Dyah; Pengelolaan Ekosistem Mangrove, Tanggung Jawab Bersama

oleh -205 kali dilihat
8 Isu Utama Permasalahan pada Ekosistem Mangrove di Indonesia
Hutan mangrove Tongke-tongke, Sinjai/foto- Idris

Klikhijau.com – Demi mewujudkan mandat dari Presiden Joko Widodo, yakni merehabilitasi mangrove seluas 600.000 hektare dalam kurun waktu 2021–2024.

Karena itu, pemerintah memfokuskan rehabilitasi mangrove. Ada sembilan provinsi prioritas. Kesembilan provinsi itu adalah Riau, Sumatera Utara, Kepulauan Riau, Kepulauan Bangka Belitung,  Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Papua, dan Provinsi Papua Barat.

Untuk mencapai tujuan tersebut, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan BRGM telah menyusun Roadmap Restorasi Mangrove Nasional yang berfungsi sebagai roadmap, garis besar arah tata kelola dan pengelolaan mangrove bagi semua pihak sesuai tanggung jawabnya masing-masing.

Direktur Jenderal Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Restorasi Hutan (PDASRH) Dyah Murtiningsih mengatakan pengelolaan ekosistem mangrove merupakan tanggung jawab bersama. Pemangku kepentingan dalam restorasi mangrove adalah pemerintah pusat, pemerintah daerah, kelompok masyarakat lainnya, serta perguruan tinggi dan LSM terkait.

KLIK INI:  Rincian Lengkap Target Rehabilitasi Mangrove hingga 2024

“Banyaknya pemangku kepentingan dalam urusan pengelolaan dan rehabilitasi mangrove tentu saja harus ada koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan sinergi (KISS). Inilah yang harus dilakukan, bekerjanya tidak sendiri-sendiri. Tetapi saling terintegrasi baik di program maupun pelaksanaan kegiatan,” kata Dyah pada Konferensi Pers yang diadakan di Jakarta, pada Rabu, (3/8/2022).

Upaya mempercepat restorasi mangrove

Kemudian, Ayu Dewi Utari, Sekretaris Utama Badan Restorasi Gambut dan Mangrove, mengatakan bahwa BRGM diamanatkan oleh Perpres Nomor 120 Tahun 2020 untuk melakukan tugas dan fungsi tambahan untuk mempercepat restorasi mangrove, yakni:

  • Fungsi regulative, yaitu memperkuat regulasi dalam rehabilitasi dan pengelolaan mangrove;
  • Fungsi pengorganisasian yang memperkuat hubungan dan sinergi antara lembaga dalam penyelenggaraan rehabilitasi dan pengelolaan ekosistem mangrove;
  • Fungsi Operasional sebagai pendamping lapangan, termasuk mendorong Desa Mandiri Peduli Mangrove serta pelibatan kemitraan konservasi dan perhutanan sosial.

Kemudian, Ayu Dewi Utari, Sekretaris Utama Badan Restorasi Gambut dan Mangrove, mengatakan melalui Perpres Nomor 120 Tahun 2020, BRGM telah diamanatkan untuk melakukan tugas dan fungsi tambahan untuk mempercepat restorasi mangrove.

KLIK INI:  Mahasiswa Jepang Belajar Mangrove di Sinjai, Begini Agendanya!
Sembilan provinsi alami kerusakan parah

Ayu menjelaskan, fokus restorasi mangrove saat ini ada di 9 provinsi yang ekosistem mangrovenya rusak parah dibandingkan provinsi lainnya, yakni Riau, Sumut, Kepri, Kepulauan Bangka Belitung, Kaliman Dan Barat, Kaltim, Kalut, Papua dan Papua Barat.

Ayu menjelaskan pula, terkait dengan rata-rata unit cost restorasi mangrove Rp 25.000.000/ha, diperkirakan anggaran yang dibutuhkan untuk merestorasi kawasan mangrove seluas 600.000 hektar setidaknya Rp 26 triliun, yang dapat dicapai melalui beberapa opsi, yaitu APBN atau APBD, investasi (melalui izin usaha jasa lingkungan), kewajiban restorasi DAS, pinjaman atau hibah luar negeri (bilateral, multilateral, via trust fund), CSR perusahaan (BUMN dan swasta), filantropi, dan berbasis masyarakat melalui perhutanan sosial.

“Faktor biaya merupakan komponen utama, namun bukan merupakan satu-satunya penentu keberhasilan rehabilitasi mangrove. Pengalaman menunjukkan keberhasilan mangrove juga sangat dipengaruhi oleh banyak faktor lain, diantaranya ketepatan penentuan lokasi, salinitas, jenis tanaman, waktu tanam, dukungan aktif pemilik lahan (untuk lokasi di luar Kawasan), pemerintah daerah setempat dan para pihak terkait (NGO, LSM, dan perguruan tinggi),” jelas Ayu.

KLIK INI:  Amartha Tanam 4.000 Mangrove di Pesisir Pulau Tanakeke

Ayu juga menjelaskan, di masa pandemi Covid-19, upaya restorasi mangrove juga turut berkontribusi dalam pemulihan ekonomi nasional (PEN). Pada 2021, ia menyebutkan BRGM dan KLHK akan melaksanakan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) melalui Percepatan Restorasi Mangrove (PRM), seluas 34.911 hektar di 32 provinsi, yang didanai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Kegiatan ini menunjukkan bahwa restorasi mangrove, selain restorasi jangka panjang kerusakan ekosistem mangrove, juga terbukti secara langsung meningkatkan pendapatan mereka yang melakukan kegiatan restorasi mangrove.

Fungsi mangrove

Selain itu, Wakil Presiden Perencanaan dan Evaluasi BRGM Satyawan Pudyatmoko mengatakan,  rehabilitasi mangrove didorong karena ekosistem mangrove memiliki multi manfaat. Peran penting mangrove berwujud dalam jasa ekosistem, di antaranya:

  • Untuk perlindungan dari abrasi,
  • Perlindungan kenaikan air laut,
  • Penghalang angin kencang dan tsunami,
  • kepentingan rekreasi,
  • menyediakan berbagai hasil hutan, dan
  • Mendukung produksi perikanan laut.

“Nilai total ekonomi mangrove Indonesia diperkirakan sebesar USD 1,5 Milyar per tahun,” ujarnya.

KLIK INI:  Lebih Dekat dengan Menteri Lingkungan Hidup Indonesia dari Masa ke Masa

Satyawan juga menunjukkan luas potensi habitat mangrove pada Peta Mangrove Nasional 2021, yaitu habitat-habitat yang dulu merupakan mangrove yang bagus, namun sekarang telah berubah menjadi bukan mangrove yang didominasi oleh tambak. Analisis lebih lanjut menunjukkan sebagian besar deforestasi terjadi di Areal Penggunaan Lain (APL) yang belum secara kuat terlindungi oleh regulasi yang ada.

“Untuk mengatasi permasalahan tersebut, KLHK telah menyiapkan instrumen regulasi setingkat peraturan pemerintah. Peraturan ini penting untuk melindungi dan mengatur mangrove di dalam maupun di luar kawasan hutan, mengatur pengelolaan mangrove yang bersifat lintas kementerian, akomodasi kepentingan pusat dan daerah, dan mengoptimalkan peran stakeholder termasuk kelompok masyarakat, LSM dan sektor privat, serta mengatur mekanisme insentif-disinsentif. Lebih lanjut penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) ini akan mempertegas fungsi penting ekosistem mangrove dan upaya pengelolaannya pada Kawasan lindung dan Kawasan budidaya, ‘’katanya.

Dengan pertimbangan luasnya habitat mangrove yang telah berubah menjadi non mangrove, maka program percepatan rehabilitasi mangrove seluas 600 ribu ha yang dicanangkan presiden menjadi sangat penting. Semua pihak harus saling berkoordinasi, terintegrasi, bersinergi dan menyinkronkan arah kerjanya demi mengembalikan keutuhan mangrove Indonesia.***

KLIK INI:  Tak Asal Tanam, Rehabilitasi Mangrove Memerlukan Strategi yang Tepat