Kakek Renta Bertahan Hidup dari Arum Manis Rambut Nenek

oleh -609 kali dilihat
Kakek Renta Bertahan Hidup dari Arum Manis Rambut Nenek
Kakek Renta Bertahan Hidup dari Arum Manis di Parepare - Foto/ Radhif
Azwar Radhif

Klikhijau.com – Arum manis; jajanan tempoe doeloe ini nampaknya tengah mengalami penurunan popularitas. Betapa tidak, jajanan tradisional ini harus menghadapi gempuran industri jajanan yang laris manis di toko-toko besar dan warung-warung.

Belum lagi persaingan antara sesama penjual arum manis yang begitu keras layaknya rivalitas klub sepakbola. Memperebutkan konsumen yang jumlahnya tak seberapa jika dibandingkan pasar jajanan industri kemasan.

Kota Parepare menjadi saksi dari kerasnya perjuangan para penjual jajanan ini yang kini hanya menyisakan beberapa penjual saja. Hemat saya, dulu nyaris di depan setiap gedung sekolah dasar, dapat ditemui sekurang-kurangnya satu penjual arum manis.

Lantaran ditengarai rasa penasaran, beberapa waktu lalu saya berkeliling kota mencari keberadaan penjual jajanan ini. Terang saja, saya hanya menemukan seorang diantara mereka. Seorang renta yang masih kuat berjualan menggandeng toples stainless berisikan arum manis.

Namanya Amin Dollah, penjual arum manis yang dulu sering mangkal di depan sekolahku ketika waktu pulang sekolah. Wajahnya masih dapat saya ingat samar-samar, meski usianya yang kian menua menciptakan keriput di wajahnya. Pak Amin menjadi satu dari sekian banyak penjual arum manis yang masih bertahan berjualan berjalan kaki berkeliling Kota Parepare.

Lelaki tua ini telah menetap di Kota Parepare sejak usia mudanya, merantau dari kampung halamannya di Bima, Nusa Tenggara Barat. Kehidupan mudanya dilalui dengan bekerja serabutan untuk menafkahi keluarga kecilnya.

KLIK INI:  Kisah Tini, Perempuan Tuna Netra Penjaga Owa Jawa di Hutan Lekong

Barulah di tahun 2000, Pak Amin memutuskan untuk hijrah ke pekerjaan menjual jajanan arum manis. Hingga kini, Pak Amin telah menggeluti dunia per-arummanis-an selama dua dekade terakhir.

Di usia yang menurut perkiraannya telah mencapai 80 tahun, Pak Amin masih sanggup berjalan kaki sejauh lebih 5 kilometer, dari rumahnya yang terletak di pusat kota menuju Pasar Sumpang yang tak jauh dari perbatasan Parepare-Barru.

Perjalanannya dimulai ketika matahari tengah berada tepat di atas kepala dan pulang kerumahnya saat malam hari.

Selain untuk menghemat pengeluaran, aktivitas berjalan kaki yang telah dilakukannya sejak muda diakui sangat membantunya dalam berjualan, untuk menawarkan jualannya kepada pejalan kaki maupun pembeli yang dihampirinya di pinggiran jalan.

Bisa saja, kebiasaannya berjalan kaki menjadi resep tubuh Pak Amin masih kuat berjualan diumur yang semestinya telah pensiun.

Perjalanan pak Amin dimulai dari rumahnya yang berada di sudut gang sempit di daerah yang bernama Kampung Pisang. Sejak subuh hari, Amin bersama istrinya telah terjaga untuk meracik resep rahasia yang umumnya terbuat dari campuran tepung terigu, gula, dan pewarna.

KLIK INI:  Daeng Ina, Kue Ongol-ongol, dan Sejarahnya
arum manis
Arum manis – Foto/Radhif

Gulali rambut nenek disimpan dalam kaleng yang berbentuk segi enam. Kaleng ini yang nantinya akan dibawa Pak Amin berkeliling menghidangkan gulali kepada pembeli.

Selain untuk menyimpan gulali, kaleng juga digunakan untuk memberi informasi kepada pembeli dengan cara menepuk-nepuk tepian kaleng hingga mengeluarkan suara.

Di tepi persegi enam kaleng, terdapat kantung yang juga digunakan untuk menyimpan pembungkus gulali, yang merupakan kertas bekas dipotong segi empat. Kantung inilah yang dipukul Pak Amin. Ini menjadi penanda kepada pembeli kalau Pak Amin telah melintas bersama gulalinya.

Arum manis yang dijual Pak Amin harganya bervariasi, tergantung banyaknya gulali. Umumnya, satu bungkus gulali dihargainya 1.000 rupiah, semakin banyak gulali semakin mahal pula harganya.

Pak Amin mengakui dagangannya selalu habis diserbu pembeli. Setiap harinya Pak Amin dapat menjual hingga 100 bungkus arum manis. Belum termasuk jajanan lainnya yang dibuat dari bahan baku gulali seperti permen hisap.

Larisnya dagangan Pak Amin tak lepas dari usaha kerasnya berjualan sepanjang hari. Belum lagi langganan Pak Amin yang tak pernah bosan menikmati jajanan manis ini. Arum manis Pak Amin dinikmati banyak kalangan masyarakat, dari yang masih berstatus pelajar sekolah, pegawai kantoran hingga ibu rumah tangga. Meski sebagian besar pembelinya berasal dari anak-anak sekolah dasar.

Syukurnya, jajanan tradisional ini masih bertahan ditangan seorang kakek renta. Arum manis tetap digemari masyarakat Parepare, disaat menjamurnya jajanan industri dan berkembangnya fast food. Meski memiliki pilihan jajanan yang lebih variatif, anak-anak kecil tetap mencintai jajanan khas Indonesia ini.

Namun, selama pandemi, saya tak lagi menemukan Pak Amin bersama kaleng gulalinya. Barangkali, semenjak aktivitas belajar-mengajar di sekolah dipindahkan ke daring, penjualan arum manis Pak Amin menjadi berkurang. Semoga beliau tetap bertahan bersama arum manis dan suara pukulan kaleng khas Pak Amin.

KLIK INI:  Joss! Kolaborasi Penanganan Sampah di Kelurahan Sambung Jawa Makassar Kian Apik