- Ibu, Halaman Rumah, dan Daun Singkong - 20/03/2023
- Lelaki Pemancing Sampah - 12/03/2023
- Daeng Ina, Kue Ongol-ongol, dan Sejarahnya - 10/03/2023
Klihijau.com – Perbincangan tentang vape atau rokok elektrik rupanya sedang menghangat. Pengganti rokok konvensional atau rokok tembakau itu diduga ramah bagi kesehatan.
Namun, kenyataannya tak demikian, vape diduga menyebabkan 450 kasus penyakit paru-paru di seluruh Amerika. Termasuk lima kematian di antaranya. Tentu itu adalah fakta yang mengerikan.
Untuk mencegah penyakit paru-paru dan kematian kian “merebak” di Amerika. Maka Asosiasi Kedokteran Amerika (AMA) mendesak semua orang untuk menghindari penggunaan rokok elektrik. AMA sendiri adalah salah satu organisasi dokter paling berpengaruh di Amerika.
Lalu bagaimana di Indonesia, menanggapi hal tersebut, Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan RI Anung Sugihantono angkat bicara.
Menurutnya rokok elektronik memiliki risiko lebih berbahaya dari rokok tembakau. Apalagi penggunanya banyak dari kalangan remaja sehingga menjadi sorotan publik.
“Vape risiko berbahayanya lebih banyak karena mengandung berbagai bahan kimia. Kandungan zat karsinogen (yang menyebabkan kanker) juga juga lebih banyak. Sama berbahayanya dengan rokok tembakau meskipun kandungannya bisa berbeda. Yang jelas bahan bakunya beracun,” papar Anung, seperti yang ditulis Fitri Haryanti Harsono di liputan6.com, Rabu, 11 September 2019.
Hal lain yang perlu diperhatikan dari vape adalah bisa menjadi jembatan penularan penyakit. Sebab perilaku penggunaan vape di kalangan anak-anak dan remaja dapat berpotensi menularkan penyakit lewat mulut. karena belum tentu satu orang punya satu vape (apalagi harganya yang mahal). Vape jadinya dipakai sama-sama.
“Penularan lewat mulut bisa terjadi. Ini kan yang membahayakan,” ujar Anung.
Perlu regulasi vape
Menurut Anung, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sedang mendorong regulasi rokok elektrik masuk dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012.
“Kami sedang merevisi PP 109 Tahun 2012 untuk mengatur penggunaan dan peredaran vape. PP itu akan disempurnakan dengan memasukkan sekaligus mengakomodir, apakah masuk kategori rokok sintetis atau kimia,” ungkapnya.
Ada tiga aspek yang direvisi pada PP Nomor 109 Tahun 2012 untuk memasukkan regulasi vape dan produk tembakau turunannya.
Pertama, perluasan batasan rokok dan produk rokok. Kedua, ukuran gambar peringatan kesehatan atau pictorial health warning (PHW) yang diperbesar
Ketiga, pengaturan tentang iklan atau promosi rokok. Masih ada ruang yang belum dijangkau, misalnya, di sebuah toko (masih ada) yang menyertakan gambar rokok besar-besar.
Anung belum tahu kapan pembahasan PP tersebut bakal akan rampung karena perlu melibatkan kementerian/lembaga lain, seperti Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perekonomian, Kementerian Keuangan, serta unit usaha kecil menengah
Sementara itu, menteri Kesehatan Nila Moeloek juga mengaku, bahaya vape memang sangat berbahaya. Pernyataan tersebut juga sesuai laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Bahaya rokok elektrik sama berbahaya dengan rokok tembakau, yang mengandung minimal mengandung 4.000 bahan beracun.
“Saya juga sudah baca penelitian. Kalau lihat tulisan-tulisan dari luar negeri memang menyatakan vape berbahaya,” tambah Menkes Nila.
Menyoal salah satu produk alternatif rokok dari AS yang masuk ke Indonesia, yakni JUUL, Anung berpendapat produk rokok tersebut seharusnya melalui uji klinis sebelum beredar di pasaran.
Sedangkan menurut Feni Fitriani Taufik yang merupakan dokter spesialis paru bahwa kandungan nikotin maupun zat-zat lain dalam rokok elektrik yang terdapat dalam produk tersebut lebih tinggi dari yang tertera di kemasan.
Lebih baik, jika memang ingin sehat tidak menggunakan rokok elektrik. Pilih yang jelas lebih aman untuk tubuh.
“Kalau dari segi kesehatan ya kalau mau sehat jangan pakai perantara sesuatu yang keamanannya tidak jelas atau sesuatu yang masih berbahaya,” tegas Feni.