Indonesia Siapkan Negosiator Handal di Perundingan Iklim COP26 Glasgow

oleh -114 kali dilihat
Koalisi EoF Apresiasi Menteri LHK atas Penolakan Sawit jadi Tanaman Hutan
Menteri LHK Siti Nurbaya - Foto/Dok KLHK

Klikhijau.com – Indonesia berupaya berkontribusi maksimal pada Konferensi Perubahan Iklim PBB 2021 yang dikenal dengan COP26 (Climate Change Conference of the Parties).

Kegiatan yang akan berlangsung di Glasgow pada 1-12 November ini setidaknya akan membahas tentang kolaborasi antar negara dalam menangani krisis iklim.

Demi kesuksesan para COP26, Indonesia mempersiapkan para delegasi dan negosiator handal.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya menegaskan agar para Delegasi Indonesia untuk COP 26 dapat menunjukkan kepada Dunia Internasional bahwa Indonesia sangat serius dalam penanganan pengendalian perubahan iklim.

Keseriusan Indonesia, kata Siti Nurbaya, tidak hanya pada upaya aksi mitigasi dan adaptasi, namun juga pada dukungan dari sektor pendanaan, dan ke depan Indonesia siap melakukan akselerasi di bidang teknologi rendah karbon.

Hal ini disampaikannya pada Pertemuan Koordinasi Final Delegasi Republik Indonesia pada Glasgow Climate Change Conference (COP26/CMP16/CMA3, SBSTA & SBI 52-55), yang berlangsung secara virtual di Jakarta, Sabtu (23/10).

Salah satu bentuk keseriusan Indonesia adalah target Forest and Land Use (FoLU) Netsink Carbon pada tahun 2030 yang akan dibawa ke meja perundingan oleh Delegasi RI bekerjasama dengan negara-negara pemilik hutan tropis dunia seperti Brazil, Republik Demokratik Congo dengan tagline “Forest Power to Glasgow”.

KLIK INI:  Memetik Pesan dari Nanyian Anak SLB Labuan Bajo Perihal Sampah
Ambisi Indonesia

Indonesia pun telah sepakat akan menjalin kolaborasi yang baik dengan Brazil dalam isu hutan tropis di Glasgow nanti. Hal ini sudah didiskusikan oleh Menteri Siti dengan Menteri Lingkungan Hidup Brazil sebagai negara yang sama-sama memiliki hutan tropis terluas di dunia, pada pertemuan virtual 22 Oktober 2021.

“Pemerintah siapkan langkah bersama kelola reduksi emisi karbon dari sektor kehutanan dan lahan dengan insentif dan pajak, serta sekaligus menegaskan bahwa beriringan dengan sektor kehutanan juga dikelola sektor energi dengan agenda dekarbonisasi,” jelas Siti.

Menteri Siti melanjutkan jika Indonesia telah berkomitmen untuk masa depan yang tangguh, rendah emisi dan berketahanan iklim dengan penyampaian dokumen Updated Nationally Determined Contribution (NDC) dan Long-Term Strategies Low Carbon and Climate Resilience 2050 pada 22 Juli 2021.

Komitmen dalam dokumen tersebut terus diperkuat salah satunya ditunjukkan Indonesia dalam pertemuan bilateral antara Pemerintah Indonesia dengan Madam Patricia Espinosa, Sekretaris Eksekutif United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) yang dilakukan secara virtual pada 10 September 2021.

“Dengan adanya kehadiran para pimpinan dari Kementerian/Lembaga teknis yang terkait langsung dengan sektor-sektor emisi gas rumah kaca, hal tersebut menunjukkan bahwa, target penurunan emisi Gas Rumah Kaca sebesar 29% dengan upaya sendiri dan hingga 41% dengan bantuan negara lain, serta target FOLU net sink di tahun 2030 dan Indonesia rendah karbon dan berketahanan iklim di tahun 2060 atau lebih cepat, adalah hasil koordinasi matang antar Kementerian/Lembaga dan lintas sektoral di jajaran Kabinet Indonesia Maju di bawah kepemimpinan Bapak Presiden Joko Widodo yang kita banggakan,” tegas Menteri Siti.

KLIK INI:  KLHK Berduka, Mantan Menhut Mohammad Prakosa Meninggal Dunia, Ini Profilnya!

Agenda paling krusial yang belum tuntas sejak COP24 di Katowice tahun 2018 adalah pengaturan teknis implementasi Article 6 of the Paris Agreement, operasionalisasi kerjasama internasional sukarela untuk pemenuhan NDC melalui mekanisme pasar dan non-pasar.

Arti penting negosiasi agenda tersebut bagi Indonesia sebut Menteri Siti adalah bahwa Indonesia sudah sangat siap dengan semua infrastruktur pendukung kebijakan.

Indonesia telah mempersiapkan infrastruktur regulasi di dalam negeri, seperti Peraturan Presiden mengenai Nilai Ekonomi Karbon.

Selain itu, Menteri Keuangan juga telah menetapkan Pajak Karbon sebagai bagian penguatan regulasi, serta mempersiapkan implikasinya pada sektor perdagangan internasional.

Sebagaimana pada COP-COP sebelumnya, Delegasi Indonesia juga terdiri dari unsur Pemerintah dan Non-Party Stakeholders (NPS). Indonesia cukup bangga bahwa implementasi kebijakan Leading by Example selain ditunjukkan oleh kerja Pemerintah juga diperlihatkan oleh non-state actors. Kiranya Indonesia bangga bahwa sesi-sesi di Paviliun Indonesia yang juga merupakan representasi dari kontribusi non-state actors.

Penyelenggaraan COP 26 di Glasgow masih dalam kondisi Pandemi COVID-19.  Meskipun jumlah kasus baru COVID-19 cenderung menurun, namun tetap menerapkan protokol kesehatan dimanapun dan pada kegiatan apapun selama menghadiri COP26.

UNFCCC dan Pemerintah Inggris telah menetapkan prosedur ketat berupa COVID-19 Code of Conduct yang perlu ditaati oleh seluruh peserta, dan agar dipatuhi oleh seluruh delegasi.

KLIK INI:  Fenomena Pusaran Angin Kencang di Rancaekek Sulit Diprediksi