Konflik dengan Warga, Sebab Terbesar Matinya Gajah Sumatera di Aceh

oleh -328 kali dilihat
Konflik dengan Warga, Sebab Terbesar Matinya Gajah Sumatera di Aceh
Gajah Sumatera/Foto-wwf.or.id

Klikhijau.com – Beberapa waktu terakhir, di Provinsi Aceh ditemukan bangkai gajah sumatera. Ada beberapa artikel yang saya baca tentang kematian satwa yang dilindungi ini dalam rentang waktu yang berdekatan.

Seorang kenalan yang memiliki warkop di Kabupaten Gowa, lalu saya tanya perihal gajah-gajah yang ada di Aceh. Oh ya, kenalan saya itu berasal dari Aceh.

Saat kutanyai, dia bercerita jika saat ini hanya sedikit gajah yang tersisa. Padahal dulu sangat banyak. Begitu katanya.

Gajah-gajah itu berada di daerah atas dan sesekali turun ke pemukiman mencari makan. Warga biasanya mengusir gajah tersebut.

KLIK INI:  Graphium Rhesus, Kupu-Kupu Indah yang Elegan Memanjakan Mata

Cerita kenalan saya ini tentu tidak terlalu berkaitan dengan kematian gajah dalam tulisan ini. Hanya saja, kata “tersisa sedikit” ini yang menurut saya harus digaris bawahi.

Mungkin saja, berkurangnya jumlah gajah-gajah itu disebabkan karena hal yang sama seperti yang tertulis di media seperti yang saya sebutkan di awal. Berikut rangkuman beberapa artikel yang saya kutip dari berbagai sumber.

Konflik gajah dengan warga

Awal Januari ini (1 Januari 2019), tim gabungan BKSDA Aceh bersama Polres Aceh Jaya dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Dinas LHK Aceh, menemukan tiga kerangka gajah yang mati.

Dua bulan sebelumnya, tim tersebut juga menemukan dua kerangka gajah tidak jauh dari tempat ditemukannya tiga gajah itu.

Lima kerangka satwa besar dilindungi ini ditemukan di Desa Tuwie Peuriya, Kecamatan Pasie Raya, Kabupaten Aceh Jaya, Aceh.

Meski tidak diketahui pasti penyebab matinya, namun kuat dugaan diakibatkan oleh sengatan listrik tegangan tinggi. Listrik tersebut ditemukan terpasang di kebun milik masyarakat.

Adnan, masyarakat Desa Tuwie Peuriya mengatakan,konflik gajah liar dengan masyarakat di desanya memang ada, namun tidak pernah ada gajah yang mati.

Adnan menambahkan jika selama ini, rombongan gajah memang sering masuk kebun warga. Ungkapan Adnan ini persis kata kenalasan saya, “gajah biasa merusak tanaman warga”.

KLIK INI:  Rudianto dan 14 Fakta Lain Perihal Bunga Edelweis yang Harus Pendaki Tahu

Dari data BKSDA Aceh sendiri, konflik gajah di sana selama lima tahun terakhir mengalami peningkatan. 39 kali konflik pada 2015 naik menjadi 44 kali pada 2016.

Lalu, angka itu kembali meningkat menjadi 103 kasus pada 2017. Meski sempat turun ke angka 73 kasus pada 2018, namun kembali meningkat pada 2019 menjadi 107 kasus.

Total gajah mati selama kurung waktu 2016 hingga 2020 ini setidaknya tercatat 38 ekor. Penyebab kematiannya sebagian besar (74 persen) disebabkan karena konflik, 14 persennya karena perburuan dan 12 persen disebabkan mati alami.

Gajah mati (tak lagi) meninggalkan gading

Data dari BKSDA Aceh di atas menunjukkan konflik gajah dengan manusia kian meningkat di wilayah itu. Dalam kondisi ini, habitat gajah semakin berkurang.

Ini berarti, kelangsungan habitat hewan besar tersebut juga semakin terancam. Apalagi, 85 persen populasinya kini berada di luar Kawasan konservasi, bahkan sudah berada di luar Kawasan hutan.

Konflik satwa ini tentu terjadi karena habitat mereka sudah terganggu. Tidak ada strategi khusus penanganan konflik ini kata Kepala BKSDA Aceh, Agus Arianto.

Koordinator FJL Aceh, Afifuddin berharap, seluruh pemangku kepentingan dapat terlibat mencegah konflik satwa ini. Bukan hanya pihak BKSDA saja, tetapi keterlibatan berbagai pihak dibutuhkan agar satwa yang dilindungi itu tidak punah di masa datang.

Sengatan listrik itu bukanlah satu-satunya penyebab kematian dan berkurangnya jumlah Elephas maximus sumatrensis ini.

Gajah sumatera bahkan mati karena gadingnya. Jaringan perdagangan satwa dilindungi juga menjadi penyebabnya karena berburu gading.

Kini, gajah mati (tidak lagi) meninggalkan gading. Gajah bahkan tidak lagi meninggalkan tulangnya.

KLIK INI:  Kayu Merah yang Terancam Punah, Ini 6 Fakta Menarik di Baliknya!