Gurita Para Penjahat Kayu di Belantara yang Kaya Raya

oleh -283 kali dilihat
Gurita Para Penjahat Kayu di Belantara yang Kaya Raya
Ilustrasi penebangan kayu/Foto-pixabay

Klikhijau.com – Perkumpulan Jurnalis Advokasi Lingkungan (JURnal Celebes) Berbagi temuan penting dari hasil pemantauan kayu di lima provinsi di Indonesia, Senin 2 Desember 2019 di Makassar. Temuan tersebut dibahas dalam sebuah lokakarya menghadirkan para stakeholder terkait antara lain pemerintah, pengusaha, pemantau, akademisi dan media.

Pemantauan dilakukan sejak Oktober 2018 hingga Desember 2019. Tujuannya adalah melihat dinamika pengolahan, peredaran dan perdagangan kayu di lima provinsi di Indonesia, antara lain Maluku Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan dan Jawa Timur.

Pemantauan tersebut dilakukan oleh kelompok masyarakat independen yang bergabung dalam Jaringan Pemantau Independen Kehutanan (JPIK) di lima provinsi. Proses pemantauan dilakukan secara terintegrasi antara hulu dan hilir dengan berbasis pada pemantauan, distribusi informasi, dan pemberian rekomendasi pada pemerintah dan berbagai pihak untuk perbaikan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK).

Dalam lokakarya menguat suatu rekomendasi untuk mendesak pemerintah memperbaiki sistem SVLK. Meski sudah dimplementasikan sejak 2010, instrumen legalitas kayu ilegal ini belum maksimal menjamin berkurangnya peredaran kayu ilegal.

KLIK INI:  Sandra, Orangutan yang Dapat Hak Istimewa Layaknya Manusia

Faktanya, peredaran kayu ilegal masih terjadi di mana-mana. Penegakan hukum masih perlu ditingkatkan dengan pola kolaborasi lintas penegak hukum dan para pemangku kepentingan.

“Kami akan melakukan hasil pemantauan yang kami lakukan dalam bentuk rekomendasi kepada pemerintah sebagai upaya mendorong perbaikan SVLK agar bisa mewujudkan pengelolaan hutan lestari lewat instrumen legalitas kayu,” kata Direktur Edsekutif JURnal Celebes, Mustam Arif dalam persentasinya di lokakarya.

Lebih lanjut, Mustam menjelaskan pengalamannya bersama tim selama proses pemantauan. “Di lapangan pemantau menemukan banyak pelanggaran. Kejahatan kayu ilegal dalam kolaborasi yang solid menyiasati kelemahan SVLK dan tindakan-tindakan aparat keamanan yang juga belum maksimal. Bahkan, ada oknum aparat keamanan yang diduga terlibat dalam kejahatan kayu ilegal,” jelas Mustam.

Di Maluku Utara misalnya, pemantau menemukan perusahaan melanggar izin dan ketentuan sertifikat legalitas kayu. Perusahaan berkonflik dengan masyarakat karena batas areal konsesi tidak disosialisasikan. Perusahaan juga menebang kayu sampai ke bantaran sungai. Padahal, perusahan-perusahan tersebut memiliki izin yang sah dari pemerintah.

Pemantau juga menemukan betapa penebangan kayu dilakukan di luar wilayah konsesi. Penebangan kayu juga dilaksanakan sampai di batas sungai yang sebenarnya dilindungi.

Pemantau juga menemukan adanya tempat-tempat penampungan kayu terdaftar disalahgunakan. Tempat Penampungan Terdaftar (TPT) yang resmi digunakan menampung kayu-kayu hasil tebangan ilegal di luar area konsesi.

“Jadi, TPT sebagai sarana resmi, kerap digunakan sebagai sarana “pencucian” kayu ilegal. TPT sering digunakan untuk menampung kayu-kayu yang ditebang dari sumber ilegal,” tambah Mustam.

KLIK INI:  JURnal Celebes: Pembalakan Liar Masif Terjadi di Luwu Timur
Kongkalikong penjahat kayu

Fakta lain dijumpai pemantau di Maluku Utara, di sana ada perusahaan yang menyalahgunakan dokumen angkut. Dalam Sistem Informasi Penatausahaan Hasil Hutan (SIPUHH) dan dokumen Rencana Pemenuhan Bahan Baku Industri (RPBBI) perusahaan itu hanya mengangkut kayu rimba campuran ke Sulawesi Selatan. Faktanya, pemantau di lapangan menemukan ada kayu merbau (Fabaceae leguminosae) diselip kumpulan kayu-kayu rimba campuran di pelabuhan.

Praktik seperti ini jelas melanggar Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. P43 Tahun 2015 tentang dokumen pengangkutan kayu. Tindakan ini adalah bentuk manipulasi pembayaran retribusi kayu campuran yang biayanya jauh lebih murah di bawah kayu merbau yang tergolong kayu kelas satu.

Walau begitu, Mustam Arif mengapresiasi tindakan intensif yang dilakukan Ditjen Penegakan Hukum (GAKKUM) KLHK. Selama periode akhir 2018 hingga awal 2019, tercatat ada 422 kontainer kayu ilegal yang disita di Surabaya dan Makassar. Penindakan ini menguatkan suatu fakta bahwa kejahatan kayu ilegal masih terjadi di mana-mana.

Muhammad Amin dari Balai Gakkum Sulawesi menegaskan, pihaknya sangat serius melakukan investigasi dan penindakan bagi para pelaku kejahatan kayu.

“Kami telah menindak sejumlah pelaku. Kami bahkan telah memenangkan sejumlah gugatan besar di pengadilan dan berhasil mengembalikan uang negara sebesar 19,4 Triliun rupiah,” tegas Amin.

Sayangnya, kendala teknis masih dirasakan Gakkum mengingat jumlah personilnya yang sangat terbatas sementara area hutan sangat luas.

“Kami memerlukan anggaran yang tidak sedikit untuk menginvestigasi dan menindak banyak kasus yang ada. Kami memiliki kewenangan yang terbatas, karena memang ada kasus tertentu yang bukan domain kami. Ada masalah tertentu yang seharusnya di tangani di daerah. Tetapi, pada hal-hal yang memang krusial semisal menimbulkan keresahan masyarakat karena pencemaran lingkungan dan lainnya, kami akan langsung turun,” katanya.

Kongkalikong para penjahat kayu dari hulu ke hilir sejatinya memang dapat dibongkar agar keahatan ini tidak berlangsung sistemik. Ada kecenderungan, model-model manipulasi pelaku perdagangan kayu mulai muncul yakni dengan memanfaatkan legalitas perizinan yang mereka miliki.

Tentu tidak semua begitu, sebagaimana dijelaskan Abdullah Sangaji seorang pengusaha kayu yang turut hadir dalam lokakarya. “Kami termasuk yang taat pada aturan dan berupaya menjaga nama baik. Bahwa ada perusahaan yang melanggar itu tentu oknum,” kata Abdullah.

JURnal Celebes menemukan fakta kuat di balik pemantauan ini antara lain praktik pelanggaran ketentuan izin dan sertifikat.

Sementara, di hulu ada perusahaan yang melakukan penebangan menyalahi ketentuan dan mengumpulkan kayu-kayu dengan cara ilegal. Lalu, di hilir juga masih banyak industri yang melakukan proses produksi secara ilegal semisal pemalsuan dokumen dan lainnya.

Pekerjaan rumah tak mudah ke depannya, pengawasan harus lebih ketat tentunya. Negara harus mengambil peran lebih serius lagi untuk menjaga kelestarian hutan demi kesejahteraan rakyat dengan menghentikan aksi-aksi para penjarah hutan beserta koloninya.

KLIK INI:  Kejahatan Kehutanan Bisa Dibongkar Asal Ada Sinergi dan Informasi Lapangan