Ekonomi Sirkular, Manfaat dan 3 Jalan Mewujudkannya

oleh -696 kali dilihat
Ekonomi Sirkular, Manfaat dan 3 Jalan Mewujudkannya
Ilustrasi - Foto/Wacana.org

Klikhijau.com – Penerapan ekonomi sirkular pada 5 sektor industri berpotensi menghasilkan tambahan PDB secara keseluruhan pada kisaran Rp593 triliun sampai dengan Rp642 triliun. Demikian sebuah laporan baru yang diluncurkan oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, bekerja sama dengan United Nations Development Programme (UNDP), dan didukung Pemerintah Kerajaan Denmark, (26/01/2021).

Adapun 5 sektor utama tersebut antara lain industri makanan dan minuman, tekstil, perdagangan grosir dan eceran (dengan fokus pada kemasan plastik), konstruksi, dan elektronik. Hasil studi terbaru menunjukkan bahwa implementasi konsep ekonomi sirkular di 5 sektor tersebut dapat menciptakan sekitar 4,4 juta lapangan kerja baru hingga tahun 2030.

Hal ini menguatkan data bahwa model ekonomi sirkular bisa jadi solusi berkelanjutan bila diterapkan ke depan. Menurut Wikipedia, ekonomi sirkular adalah sebuah alternatif untuk ekonomi linier tradisional dimana kita menjaga agar sumber daya dapat dipakai selama mungkin, menggali nilai maksimum dari penggunaan, kemudian memulihkan dan meregenerasi produk dan bahan pada setiap akhir umur layanan.

Bagaimana bergerak menuju transisi ke era ekonomi sirkular?

KLIK INI:  Mengenal Jenis-Jenis Mangrove dan Perbedaannya yang Paling Mendasar
Data sampah dan pola konsumsi

Pola konsumsi manusia setiap tahun meningkat dan menghasilkan sampah dengan jumlah yang begitu mencemaskan. Ada sekira 300 juta ton plastik di tahun 2019, jumlah ini bila dikalkukasi hampir setara dengan berat populasi manusia.

Diperkirakan, pada tahun 2050 mendatang, lautan akan dikepung sampah plastik bahkan ilmuan memprediksi sampah plastik akan lebih banyak jumlahnya daripada ikan. Bisa dibayangkan bagaimana konsumsi manusia sekaligus akan terancam oleh mikroplastik.

Sementara, tren sampah elektronik juga meningkat tajam mencapai 50 juta ton dalam satu tahun. Belum lagi fenomena sampah makanan yang terbuang sekira sepertiga dari produksi makanan, padahal kelaparan mengintai di banyak tempat.

Perpurataran ekonomi global menghasilkan lebih dari 100 miliar ton sumber daya dan lebih dari separuhnya yakni sekira 60 persen menjelma jadi sampah atau emisi gas rumah kaca.

Bagaimana tren sampah di masa pandemi? Menurut data, konsumsi global tampaknya memang menurun drastis di masa pandemi covid-19, namun faktanya tidak sesederhana itu.

KLIK INI:  Ekonomi Sirkular Dukung Peningkatan PDB dan Pelestarian Lingkungan Indonesia

Tren penjualan pakaian memang jatuh, namun pembelian peralatan kantor untuk di rumah dan peralatan olahraga meningkat. Pengeluaran di industri rumah sakit turun, namun belanja bahan makanan meningkat. Penggunaan plastik sekali pakai meningkat jauh, sementara insentif ekonomi untuk daur ulang plastik berkurang drastis akibat harga minyak yang anjlok.

Resesi 2008 menunjukkan bahwa penurunan konsumsi tidak akan bertahan lama jika tidak ada upaya bersama menuju perubahan jangka panjang.

Problemnya tak hanya soal tren konsumen membeli terlalu banyak sementara upaya daur ulang masih terbatas. Paradigma ekonomi global saat ini juga masih memakai model “take-make-waste” dimana sumber daya alam diambil, digunakan dan berakhir sebagai sampah.

Ini adalah model yang tentu tak efisien dan juga berbahaya bagi bumi. Memperburuk krisis iklim dan menghabiskan sumber daya cukup besar.

Manfaat ekonomi sirkuler

Tak ada jalan lain, kita perlu mengubah paradigma dan mendorong model membangun ekonomi sirkular. Model ini membuka peluang bagi para pelaku ekonomi untuk mengurangi konsumsi bahan, produksi limbah, dan emisi sekaligus mempertahankan pertumbuhan ekonomi. Model tersebut sudah berhasil diterapkan pada beberapa negara, termasuk Denmark.

Implementasi ekonomi sirkuler akan membantu upaya pelestarian lingkungan dan mitigasi krisis iklim.

KLIK INI:  Konsep Ekonomi Sirkular dan ESG untuk Pemulihan Ekonomi Pasca Pandemi

Ini bukan hanya masalah lingkungan. Menggunakan sumber daya yang sulit didapat dengan lebih baik dengan menggunakan sistem untuk menghindari sampah dan memperpanjang waktu pakai material jauh lebih menguntungkan secara sosial dan ekonomi.

Bayangkan saja, satu ton telpon genggam yang dibuang mengandung emas yang setara dengan 100 kali lipat dari satu ton bijih emas. Dengan mengurangi seperempat pembuangan makanan dan sampah saja, kita sejatinya dapat memberi makan pada 870 juta orang.

Menurut riset, implementasi ekonomi sirkuler dapat menghasilkan peluang ekonomi sebesar $4,5 triliun melalui pengurangan sampah, di samping penciptaan peluang usaha dan lapangan kerja.

Oleh sebab itu,  sudah saatnya kita memutus rantai antara pertumbuhan ekonomi dan penggunaan sumber daya alam karena akan mengancam sumber daya di masa datang.

KLIK INI:  Salju Kilimanjaro, Mungkin Hanya Ada dalam Cerpen Ernest Hemingway
3 Cara Transisi Menuju Ekonomi Sirkuler

Kita perlu melakukan langkah-langkah penting dalam pola konsumsi demi memasuki era transisi ekonomi sirkuler, dengan hal berikut:

  1. Mengurangi konsumsi

Tren konsumsi di dunia sangat timpang. Negara-negara kaya di dunia menghabiskan 10 kali lipat tingkat konsumsi dibanding negara-negara miskin. Ini berarti ada negara-negara yang berlebihan dan boros konsumsi, sementara kelaparan dan kemiskinan terjadi di negara lain.

Padahal, di abad 20, penggunaan bahan baku dunia meningkat tajam mencapai dua kali lipat dari pertumbuhan populasi. Karenanya, concern ekonomi sirkular adalah bagaimana mendorong penggunaan sumber daya alam dengan lebih baik dan lebih bijak.

Diperlukan suatu inovasi bisnis, dukungan kebijakan dan dorongan dari konsumen. Kuncinya ada pada bagaimana mengubah perilaku konsumsi khususnya di sektor fast fashion, plastik dan sampah makanan.

Kebijakan sejumlah negara untuk membuat regulasi pelarangan penggunaan kantong plastik tentu sangat positif ke depan bila ini dijalankan secara konsisten.

  1. Cara konsumsi yang lebih baik

Selain mengurangi konsumsi, ekonomi sirkuler juga mencakup perihal cara konsumsi yang lebih bijak. Pertama, dengan memilih produk-produk yang berkelanjutan atau dapat didaur ulang. Kedua, dengan mengganti apa yang kita konsumsi, seperti beralih ke pola makan nabati yang berdampak positif terhadap emisi dan sumber daya alam lainnya ketimbang daging.

Menariknya, tren kesadaran konsumen saat ini mengalami peningkatan secara global. Semakin banyak orang yang berharap agar produsen lebih bijak dalam kegiatannya. Tekanan dari konsumen berperan besar dalam mendorong bisnis mengubah cara produksi mereka dan mendorong pemerintah untuk mengeluarkan suatu policy yang mendukung.

KLIK INI:  Kenalkan! Solusi Sampah Rumah Tangga yang Bernama Ekonomi Sirkular
  1. Menciptakan perubahan sistemik

Sejatinya, konsumen tidak punya kemampuan besar mengatasi pola konsumsi bila sistem ekonomi kita masih memakai model take-make-waste. Maka yang diperlukan saat ini adalah perubahan sistemik sehingga keberlanjutan tidak hanya bergantung pada pilihan konsumen.

Ekonomi sirkuler didasari oleh prinsip bahwa produk seharusnya dirancang lebih tahan lama dengan memakai komponen atau material yang dapat digunakan kembali.

Diperlukan pula semacam pemberian insentif bagi penciptaan sistem sirkuler. Penting untuk mensyaratkan penggunaan bahan sekunder atau bahan daur ulang, seperti pengenaan pajak atas produk yang menggunaan bahan yang belum pernah dipakai sama sekali. Inggris sudah melakukannya dengan memperkenalkan pajak untuk kemasan plastik dengan kandungan bahan daur ulang kurang dari 30 persen.

Kita juga bisa belajar dari apa yang dilakukan di Republik Korea. Di Korea, 95 persen sampah sudah berhasil didaur ulang menjadi pupuk kompos, pakan hewan, biogas atau bahan bakar solid karena diberlakukannya program daur ulang sampah makanan wajib dan pelarangan sampah makanan di tempat pembuangan sampah.

Ini satu ikhtiar global yang dimulai dari setiap negara-negara di dunia dan diikuti dengan terbangunnya kesadaran konsumen terkait pentingnya pola konsumsi yang berkelanjutan.

Semoga bermanfaat!

Sumber: wri-indonesia.org, Bappenas dan klikhijau.com

KLIK INI:  11 Lagu Anak-anak yang Cocok jadi Bekal Pendidikan Lingkungan