rimbun—itukah pohon cinta yang penah diceritakan bapaknya.

Ia beradu tatap dengan perempuan tersebut. Matanya serasa gatal, hanya sekerlip saja, matanya juga dihijrahi kunang-kunang.

Jadi, jika kalian “para pembaca” menemukan sepasang kunang-kunang, bisa jadi itu Vhy dan lelaki kurus itu. Karena menurut cerita yang beredar dari mulut ke mulut,  keduanya telah berubah jadi sepasang kunang-kunang. ###

KLIK INI:  Air Hilang dalam Hujan