Hilangnya Keanekaragaman Hayati Jadi Penyebab Wabah Penyakit Menular?

oleh -12 kali dilihat
Strategi Penyelamatan Keanekaragaman Hayati di Indonesia
Ilustrasi keaneragaman hayati/foto-Pak Pandani

Klikhijau.com – Kehilangan keanekaragaman hayat akan jadi kerugian besar. Harus dijujuri, keanekaragaman hayati telah membawa kesejahteraan bagi umat manusia.

Karena itu, dengan kehilangannya bukan hanya kita akan kehilangan mata pencaharian dan sumber kehidupan. Lebih dari itu, sebuah penelitian terbaru mengungkapkan bahwa hilangnya keanekaragaman hayati jadi biang kerok terbesar wabah penyakit menular.

Penyakit menular yang disebabkan oleh hilangnya keanekaragaman hayati diklaim oleh peneliti akan membuat penyakit  ini lebih berbahaya dan menyebar luas

Kita tentu masih ingat pandemi Covid-19 yang menerjang dunia. Pandemi tersebut diyakini berasal dari satwa liar kelelawar. Dan menurut peneliti penyakit menular baru sedang meningkat dan sering kali berasal dari satwa liar.

KLIK INI:  Mengulik Sederet Fakta Tenaga Surya yang Jarang Terungkap

Dilansir dari The Guardian, dalam meta-analisis yang dipublikasikan di jurnal Nature, para peneliti menemukan bahwa dari semua pendorong perubahan global yang menghancurkan ekosistem, hilangnya spesies adalah penyebab terbesar yang meningkatkan risiko wabah. Hilangnya keanekaragaman hayati diikuti oleh perubahan iklim dan masuknya spesies asing.

Ketua peneliti Prof Jason Rohr dari Universitas Notre Dame di AS mengatakan, pesan yang dapat diambil adalah hilangnya keanekaragaman hayati, perubahan iklim, dan spesies pendatang meningkatkan penyakit, sedangkan urbanisasi menurunkannya.

Para ahli menganalisis hampir 1.000 penelitian tentang faktor lingkungan global yang menyebabkan penyakit menular, yang mencakup semua benua kecuali Antartika. Mereka mengamati tingkat keparahan dan prevalensi penyakit pada tumbuhan, hewan, dan manusia.

KLIK INI:  Penyebaran Mangrove Dapat Dipengaruhi oleh Perubahan Iklim
Lima pendorong perubahan global

Untuk menemukan hasil tersebut, tim ini berfokus pada lima pendorong perubahan global – hilangnya keanekaragaman hayati, perubahan iklim, polusi bahan kimia, spesies non-asli, dan hilangnya habitat.

Tim peneliti  menemukan empat dari lima peningkatan penyebaran penyakit: semuanya kecuali hilangnya habitat mengalami peningkatan penyakit. Hasilnya sama pada penyakit manusia dan non-manusia.

Perubahan habitat mengurangi risiko karena kecenderungan manusia berpindah ke tipe habitat tertentu, yakni kota. Daerah perkotaan cenderung memiliki lebih sedikit penyakit, hal ini disebabkan karena sanitasi umum yang lebih baik dan juga karena jumlah satwa liar yang lebih sedikit.

KLIK INI:  Memantau Keanekaragaman Hewan Melalui Pengumpulan DNA dari Daun

“Di daerah perkotaan dengan banyak beton, jumlah spesies yang dapat tumbuh subur di lingkungan tersebut jauh lebih sedikit. Dari sudut pandang penyakit manusia, seringkali terdapat infrastruktur sanitasi dan kesehatan yang lebih baik dibandingkan di lingkungan pedesaan,” ungkap Rohr.

Saat ini, selain Covid-19 diyakini oleh para penelitu, banyak penyakit lain yang mengkhawatirkan otoritas kesehatan global.

Di antara penyakit tersebut adalah flu babi dan flu burung. Kedua penyakit ini juga berasal dari satwa liar.

Tiga perempat dari penyakit yang muncul pada manusia bersifat zoonosis, artinya penyakit tersebut juga menginfeksi satwa liar dan hewan peliharaan.

KLIK INI:  Catatan Singkat dari Peringatan Hari Kehati

Sebelumnya ada penelitian yang menunjukkan adanya hubungan antara penyakit-penyakit ini dan perubahan lingkungan.

Perubahahan lingkungan itu meliputi banyak hal, misalnya, pemanasan global dapat menyebabkan penyebaran penyakit malaria, namun sebelumnya masih belum jelas faktor lingkungan mana yang memiliki dampak terbesar.

Banyak penyebab penyakit yang dicatat oleh para peneliti  saling berhubungan, sebut saja perubahan iklim dan polusi kimia dapat menyebabkan hilangnya dan perubahan habitat, yang pada gilirannya dapat menyebabkan hilangnya keanekaragaman hayati.

Namun, kehilangan itu dapat dicegah. Para peneliti mengatakan bahwa mengurangi emisi, mengurangi hilangnya keanekaragaman hayati, dan mencegah spesies invasif dapat membantu mengurangi beban penyakit.

“Kami berharap analisis kami akan memfasilitasi upaya pengendalian, mitigasi, dan pengawasan penyakit secara global,” tulis para peneliti dalam makalah yang dipublikasikan di jurnal Nature itu dikutip dari The Guardian.

KLIK INI:  Perihal Larangan Perburuan Satwa di Hutan, 4 Hal Ini Penting Diketahui!