Klikhijau.com – Pengelolaan sampah masih menjadi persoalan dihampir seluruh daerah di Indonesia. Pola konsumsi masyarakat yang kian masif tak diseimbangkan dengan pengelolaan sampah menjadikan tempat pembuangan kian menggunung. Akibatnya sampah mencemari tanah dan udara, selain itu penumpukan sampah berpotensi menjadi banjir. TPA (tempat pembuangan akhir) menjadi salah satu produsen gas metana yang mempengaruhi pemanasan global.
Di daerah perkotaan, sampah menutupi dasar sungai dan selokan menjadikan permukaan air semakin tinggi dan menggenangi perkampungan dan jalan.
Untuk itu, diperlukan pengelolaan sampah berbasis insklusifitas, dimana masyarakat dilibatkan sebagai penggerak dan pelaksana program.
Bank sampah menjadi salah satu gagasan alternatif untuk mendaur ulang sampah sekaligus juga memberikan keuntungan ekonomis bagi masyarakat. Sampah yang selama ini dianggap tidak lagi diperlukan kini bisa mendatangkan pundi-pundi rupiah.
Program bank sampah menggunakan asas 3R, yaitu mengurangi sampah (reduce), menggunakan kembali barang bekas (reuse) dan mendaur ulang sampah untuk menciptakan produk bernilai ekonomis (recycle). Dengan begitu masyarakat bisa menekan jumlah sampah yang berakhir di TPA.
Ide bank sampah mulai banyak dilakukan di beberapa daerah. Di Makassar sendiri, pengelolaan bank sampah dilakukan di tingkat terkecil, yaitu di RW. Pemerintah Kota Makassar memberikan instruksi kepada RW untuk mengelola bank sampah sebagai syarat untuk mendapatkan insentif bulanan.
Diskusi bank sampah
Selain pihak aparat pemerintah, bank sampah juga bisa dikelola oleh komunitas masyarakat, seperti bank sampah “Asoka V” yang dikelola oleh seorang inisiator penggerak bank sampah bernama Faisal Baso. Faisal telah menekuni bank sampah sejak 2015, kini dia telah menjadi pendamping di beberapa bank sampah dan secara rutin menjadi penyuluh di beberapa daerah.
Faisal Baso baru saja tiba di Parepare pada Selasa pagi (18/2). Ia rencananya akan melawat ke Pinrang untuk mengisi acara diskusi. Namun, secara sukarela dan dengan sedikit masukan dari kawan sehingga ia berkenaan meluangkan waktu berdiskusi dengan kami. Diskusi yang sebetulnya juga penyuluhan ini dimulai jam 10 lewat, bertempat di Rumah Lestari yang berada di dekat Pelabuhan Cappa Ujung. Diskusi diinisiasi oleh HIPMI BPD Sulsel bersama Bumi Lestari, komunitas pemerhati lingkungan di kota ini.
Diskusi ini juga mendapat perhatian dari Pihak Kecamatan, dimana Pak Camat Ujung meluangkan waktunya untuk berbagi pengalaman mengurus bank sampah yang mulai berjalan di beberapa kelurahan sejak tahun-tahun lalu. Di Parepare, ada beberapa bank sampah yang aktif dan pelan-pelan mulai bertumbuh, salah satunya Bank Sampah Labukkang yang tempatnya berada persis di samping kantor camat Ujung. Bank sampah yang dikelola oleh kelurahan Labukkang ini menjadi Bank Sampah Induk yang area cakupannya seluruh wilayah Parepare.
Bank sampah mulai dilirik masyarakat sejak program “Meng-Emas-kan Sampah Untuk Indonesia” berjalan, dimana sampah yang warga bawa ke bank sampah akan menjadi tabungan dalam bentuk emas. Program ini berjalan berkat dukungan dari Pegadaian. Diibaratkan sebagai sebuah bank, warga yang menyimpan emasnya di bank sampah akan menjadi nasabah yang memiliki rekening dalam bentuk emas yang terus bertambah nilainya seiring dengan jumlah sampah yang mereka kumpulkan. Warga juga bisa memantau berapa jumlah tabungan emas mereka melalui aplikasi, sebagaimana dijelaskan faisal Baso.
“Nasabah sudah bisa memantau tabungannya melalui aplikasi. Kelebihannya kalau emas karena harga emas relatif naik, dibandingkan dengan mata uang, jadi ini seperti investasi. Pegadaian mengajarkan kita bagaimana investasi mulai dari yang kecil-kecil,” jelasnya.
Faisal menerapkan konsep kehidupan berkelanjutan dalam keluarganya, dimana hanya sedikit dari sampahnya yang dibuang, sebagian besar ia manfaatkan. Sampah non-organik seperti plastik, kaca, kertas dan lain sebagainya ia kumpulkan ke dalam bank sampah. Sedang sampah organik seperti sayur atau buah ia jadikan pupuk kompos atau diberikan kepada maggot. Kemudian maggot-maggot ini akan menjadi pakan ayam dan ikan yang nantikan akan mereka konsumsi.
Keberadaan Bank Sampah Labukkang tak bisa dilepaskan dari peran Muh. Yusuf Azis, pak camat ujung yang dulunya menjabat sebagai Lurah Labukkang sejak 2015 lalu. Pada mulanya, Bank Sampah diikutkan dalam perlombaan inovasi daerah se-Sulsel mewakili Kota Parepare. kemudian mulai diseriusi dengan mencari pengepul dan membuat beberapa program ke masyarakat, seperti sistem menabung dan sistem kredit.
Sistem Menabung ialah masyarakat mengumpulkan sampahnya kepada bank sampah yang kemudian dibuat semacam rekening, nantinya warga bisa mencairkan tabungannya sesuai dengan jumlah barang bekas yang mereka setor. Program kedua yaitu Sekret yang diambil dari akronim ‘Sistem Kredit’. sistem kredit yang dimaksud adalah masyarakat bisa meminjam uang kepada pihak bank sampah dengan perjanjian nantinya mereka akan membayar kreditnya dengan sampah yang disesuaikan dengan jumlahnya.
Kini masyarakat juga bisa menukarkan sampahnya dengan emas yang nominalnya disesuaikan dengan harga emas terbaru. Ini juga untuk menarik partisipasi masyarakat. Bank Sampah Labukkang juga menerima proses penjemputan sampah dari rumah-rumah warga. Nasabah hanya perlu menghubungi narahubung melalui sosial media maupun media telepon. Ini untuk memudahkan warga yang terkendala transportasi.
Kehadiran bank sampah diharapkan mampu meningkatkan kesadaran masyarakat untuk mulai menerapkan gaya hidup berkelanjutan dengan memilah sampah yang bisa didaur ulang. Juga untuk mengurangi penumpukan sampah yang kian hari kian menggunung di hampir seluruh TPA di Indonesia.