Energi Terbarukan di Indonesia yang Tertinggal dan Jalan di Tempat?

oleh -1,043 kali dilihat
energi terbarukan
Ilustrasi energi baru terbarukan-Foto/goodnewsfromindonesia.id
Anis Kurniawan

Klikhijau.com – Energi Terbarukan telah digembar-gemborkan dalam waktu belakangan ini. Berbagai macam sumber daya alternatif dikerahkan untuk mendukung program Energi Baru Terbarukan (EBT).

Beragam langkah yang dirasa tepat juga telah dipersiapkan terutama untuk program energi alternatif di bidang kelistrikan, pangan, hingga Bahan Bakar Minyak (BBM).

Energi terbarukan di Indonesia

Energi fosil yang dijadikan tumpuan masa kini dengan sifatnya yang tak bisa diperbaharui diprediksi dalam kurun waktu tertentu akan habis. Sehingga solusi menggunakan energi alternatif tak bisa dielakkan.

Di Indonesia, energi terbarukan juga mulai dikembangkan lewat pemanfaatan energi-energi alternatif. Dari tenaga surya lewat pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Nusa Tenggara Timur; tenaga angin lewat proyek pembangkit listrik tenaga bayu di Sulawesi Selatan; juga sumber lainnya seperti panas bumi.

KLIK INI:  Hari Air Sedunia 2022, Sejarah dan Link Twibbon yang Bisa Disimak

Meski begitu, posisi Indonesia masih tertinggal dalam pengembangan EBT. Hal ini diungkapkan oleh anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Rinaldi Dalimi.

Dia mengatakan jika dunia sudah memasuki energi terbarukan, jika Indonesia masih “tertidur” dan “tak melakukan apa-apa”, maka Indonesia akan hanya jadi “pasar”. Padahal sumber daya alam dan sumber daya manusia yang dimiliki Indonesia sangat berlimpah, dari matahari, air, panas bumi, hingga angin.

Semisal saat ini tengah berkembang teknologi biofuel (bahan bakar hayati) yang menggantikan fungsi dari Bahan Bakar Minyak (BBM) dan listrik. Biofuel dipercaya tidak hanya ramah lingkungan karena tingkat emisi yang rendah, tapi budidayanya juga mudah dilakukan.

Beberapa jenis tanaman yang sudah diteliti, termasuk tanaman kepuh (Sterculia foetida) atau tanaman Genderuwo, kelapa sawit, minyak kelapa, dan kentang.

Harga yang dipatok oleh energi alternatif ini juga lebih terjangkau bagi masyarakat. Semisal untuk biofuel tanaman genderuwo yang diuji coba oleh Dosen Fakultas Pertanian Universitas Negeri Semarang Endang Yuniastuti, harga biofuel kurang dari Rp 3 ribu per liter (laporan 2013). Bandingkan dengan harga solar yang bisa mencapai beberapa kali lipatnya.

KLIK INI:  Dua Siswa di Bali Sulap Sampah Canang Jadi Sumber Listrik
Banyak Pilihan Bahan Alternatif, Kentang Salah Satunya

Percobaan untuk umbi dan tanaman-tanaman lain dalam upaya mencari energi terbarukan juga telah diteliti oleh para peneliti di berbagai dunia. Salah satunya dilakukan oleh peneliti dari Hebrew University of Jerusalem bernama Rabinowitch.

Dia dan rekan-rekannya telah melakukan percobaan menghasilkan listrik dari tenaga kentang. Umbi super yang bisa bertahan lama ini ternyata mampu menjadi penghasil energi yang baik.

Rabinowitch mengatakan dalam sebutir kentang, energi yang dihasilkan setara dapat memberi penerangan satu kamar selama 40 hari menggunakan lampu LED.

Caranya dengan menancapkan sepasang plat logam (katoda dan anoda), kabel, dan lampu LED ke sebutir kentang. Plat logam yang bisa digunakan yaitu seng (elektroda negatif) dan tembaga (elektroda positif). Asam yang terkandung dalam kentang bisa menghasilkan reaksi kimia dan aliran elektron yang menimbulkan listrik.

KLIK INI:  “Eksplorasi Flora” di DBG, Denassa Apresiasi Klikhijau yang Fokus Literasi Lingkungan

Penelitian ini langka karena belum ada yang meneliti kentang sebagai sumber energi secara ilmiah. Dari 20 jenis kentang yang diteliti, Rabinowitch dan rekan-rekan menemukan ketika kentang direbus selama delapan menit, gerakan elektron lebih bisa bebas sehingga energi yang ditimbulkan lebih banyak.

Meski masih tergolong sebagai energi listrik bertegangan rendah, tapi energi yang dihasilkan dari kentang bisa mengisi ponsel atau laptop pada daerah yang tak memiliki saluran listrik.

Secara praktis tentu sangat bermanfaat bagi penerangan desa-desa terpencil yang ada di dunia. Harganya pun lebih ekonomis, lebih murah dibandingkan dengan satu baterai 1,5 volt AA Alkaline dan lebih murah dibanding lampu minyak tanah.

Kentang ini tentu bisa menjadi alternatif energi yang menjanjikan. Sayangnya, jenis energi terbarukan ini tak berkembang?

Salah satunya disebabkan, beberapa alasannya Badan PBB untuk Makanan dan Pertanian (FAO) mempersoalkan menjadikan makanan sebagai sumber energi. Tak hanya pada kentang, tapi juga makanan lain seperti tebu. Sebab menggunakan makanan bisa menipiskan simpanan dari bahan makanan tersebut.

KLIK INI:  Perubahan Iklim dan Urgensi Kebijakan Energi Baru Terbarukan di Indonesia
KLIK INI:  Dilema Privatisasi Air, Kuasa Rakyat atau Kuasa Korporasi?
Mencontoh Tiongkok

Untuk mengejar ketertinggalan, Indonesia bisa menengok Tiongkok terkait bagaimana negeri tirai bambu ini membangun infrastruktur sumber energi alternatif secara besar-besaran. Khususnya untuk menunjang sektor-sektor yang bersifat keseharian dengan memanfaatkan tenaga matahari, angin, panas, hingga limbah hijau.

Sebagaimana ditulis Tirto sebagaimana dilaporkan Reuters, pemerintah Tiongkok menggelontorkan dana sebesar $361 miliar guna membangun dan mengembangkan infrastruktur energi terbarukan yang ditargetkan selesai tahun ini, 2020. Ini menunjukkan Tiongkok memang serius dalam menggarap energi terbarukan dan memberi listrik bagi rakyat.

Di bidang listrik fotovoltaik yang merupakan penerapan dari teknologi panel surya dengan fungsinya mengubah sinar matahari menjadi listrik, Tiongkok menjadi negara yang menghasilkan listrik fotovoltaik terbesar dunia pada 2015.

Besarnya atau kapasitas listrik yang dihasilkan sebesar 43 gigawatt. Energi fotovoltaik ini memang menjadi penghasil energi terbarukan terbesar dibanding energi lain. Panel-panel surya dipasang hingga daerah terpencil.

Hal yang perlu digarisbawahi, kunci dari pengembangan energi alternatif adalah pemahaman dan penguasaan terhadap teknologi terlebih dahulu untuk jangka panjang, dibandingkan keder terlebih dahulu terkait teknologi tingkat tinggi.

Untuk teknologi seseorang bisa belajar atau mencontoh darimana saja, tapi soal pemahaman dan skill menggunakan teknologi tersebut harus diutamakan.

KLIK INI:  Apakah di TPS Anda Ada Tempat Sampah?