Kegirangan Bilbil dan Ancaman yang Mengintai Capung

oleh -568 kali dilihat
Capung tengger biru, (Diplacodes trivialis)-Foto/Pixabay
Irhyl R Makkatutu

Klikhijau.com – Bilbil begitu girang ketika saya berhasil menangkapkan seekor capung untuknya. Capung itu beterbangan di Permandian Air Terjun Bravo 45, Kindang, Bulukumba.

Warna capung yang saya tangkap untuknya berwarna biru. Warna itu adalah kesukaan gadis yang akan duduk di kelas tiga Sekolah Dasar (SD) itu.

Kegirangannya beralasan. Itu pertama kalinya ia melihat capung seindah itu—juga pertama kalinya memegang serangga yang unik dan mempesona tersebut.

Saya rasa menangkap capung bukanlah pekerjaan “terpuji” dan saya merasa ada rasa bersalah—meski itu bukan pertama kalinya saya lakukan. Sebab sewaktu kecil, saya telah sangat akrab dengan serangga yang di kampung saya bernama du’du itu.

KLIK INI:  Jirisan, Kisah Menegangkan Para Ranger di Gunung Jiri, Korsel

Sewaktu kecil, saya suka menangkapnya, mengikat ekornya lalu menerbangkannya. Itu permainan masa kecil yang menyenangkan.

Karena itu, ketika melihat Bilbil menginginkan capung yang menghuni Air Terjun Bravo 45, saya takluk oleh rengekannya. Itu mengingatkan saya ketika merengek ingin menangkap capung.

Karenanya, dengan penuh kesabaran, saya berhasil menangkapnya setelah lima kali gagal. Capung itu kemudian dibawa Bilbil hingga ke Kota Bulukumba dengan riang.

Dan di sepanjang jalan, ia selalu menanyakan capungnya yang dijagai oleh tantenya, Emma yang telah berperan sebagai ibu baginya.

Terdesak ke jurang punah

Perihal capung, bukan hanya makhluk yang unik, tapi juga purba, sebab telah melewati berbagai proses evolusi.

Hanya saja serangga cantik ini semakin terdesak  ke tepian kepunahan. Seperti dilansir dari earth, belum lama ini ada sebuah  temuan.

Temuan itu dari penilaian global terbaru IUCN atau International Union for Conservation of Nature, IUCN melaporkan, satu dari enam spesies capung saat ini terancam punah.

KLIK INI:  Penyidik Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi Amankan Kayu Ilegal di Pelabuhan Bira

Ancaman yang paling dominan diterima serangga itu dari  perluasan pertanian yang tidak bertanggung jawab alias berkelanjutan. Bukan hanya itu, tetapi juga arus urbanisasi yang terjadi di seluruh dunia.

Kedua hal tersebut menggerus rawa-rawa hingga sungai yang mengalir bebas. Kedua tempat itu  menjadi tempat capung biasanya berkembang biak, khususnya air sungai yang bersih.

Dengan hilangnya tempat berkembang biak mereka,  menjadikan populasi spesies capung alami penurunan yang signifikan di seluruh penjuru dunia.

Apa yang ditemukan oleh IUCN jadi alarm buruk bagi dunia serangga, khususnya capung karena sangat rentang terhadap perubahan lingkungan di sekitarnya.

Penilaian populasi capung dan capung dunia mengungkapkan,  16 persen dari 6.016 spesies terancam punah. Hal itu disebabkan oleh kerusakan yang signifikan dari tempat berkembang biak air tawar mereka.

“Dengan mengungkap hilangnya capung secara global. Pembaruan Daftar Merah hari ini menggarisbawahi adanya kebutuhan mendesak untuk melindungi lahan basah dunia dan kekayaan kehidupan yang mereka sembunyikan. Secara global, ekosistem ini menghilang tiga kali lebih cepat daripada hutan,” kata Dr Bruno, Direktur Jenderal IUCN.

KLIK INI:  Apa itu Pati pada Tanaman dan Bagaimana Proses Pembentukannya?

Keterdesakan capung ke jurang kepunahan, bukan hanya disebabkan oleh perluasan pertanian dan urbaninasi, tapi juga oleh perubahan iklim.

Gagal kawin

Perubahan iklim bahkan membuat capung gagal kawin. Kegagalan tersebut menjadi faktor yang juga mendorong serangga ini semakin mendekati tepi kepunahannya.

Karena tanpa adanya ritus kawin, maka perkembangbiakannya akan tersendat. Semakin tersendat maka populasinya akan semakin menurun hingga bisa benar-benar punah.

Iya, naiknya suhu bumi karena perubahan iklim, memaksa capung, khususnya capung jantan beradaptasi dengan melepaskan pola hitam pada sayapnya.

Kondisi tersebut sangat mengkhawatirkan, karena membuat capung betina tidak bisa lagi mengenali pasangannya dari pola sayap yang dimilikinya.

Adanya perubahan pola itu, membuat mereka bisa saja gagal melangsungkan perkawinan. Alasan capung jantan melepas pola hitam pada sayapnya. Dikarenakan saat suhu menghangat pola hitam pada sayapnya akan menyerap lebih banyak panas.

Akibatnya, suhu tubuh capung jantan dapat naik hingga 2 derajat celcius. Itu berarti risiko kematian akan menjadi ancaman bagi mereka.

KLIK INI:  Perihal Climate Anxiety yang Rentan Dialami Anak Muda dan Cara mengatasinya

Dan untuk bertahan hidup, capung jantan harus rela melepaskan pola hitamnya—mereka memproduksi melenim lebih sedikit.

Dengan demikian, maka populasi capung akan sangat terganggu dan mata rantai makanan akan mempengaruhi pula ekosistem.

Biar bagaimanapun, capung bukan hanya sebagai indikator lingkungan, tapi juga pemakan serangga lainnya, semisal nyamuk.

Cara capung mengatasinya

Dilansir dari Thought Co, serangga satu ini  memiliki penglihatan yang sangat baik. Capung jantan akan menggunakan penglihatannya untuk menemukan pasangannya  yang cocok.

Agar DNA capung tetap terjaga si jantan harus mampu membedakan mana betina dari spesies mereka sendiri.

Karena itu, meski pola hitam capung jantan berubah. Dengan penglihatan yang sangat baik itu, maka si jantan akan mampu mengenali pasangannya.

KLIK INI:  5 Fakta Menarik dari Festival Lingkungan yang Digelar P3E Suma KLHK

Hanya saja, sangat mungkin pasangannya (betina) tidak mengenali pasangannya (si jantan) sehingga akan tetap menjauh dan mereka akan gagal kawin.

***

Begitu sampai di Kota Bulukumba, capung yang dibawa Bilbil itu melemas. Gadis cilik tersebut memasukkannya ke kamar mandi. Dan saat sore hari, dua ekor capung kecil berwarna biru beterbangan di dalam rumah. Entah anak dari capung yang dibawa itu atau kawanannya. Entahlah….

KLIK INI:  Capung Memiliki Trik Tak Terduga Menghadapi Perubahan Iklim