Generasi Muda, Aktor Penting Penanganan Perubahan Iklim

oleh -73 kali dilihat
Generasi Muda, Aktor Penting Penanganan Perubahan Iklim
Seminar Nasional Hybrid dengan tema “Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim melalui Kebijakan Publik” pada Selasa (23/5). Acara ini merupakan rangkaian kegiatan Dies Natalis ke-64 UNTAN - Foto: Ist

Klikhijau.com – Penanganan perubahan iklim memerlukan dukungan semua pihak, termasuk generasi muda. Bahkan generasi muda, seperti mahasiswa sebagai calon pemimpin bangsa, dapat menjadi aktor utama dan berperan aktif dalam agenda-agenda pengendalian perubahan iklim.

Peran aktif generasi muda dalam pengendalian perubahan iklim sangat diharapkan karena jumlah mereka yang sangat besar di negara kita. Saat ini ada sekitar 65 juta orang (28%) penduduk Indonesia pada kategori usia 10 – 24 tahun.

Merekalah yang akan menjadi angkatan kerja dan pemimpin di era Indonesia menuju net-zero emission pada 2060.

Sebagai upaya mendorong hadirnya generasi muda seperti mahasiswa yang sadar dan cerdas iklim, maka digelar kegiatan komunikasi publik mengenai penanganan perubahan iklim di Universitas Tanjungpura (UNTAN) Pontianak, Kalimantan Barat.

Program ini berupa Seminar Nasional Hybrid dengan tema “Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim melalui Kebijakan Publik” pada Selasa (23/5). Acara ini merupakan rangkaian kegiatan Dies Natalis ke-64 UNTAN dan hasil kerja sama antara Yayasan Perspektif Baru dengan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UNTAN, dan didukung oleh Konrad Adenauer Stiftung (KAS).

Hadir sebagai pembicara adalah adalah Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Usep Setiawan, Ketua Institut Hijau Indonesia Chalid Muhammad, dan Dosen FISIP – UNTAN Fuzy Firda Zhan.

KLIK INI:  Miris, Dari Laporan Terbaru IUCN Terungkap Ribuan Spesies Terancam Punah

Adapun pidato pembukaan disampaikan Prof. Dr. H. Garuda Wiko SH. M.Si, Rektor Universitas Tanjungpura. Tampil sebagai keynote speaker Agus Rusly, S.Pi, M.Si., Plt. Direktur Adaptasi Perubahan Iklim, Kementerian LHK. Sedangkan Pidato Penutup (closing statement) oleh Dr. Herlan, S. Sos, M.Si., Dekan FISIP UNTAN.

Perubahan iklim yang dipicu akibat peningkatan emisi karbon di bumi merupakan salah satu tantangan paling besar yang dihadapi umat manusia saat ini karena dapat memusnahkan semua kehidupan di bumi pada masa depan.

Pada tahun ini perubahan iklim makin menjadi kenyataan. Terkini perubahan iklim mempercepat terjadinya cuaca ekstrim di sejumlah belahan bumi. Salah satunya adalah Gelombang Panas (periode cuaca panas berkepanjangan) sedang terjadi di sebagian negara Asia, termasuk Indonesia.

Agus Rusly dalam sambutannya mengatakan bahwa perubahan iklim memberikan dampak di berbagai sektor kehidupan. Pemerintah Indonesia telah menunjukkan komitmen yang kuat dalam adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. Di antaranya adalah  adalah peningkatan target NDC, target penurunan emisi yang ditetapkan secara nasional. Di 5 sektor, Kehutanan, Energi, Pertanian, Industri, dan Limbah. Khusus kebijakan nasional di sektor FOLU Net-sink 2030, dimana emisi sektor kehutanan akan diserap seluruhnya atau lebih besar pada tahun 2030.

Percepatan pemanfaatan energi terbarukan dengan pengembangan kendaraan listrik, peningkatan aksi di sektor limbah, serta peningkatan target pada sektor pertanian dan industri.

KLIK INI:  Swedia Darurat karena Kekurangan Sampah, Indonesia Darurat karena Sebaliknya

Sejak tahun 2012, pemerintah telah mengembangkan Program Kampung Iklim (Proklim), yang saat ini sedang bertransformasi menjadi Program Komunitas Iklim. Dalam Climate Adaptation Summit tahun 2021, Presiden Joko Widodo menargetkan 20.000 Kampung Proklim di tahun 2024.

Sebagai aksi adaptasi perubahan iklim di tingkat tapak, yang dilakukan secara kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat, termasuk keterlibatan pihak swasta untuk memenuhi komitmen Indonesia berkontribusi menurunkan emisi gas rumah kaca global.

Ketua Yayasan Perspektif Baru Hayat Mansur mengatakan generasi muda harus didorong berperan aktif dalam berbagai upaya penanganan perubahan iklim termasuk melalui pendekatan sosial politik (kebijakan publik).

Di sisi lain, semua pihak haru juga mendengarkan suara generasi muda dan melibatkan mereka secara aktif dalam upaya smitigasi dan adaptasi perubahan iklim.

Menurut Usep Setiawan, Pemerintah Indonesia telah memberikan komitmen politik kepada dunia internasional untuk menurunkan emisi karbon melalui kebijakan yang pro lingkungan. Pemerintah menyadari upaya penanganan perubahan iklim perlu upaya sinergis dan berkesinambungan, karena ancamannya begitu nyata terutama kepada generasi muda.

KLIK INI:  Kenali 6 Zat Berbahaya dalam Sampah yang Bisa Mengancam Kesehatan

“Upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim merupakan isu global sehingga memerlukan kerjasama multipihak. Pengalaman dari penanganan pandemi Covid-19 membuktikan kolaborasi semua pihak mampu untuk menghadirkan solusi terbaik,” ucap Usep.

Menurut Chalid Muhammad, ancaman kerusakan bumi akibat perubahan iklim sudah makin jelas terlihat. Laporan IPCC ke-6 mencantumkan bahwa generasi muda sekarang dan yang akan datang akan merasakan dunia yang lebih “panas dan berbeda” bergantung dari aksi dan kebijakan yang ditetapkan sekarang.

“Generasi muda saat ini sudah mulai menunjukkan concern pada isu perubahan iklim. Oleh karena itu, harus ada penguatan kapasitas generasi muda sebagai calon-calon pemimpin masa depan agar memiliki keberpihakan pada perlindungan dan pelestarian lingkungan hidup,” kata Chalid.

Menurut Fuzy Firda Zhan, pemuda (gen Z dan generasi milenial) sebagai penduduk yang mendominasi di Indonesia menurut data dari BPS tahun 2020 (53,81%) menjadi aktor penting dalam penanggulangan krisis iklim. Keberperanan pemuda dalam adaptasi dan mitigasi iklim dapat dilakukan dengan synergy & collaboration, creative & innovation, dan tech savvy & digital native.

“Kalimantan Barat sendiri tidak kekurangan pemuda yang bergerilya dalam penyelamatan iklim. Banyak di antaranya yang telah mencapai skala dan anugerah nasional hingga internasional. Selain itu terdapat pula upaya pemberian eco-edu di tingkat perguruan tinggi seperti melalui program kampus ramah lingkungan (green campus), adanya pusat studi lingkungan hidup, serta mata kuliah yang berkaitan dengan lingkungan hidup dan iklim,” ucap Fuzy.

KLIK INI:  Penurunan Populasi Serangga Disebabkan Aktivitas Manusia, Apa yang Harus Dilakukan?

FGD Perubahan Iklim

Dalam rangkaian kegiatan Dies Natalis ke-64 UNTAN, Yayasan Perspektif Baru bekerja sama dengan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UNTAN, dan didukung oleh Konrad Adenauer Stiftung (KAS), telah menggelar juga Focus Group Discussion (FGD) dengan tema Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim melalui Kebijakan Publik.

FGD tersebut sebagai upaya mendiskusikan serta merumuskan permasalahan, tantangan, contoh praktek baik, dan rekomendasi solusi  penanganan perubahan iklim Kalimantan Barat pada saat ini dan lima tahun ke depan.

Kegiatan ini diikuti multistakeholder di Kalimantan Barat. Antara lain, perwakilan DPRD, Pemerintah Provinsi, pengusaha, dan sejumlah akademisi dari berbagai perguruan tinggi di Pontianak.

Hasil dari FGD ini akan diserahkan kepada para pemimpin politik untuk mendorong agar upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim tetap menjadi prioritas dalam pemerintahan mendatang.

KLIK INI:  5 Tahun Perjanjian Paris, Indonesia Dinilai Semakin Memperburuk Krisis Iklim