KLHK: Curah Hujan Tinggi Jadi Penyebab Utama Banjir Kalsel

oleh -89 kali dilihat
KLHK Curah Hujan Tinggi Jadi Penyebab Utama Banjir Kalsel
Banjir Kalsel - Foto/Kumparan

Klikhijau.com – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengatakan, curah hujan yang tinggi jadi penyebab utama terjadinya banjir di Kalimantan Selatan (Kalsel).

Hal itu ditegaskan oleh Direktur Perencanaan dan Evaluasi Pengendalian Daerah Aliran Sungai KLHK Saparis Soedarjanto, secara daring, Selasa 19 Januari 2021.

“Kita bisa menyimpulkan sedikit saja dari informasi ini, hujanlah faktor utama yang menyebabkan banjir karena dia tinggi sekali hujannya,” kata Saparis.

Dalam acara tersebut, Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan KLHK Karliansyah menyebut lokasi banjir berada pada daerah aliran Sungai (DAS) Barito. Tercatat ada 11 kabupaten di Kalsel yang terendam banjir selama 10-17 Januari 2021.

Karliansyah menerangkan curah hujan normal di Kalsel pada Januari 2020 sebesar 304 mm. Sedangkan pada 9-13 Januari 2021, curah hujan harian di Kalsel sebesar 461 mm.

“Terdapat (peningkatan) 8-9 kali lipat,” ucapnya.

Akibat curah hujan tinggi, DAS Barito tidak dapat menampung kenaikan volume air. Menurut Karliansyah, DAS Barito hanya dapat menampung volume air 238 juta m3. Sementara itu, air yang masuk saat hujan dengan curah tinggi, DAS Barito menerima volume air 2,08 miliar m3.

KLIK INI:  Sertijab Kabag TU dan Kabidtek BBKSDA Berlangsung Penuh Kekeluargaan

Lebih lanjut Karliansyah menerangkan sistem drainase juga tidak mampu mengalirkan air dengan volume besar.

“Lokasi banjir merupakan daerah datar dan evaluasi rendah dan bermuara di laut, sehingga merupakan daerah akumulasi air dengan tingkat drainase rendah,” katanya.

KLHK merekomendasikan kepada pemerintah daerah untuk membuat bangunan konservasi tanah dan air, terutama di daerah yang limpasannya ekstrem.

Selain itu, mempercepat dan memfokuskan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) di daerah sumber penyebab banjir, membuat bangunan pengendali banjir, serta mengembangkan kebijakan konservasi tanah dan air.

Selain itu, KLHK merekomendasikan pengembangan sistem peringatan dini banjir.

KLIK INI:  Menteri Siti Gelar Halal Bihalal Virtual, Para Dubes Apresiasi Kinerja KLHK
Respon terhadap peta proyeksi deforestasi

KLHK juga membahas mengenai gambar peta proyeksi deforestasi di Pulau kalimantan yang ramai beredar di sosial media.

“Kita jelaskan Kalimantan. Grafik besar itu yang hijau kondisi hutan. Memang hutan ada yang naik karena biasanya ada hutan tanaman,” kata Direktur Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan KLHK, Belinda Amargono.

“Yang muncul beberapa waktu lalu di berbagai media, saya tidak tahu sumber dari mana dan penjelasan data itu dibuat pendekatan seperti apa, metodologi seperti apa,” tuturnya.

“Ini kami jelaskan adalah hasil pemantauan. Jadi tidak ada gunakan model atau estimasi, jadi ini riil. Dan dengan menggunakan data riil, kondisi yang ada, untuk Pulau Kalimantan, tidak seperti di medsos,” lanjut dia.

Ia mengatakan dalam kurun waktu 10 tahun terakhir memang ada penurunan luas tutupan lahan. Paling masif terjadi pada kurun waktu 1990-2000 dan 2006-2009.

Pada 1990, luas tutupan hutan mencapai lebih dari 35 juta hektare. Pada 2019, jumlahnya menyusut menjadi sekitar 25 juta hektare. Proporsi kawasan hutan dan non-hutan, katanya, saat ini hampir sebanding.

KLIK INI:  Komitmen Ekologis di Rimbun Bambu Longwis Manggala Permai

Sebagai informasi, peta hutan Kalimantan yang beredar di media sosial adalah proyeksi deforestasi yang diungkap PEACE (Pelangi Energi Abadi Citra Enviro) pada 2007 dalam studi berjudul “Indonesia and Climate Change: Current Status and Policies”.

Peta tersebut menguatkan persepsi publik secara luas bahwa deforestasi jadi penyebab utaman banjir Kalsel.

Studi memprediksi angka deforestasi di Kalimantan bisa mencapai 2 juta per tahun. Mengacu pada data KLHK, deforestasi tahun 2018-2019 tercatat seluas 462,4 ribu hektare (netto), tahun 2017-2018 seluas 439,4 ribu hektare, tahun 2016-2017 seluas 479 ribu hektare dan 2015-2016 seluas 630 ribu hektare.

Faktor penyebab Banjir

Direktur Perencanaan dan Evaluasi Pengendalian Daerah Aliran Sungai KLHK Saparis Soedarjanto menambahkan penyebab banjir di Kalsel bukan hanya akibat faktor pengurangan tutupan hutan.

Menurut analisa pihaknya, banjir di beberapa wilayah di Kalimantan Selatan disebabkan oleh berbagai faktor. Contohnya, banjir di Kabupaten Banjar dan Kabupaten Hulu Sungai Tengah terjadi karena faktor lokasi, bentuk daratan, curah hujan, dan aktivitas sekitar.

KLIK INI:  Hutan, Kunci Penting Keberhasilan Indonesia’s FOLU Net Sink 2030

Kedua wilayah itu, jelasnya, berada pada pertemuan dua anak sungai sehingga akumulasi air yang berkumpul di sana besar. Kedua anak sungai bertemu di lereng kaki dan tekuk lereng.

Kondisi ini diperparah dengan curah hujan yang sangat besar dan berdurasi lama. Kemudian, lereng pada hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) menerima volume air besar dengan waktu konsentrasi cepat.

Dengan kombinasi pertanian lahan kering campur di bagian hulu dan tambang dengan lereng yang curam, serta kegiatan pertambangan di lereng tengah akhirnya menyebabkan sedimentasi di alur sungai yang berujung banjir.

“Kami sudah lakukan upaya rehabilitasi juga. Kalau kita lihat [kawasan hutan] yang kritis ini kan enggak kritis-kritis amat sebetulnya. Sehingga kita bisa simpulkan, hujan adalah faktor utama yang menyebabkan banjir. Tinggi sekali hujannya,” tuturnya.

Sebelumnya, banjir yang melanda Kalsel dalam sepekan terakhir ditengarai sebagian besar pemerhati lingkungan sebagai dampak dari deforestasi akut yang terjadi.

KLIK INI:  Rakyat NTT Menang, MA Kabulkan Gugatan Warga atas Tambang Gamping